Dia yang memberiku kehidupan.. tapi justru dia sendiri yang menghancurkan hidupku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nofi Aprinsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps. 9
“Sinta! Apa yang kau lakukan disini? Sejak kapan kau memata-mataiku?”
“Bibi, saya tidak melakukan itu. Saya hanya ingin mengambil minum. Seharusnya saya yang bertanya pada bibi, apa yang bibi lakukan dengan fotoku? Dan kenapa bibi menangis?”
Bibi Salamah spontan membuang muka untuk menyembunyikan jejak air mata di wajahnya.
“Bukan urusanmu!” Jawab Bibi Salamah singkat dan segera meninggalkan Sinta yang masih terdiam bingung.
“Kenapa jadi Bibi yang marah padaku? Ah, sudahlah,” gerutu Sinta dalam hati.
————
Sinta bersama suami serta anak semata wayang nya menikmati makan siang di sebuah mall ternama di jakarta, sembari mengajak Gabriel bermain di arena mall tersebut. Sebenarnya Sinta masih sedikit kecewa pada suaminya. Tapi ia berfikir bahwa itu akan mempengaruhi hubungan pernikahan nya jika terus berlarut-larut. Selain cerdas, Sinta juga wanita yang sangat bijaksana. Sehingga ia lebih memilih untuk berdamai dengan keadaan dan menghadapinya dengan kepala dingin.
“Sayang, lihatlah anak kita terlihat sangat bahagia. Mas berharap kita bisa menyaksikan anak kita tumbuh dengan sehat dan ceria. Dan bagaimana jika kita beri dia seorang adik? Hmm.. kau setuju?”
Pasangan suami istri ini seolah sedang di mabuk cinta. Bercanda gurau sembari menyaksikan anak semata wayangnya bermain dari kejauhan.
“Ihh apaan si mas, ngak dulu ahh. Aku masih sibuk. Gabriel juga masih butuh perhatian ekstra. Nanti aja kalau gabriel sudah sedikit lebih besar.”
“Baiklah, sayang. Kita tidak perlu terburu-buru memberinya adik, tapi kalau latihan dulu boleh kan sayang?”
“Mas! Ihh, kamu ini. Malu di dengar sama di liatin orang.”
“Hahaha, biarkan saja. Paling-paling mereka cemburu melihat mas punya istri secantik kamu. Oh ya sayang, satu minggu lagi kan kamu ulang tahun. Kira-kira kado apa yang kamu inginkan? Tas, sepatu, perhiasan, atau bulan madu? Kita titipin Gabriel pada Bibi Salamah dan kita pergi bulan madu bagaimana?”
“Apaan si mas becanda mulu deh. Aku ini sudah tua mas, bukan remaja yang harus dapet kado. Lagian tas, sepatu, aku sudah punya banyak. Jadi aku tidak menginginkanya lagi. Aku hanya ingin di usia aku yang ke 30 nanti, aku bisa semakin bahagia bersama mas dan Gabriel. Dan mungkin aku bisa berbagi rejeki ke orang-orang yang membutuhkan. Itu saja.”
“kamu memang wanita yang sangat istimewa sayang. Mas beruntung bisa mempunyai istri sepertimu.”
“Papa, mommy, Gabi ngantuk.”
“Aduhh.. anak papa akhirnya ngantuk juga, dari pagi di suruh istirahat malah main mulu ni anak. Yasudah ayo kita pulang.”
————
Bibi Salamah kembali mengeluarkan foto lama yang ia simpan selama ini. Sebuah foto bergambarkan seorang sepasang suami istri yang sedang menggendong bayi perempuan sembari tersenyum bahagia. Ya, perempuan itu adalah dirinya sendiri. Membuka kembali kisah dan juga luka masa lalu dimana ia harus kehilangan putri tercintanya yang berusia satu minggu. Yang bahkan belum sempat ia beri nama dan juga seorang suami yang begitu ia cintai.
“Mas Satrio, seandainya kamu masih hidup mas. Kamu pasti tidak akan pernah membiarkan aku menderita dan melewati semua ini. Sampai saat ini aku belum berhasil menemukan putri kita mas. Aku tidak tahu apakah dia masih hidup atau tidak. Hiks.. tapi sampai kapanpun, aku akan terus mencarinya. Mas satrio tenang saja, aku pasti akan menemukannya apapun yang terjadi. Dan aku juga akan membalas dendam untuk kematianmu mas. Akan kupastikan bajingan yang membunuhmu itu mati di tanganku. Tunggu pembalasanku.”
———
Gabriel terlihat asik bermain bersama Bibi Salamah, yang ia panggil sebagai nenek Sambil menonton film kartun kesukaan nya. Meskipun sikap Bibi Salamah terhadap Sinta cuek dan terkesan tidak suka, namun berbeda terhadap Gabriel yang dia anggap sebagai cucu. Entah kenapa Bibi Salamah merasa sangat menyayangi Gabriel seperti menyayangi cucu kandung sendiri. Sementara Sinta sibuk menyiapkan makan malam di bantu sang suami tercinta.
“Mas ada telphone. Angkat lah. Ini dari Bimo, siapa tahu penting.”
“Tapi tangan mas kotor sayang, coba kamu yang angkat.”
Sinta menuruti suaminya untuk mengangkat telepon dari Bimo. Memutuskan untuk menyalakan mode speaker agar suaminya bisa berbicara langsung. Tapi belum sempat Bagas berkata halo, Bimo langsung bertanya pada Bagas.
“Mas Bagas, ini bagaimana dengan Sofi? Aku harus mengantarkan dia pulang ke kontrakan nya atau bawa dia pulang kerumah?”
Dengan gugup dan hati-hati Bagas menjawab pertanyaan Bimo di depan istrinya, takut jika istrinya marah dan salah paham.
“Kau antar saja dia ke kontrakan nya. Lalu segeralah pulang! Kita bisa makan malam bersama.”
“Tapi Sofi bilang dia takut. Terus aku harus bagaimana?”
“Mas Bagas, ini Sofi. Mas aku takut. Bagaimana kalau Anton bajingan itu menerorku lagi? Mas Bagas harus menolongku.”
Mendengar suara yang beralih dari Bimo ke Sofi, membuat Bagas mulai bingung untuk menjawab. Ia terus melirik kearah Sinta karena ia tahu saat ini istrinya mulai cemburu sambil memperhatikan gerak geriknya. Dan itu sangat berbahaya baginya. Sinta yang tidak sabar akhirnya ia mengambil alih panggilan dan menjawab.
“Maaf ya Sofi, mas Bagas sudah punya anak dan istri jika kamu lupa. Jadi prioritas utamanya adalah keluarganya. Dan jika kamu takut, kenapa tidak meminta perlindungan pada polisi saja? Oh ya, kami sedang sibuk jadi maaf ya.”
“Tut!”
Sinta segera mematikan panggilan secara sepihak. Tanpa berkata-kata ia melanjutkan kegiatan nya tanpa bertanya atau meminta penjelasan dari suaminya. Mungkin ia capek atau tidak ingin bertengkar, yang jelas itu justru membuat Bagas salah tingkah serta bingung.
“Sayang, mas minta maaf, bukan maksud mas ingin melindunginya. Tapi akhir-akhir ini mantan suaminya masih terus mengganggunya.”
“Mas bisa kah? Mas lebih tegas terhadap orang luar! Mas Bagas ini sudah punya aku dan Gabriel. sementara dia hanya mantan mas mantan! Dia sekarang bekerja di kantor, oke! Tidak masalah tapi biar dia seperti karyawan sewajarnya mas. Mas harus bisa membedakan mana yang perlu dan tidak perlu. Mana yang lebih penting antara dia dan keluarga kita. Atau jangan-jangan mas ingin kembali padanya?”
“Tidak sayang sungguh! Mas tidak punya perasaan apa-apa lagi terhadapnya. Mas janji, mas akan lebih berhati hati dalam bertindak. Dan akan mas pastikan untuk menjaga jarak dengan nya. Tolong percayalah sayang mas janji.”
“Hufff… aku capek mas jika terus-terusan seperti ini. Mas harus tau aku juga punya batas kesabaran mas.”
“Ia sayang, mas janji.”
—————
Di tempat yang berbeda.
“Halo Pak Teguh.. ulang tahun Sinta kan minggu depan, apa Pak Teguh sudah atur semua untuk acara perayaannya?”
“Pak Arya, sudah pak. Semuanya sudah saya atur. Besok saya akan bicara pada pak Bagas tentang acara kejutan ini. Dan untuk tiket penerbangan bapak dan keluarga juga sudah saya siapkan.”
“Bagus, Pak teguh memang orang yang bisa saya andalkan. Tidak sia-sia saya jadikan pak Teguh sebagai orang kepercayaan saya. Dan ingat, terus awasi orang-orang di sekeliling Sinta! Lindungi dia. Jika ada yang berani berbuat macam-macam pada adik kesayanganku, maka segera laporkan!”
“Siap pak. Laksanakan. Pak Arya tidak perlu khawatir, saya akan melinddungi ibu Sinta seperti anak kandung saya sendiri.”
————-
Keesokan harinya di kantor.
Sofi hendak menghampiri Bagas di ruangan nya. Namun tak sengaja melihat seorang lelaki yang cukup berumur yang masih terlihat gagah dan rapi, di temani tiga orang yang sepertinya seorang preman di ruangan Bagas. Sementara Bagas sendiri tidak terlihat ada di ruangan itu.
“Orang itu mengambil foto mbak Sinta di atas meja kerja mas Bagas dan mengusapnya. Tunggu, kenapa orang itu tersenyum seolah sudah kenal dekat dengan mbak sinta. Sebenarnya siapa orang itu?” Batin sofi dalam hati.
“Sofi.. apa yang kamu lakukan di depan pintu ruanganku?”
“Eh mas, aku hanya ingin bertanya tentang pekerjaan. Ada beberapa hal yang tidak aku pahami. Tapi, sepertinya ada beberapa orang di ruangan mas. Kalau boleh tau siapa mereka mas?”
“Oh… pasti yang kamu maksud itu pak Teguh. Yang mas tahu pak teguh itu, salah satu orang kepercayaan keluarga Basuki. Keluaga Sinta. Sejak kecil Pak Teguh sangat dekat dengan Sinta, bahkan Sinta sudah menganggapnya Paman sendiri.”
Setelah itu Sofi pun kembali keruangan nya. Dia tidak ingin peduli siapa itu pak Teguh, karena baginya itu tidak penting. Yang penting sekarang adalah bagaimana bisa memenangkan hati Bagas agar kembali kepelukan nya.
————-
Pak Teguh terlihat keluar dari ruangan Bagas setelah mendiskusikan tentang acara kejutan ulang tahun Sinta. Namun ia terlebih dahulu berpapasan dengan Bimo saat Bimo hendak menuju tuangan kakaknya Bagas.
“Mas, itu tadi pak Teguh bukan ya? Untuk apa dia menemui mas Bagas. Mau minta uang ya?”
“Huss, ngawur. Pak teguh tu kemari untuk membicarakan tentang acara kejutan ulang tahun mbak Sinta.”
“Oh, ngak disangka ya seorang pak teguh mau terjun langsung mengurusi acara ulang tahun. Bukankah dia itu ketua gengster?”
“Ia, Pak Teguh itu orang yang berbahaya, tapi juga penting. Jika menyangkut soal Keluarga Basuki, terlebih soal Sinta. Dia pasti akan melakukan nya sendiri. Pak Teguh itu selaluu menganggap Sinta seperti anak kandungnya sendiri.”
“Oh, jadi begitu. Tapi kalau di ingat-ingat, sepertinya aku pernah melihat orang yang mirip dengan nya. Tapi dimana? Tunggu! Aku ingat sekarang, di foto yang ada di kamar ibu! Ya, orang yang di foto waktu itu mirip sekali dengan pak Teguh. Hanya saja foto itu terlihat masih muda. Mungkinkah ada hubunganya antara foto itu dengan pak Teguh? Ahh, tidak mungkin. Bisa saja itu hanya mirip.
_______________<>____________
Halo para pembaca. Mohon dukunganya dengan like dan komentar tentang kesan dan pesan kalian. Terima kasih sebelumnya.
Si shinta bloon, si bagas pilnplan
jangan lupa mampir juga di novel aku
" bertahan luka"
Terima kasih