NovelToon NovelToon
Pembalasan Istri Lemahku

Pembalasan Istri Lemahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Time Travel / Cinta Paksa / Tukar Pasangan
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Fitri Elmu

Laras terbangun di tubuh wanita bernama Bunga. Bunga adalah seorang istri yang kerap disiksa suami dan keluarganya. Karna itu, Laras berniat membalaskan dendam atas penyiksaan yang selama ini dirasakan Bunga. Disisi lain, Laras berharap dia bisa kembali ke tubuhnya lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Elmu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Malam Tanpa Sadar

Mereka disapa dengan hawa dingin yang membuat bulu kuduk merinding. Ditambah suara tawa hantu wanita yang melengking tak henti-henti.

"Ngevlog ah," ujar Laras, mengeluarkan ponselnya dan mengarahkan kamera ke sekitar. Aksa menahan tangannya.

"Gak usah aneh-aneh," ujarnya, tajam.

"Lah, kenapa? Ngabadiin doang."

"Kamu gak tahu, mereka bisa menampakkan diri di kamera?"

"Memangnya kenapa? Malah bagus dong."

Aksa menatap kesal padanya. Laras memang keras kepala. Percuma berdebat.

"Gaes ... Gaes ... Tahu kan, gue lagi dimana? Yups! Bener banget. Dari suaranya aja udah kelihatan ya? Haha. Yuk, kita temuin hantu-hantunya. Lebih beruntung kalau ada yang asli. Hihi."

Aksa menatap sebal. Laras santai sekali. Seakan rumah hantu bukan apa-apa baginya. Aksa menelan salivanya kasar. Menatap sekitar, dan menyusul Laras.

Gadis itu masih sibuk dengan vlog-nya. Sejauh ini sih hantunya belum nongol.

"Aaa!"

Laras terkejut. Mengalih diri dari kamera. Lebih terkejut lagi saat Aksa memeluknya histeris. Di belakang Aksa, setannya gak kalah terkejut. Niatnya mau ngagetin, ternyata kaget beneran. Tapi, apa gak kebalik?

"Pergi woy! Pergi!"

Saking eratnya Aksa memeluknya, Laras sampai ikut memutar-mutar. Gara-gara Aksa heboh mengusir setannya.

"Aksa ..."

Belum juga ucapannya selesai, Aksa menarik tangannya. Mengajaknya lari.

"Bangke! Pintu keluarnya dimana sih?!" Aksa memaki. Laras yang ikut bingung sampai gak bisa berfikir jernih.

"Gak usah ganggu gue, sialan!" Aksa melempar setan yang mencoba mendekat dengan benda asal yang ada di dekatnya. Setan aja sampek menatap jerih. Urung mengganggu. Lebih ngeri manusianya, malah.

Setelah bersusah payah, akhirnya Aksa menemukan jalan keluar. Dia langsung membungkuk. Ngos-ngosan. Wajah dan badannya basah oleh keringat.

Laras? Dia masih cengo mengerjakan matanya tak percaya. Seorang Aksa, sampai segitunya sama setan?

Beberapa saat, setelah berhasil menetralkan diri, Aksa mengembuskan napas panjang. Raut leganya berubah seketika, melihat tatapan Laras padanya.

"Gak usah ngejek kamu," ketusnya.

Tawa yang ditahan Laras sejak tadi menyembur.

"Haha. Lo takut hantu, Sa? Haha."

Aksa mendengkus. Wajahnya memerah. Sial! Hilang wibawanya.

"Bukan urusan lo," ketus Aksa. Melangkah pergi.

"Aksa takut hantu ... Hii ... Aksa penakut. Haha," ledek Laras, mengejek Aksa.

"Diem!"

"Aksa penakut. Wleee ..."

"Diem!"

Dasar Laras, dia malah terus menggoda.

.

.

Laras memang tidak membahasnya ketika ada mama. Tapi tidak setelah mereka tiba di kamar. Laras meluncurkan ledekannya lagi.

"Aksa takut hantu. Hiyy ...." Memperagakan gerakan hantu, dengan membuat tanduk tangan di kepalanya. Padahal gak ada serem-seremnya.

Aksa menatap kesal. "Bisa diam?"

Laras tertawa. "Lucu tahu, Sa. Kirain ngajak duluan karna berani. Tahunya sampek dalam malah ...."

Mulutnya dibekap Aksa.

"Bahas lagi aku cium kamu."

Laras langsung kicep. Mengangkat dua jarinya.

Aksa melepas bungkamannya, dan beranjak ke kamar mandi. Sementara Laras memutar ulang video tadi. Termasuk di dalamnya saat Aksa berteriak heboh. Kamera bergoyang karna memang dia gak sempat mematikan. Laras menutup mulutnya, menahan diri yang sebenarnya pengen ngakak.

Pintu kamar mandi terbuka. Laras melirik. Aksa sudah selesai. Laras mempause videonya. Gantian ke kamar mandi.

Begitu dia kembali, bantal pembatas sudah berada di tempatnya. Aksa benar-benar membatasi mereka. Gadis itu menggendikkan bahu. Lagian gak ada yang dia takutkan. Aksa gak akan berani macam-macam. Dia dilindungi perjanjian itu.

Laras membaringkan badannya. Miring ke kanan. Alias membelakangi Aksa. Melanjutkan menonton video yang dia pause tadi, tentunya setelah dia turunkan volumenya. Suara teriakan panik nan heboh Aksa kembali terdengar. Laras cekikikan sembari menutup mulutnya. Seorang Aksa, yang biasanya sok garang itu takut sama hantu? Mending kalau hantu beneran. Lah, ini, udah jelas cuma hantu-hantuan. Gak nyata. Masak gitu doang takut sih.

"Ehm!"

Laras mempause videonya seketika. Deheman Aksa mengerikan. Mendingan udahan daripada kena semprot. Menarik selimut menutupi hingga seleher. Tidur.

.

.

"Pergi! Jangan ganggu gue!"

Malam-malam, Laras terbangun gara-gara teriakan Aksa. Wajah Aksa berkeringat basah. Bergerak gelisah seakan sedang mengusir sesuatu.

"Jangan ganggu gue, bangke!"

Entah harus kasihan atau ketawa. Melihat raut ketakutan Aksa, melas sih. Tapi, lucu juga. Sampai kebawa mimpi gitu.

Laras mengulurkan tangannya, awalnya ragu, tapi kasihan juga. Perlahan mengusap kepala Aksa lembut.

"Stt .... Gak ada setan. Tidur ...." ujarnya lembut. Tangan Aksa yang terangkat dia genggam dengan tangan kirinya. Menurunkan pelan di atas dada Aksa.

Mulut Aksa bergerak-gerak tanpa suara. Laras masih mengusapnya, memberi ketenangan. Meski menyebalkan, tapi melihat ketakutan Aksa yang sampek segitunya, terbit rasa kasihannya.

Perlahan, deru napas Aksa mulai normal. Raut kakunya juga melemas berubah tenang. Dadanya naik turun dengan ritme teratur. Laras masih mengusap lembut kepala Aksa.

"Kasihan, sampek kebawa mimpi," gumamnya. Bukan mengejek. Tapi dia benar-benar kasihan.

"Ngeliat takutnya Aksa, kok dia kayak trauma ya? Apa dia trauma sama setan?" kernyitnya menduga. "Tapi, masak mama gak tahu sih? Buktinya mama tadi nyuruh dia nemenin gue?" 

Usapannya memelan. Justru kini dia sedang memandangi pria di sebelahnya ini. Jika sedang tidur begini, Sosok menyebalkan Aksa berganti polos. Bibir tipisnya sedikit terbuka. Persis seperti bayi besar yang sedang tertidur.

Lagi-lagi pikirannya disuguhi kelebat pertanyaan.

"Sebenarnya hubungan kalian gimana sih? Kadang gue ngerasa kalian saling cinta, tapi ...." Laras mengela napas panjang. Kadang dia ngerasa, Aksa juga ada perasaan pada Bunga. Tapi, kembali menilik pesan fulgar dari wanita ular itu, harusnya sudah membuktikan sejauh mana hubungan Aksa dengan si wanita uler. Sakit sih harusnya, kalau sampai Bunga masih mau nerima Aksa.

"Tauk ah. Bukan urusan gue juga," gendiknya dan berniat beringsut kembali ke posisinya. Namun Aksa menahannya. Pria itu bahkan menarik tubuhnya. Memeluk. Terang saja Laras membulat. Kejadian yang cepat. Bahkan dia belum sempat membuat pertahanan diri.

Laras bergerak berusaha melepaskan diri. Tapi usahanya sia-sia. Tenaganya kalah kuat dari Aksa, meski pria itu sedang terlelap. Aksa malah semakin mengencangkan pelukannya. Tak ada pilihan lain. Laras pasrah. Lagian, matanya sudah berat. Ngantuk. Nanti juga Aksa bakal lepasin dia kalau udah capek.

Setidaknya itu yang terakhir dia pikirkan. Matanya terlanjur berat untuk menahan kantuk.

.

.

Gerah.

Perasaan ac selalu dinyalain. Tapi rasanya panas. Karna gak betah, Laras membuka matanya. Hal pertama yang dilihatnya, membuat dirinya terkejut. Tepat di depannya, dengan jarak yang hanya sekian sentimeter, tersuguh pemandangan pagi yang gak pernah dia bayangkan. Laras menelan salivanya kasar. Jiwa Bunga-nya memberontak. Bukan segera melepas diri, melainkan malah terpaku di tempat. Memandang lekat wajah yang tersuguh di depannya. Bahkan kini tanpa dia sadari, jemarinya kelewat berani meraba pahatan wajah Aksa. Lagi-lagi menelan saliva susah. Namun, segera dia tarik kembali tangannya dan kembali pura-pura tidur. Aksa sepertinya terganggu dengan aksinya.

Jantung Laras berdetak kencang. Takut Aksa menyadari tingkahnya tadi. Semakin dia menutup rapat matanya. Tangan yang melingkari pinggangnya memudar. Aksa tidak mengatakan apa-apa. Hanya saja, dari gerakannya, pria itu beringsut bangun. Semoga saja harapannya benar, Aksa tidak sadar dengan aksinya. Semoga Aksa memang sudah waktunya bangun. Bukan karna terganggu dirinya.

Sepersekian waktu, tidak terjadi apa-apa. Barulah Laras berani membuka matanya. Menatap hati-hati ke sekitar.

"Huft .... Untung aja dia gak sadar," desahnya, lega. Menoleh ke kamar mandi. Sepertinya Aksa sedang membersihkan diri. Lebih baik dia kabur ke dapur saja.

"Eh, udah bangun, sayang ...."

Laras meringis, malu. Disana sudah ada mama dan bi Imah.

"Em ... Iya, Ma," sahutnya, ikut bergabung.

"Kayaknya nyenyak banget. Capek, ya?"

Laras nyengir tipis. "Iya, ma. Aksa semalam ngi-gau. Jadinya nungguin dia tidur dulu."

"O?" mama mengernyit.

"Dia takut hantu ma. Semalam kan kita dari rumah hantu. Mungkin kebawa mimpi. Hihi."

Mama malah tertawa. "Astaga ... Anak itu ... Mama kira udah gak takut lagi."

"Aksa dari dulu takut hantu, Ma?"

Mama mengangguk. "Hem. Gara-gara pernah dikerjain temennya. Dikunci di rumah kosong. Jadinya gitu deh. Tapi mama kira dia udah gak takut. Soalnya waktu itu pas nyasar sama kamu nginepnya kan di villa tua."

Laras mengerutkan dahi. Dia gak tahu ceritanya.

"Haha. Kamu lupa ya, sayang. Wajar sih, namanya amnesia. Nanti juga inget kok." Mama menepuk pundaknya lembut.

Laras mengangguk, tersenyum tipis.

"Ya udah, kamu mandi dulu sana," perintah mama.

"Nanti aja, Ma," tolaknya. Mengambil sayu, bermaksud membantu.

"Mandi aja. Ntar Aksa kesiangan loh. Ini biar mama dan bi Imah yang urus."

Kok?

"Kamu ikut Aksa ke kantor, oke?"

"Terus mama?" tanyanya.

"Mama ntar siang pulang. Papa minta dikirimin berkas. Ada yang ketinggalan katanya."

Yah, berarti ntar malam balik kamar dong, lamunnya. Memanyunkan bibir. Agak berat sih. Wkwk.

"Udah, mandi dulu sana."

Laras meringis. Mengacungkan jari tanda 'oke.' Dia beranjak kembali ke kamar.

.

.

Di mobil ....

Laras sibuk membenarkan lipstik-nya. Tadi dia gak sempat berdandan, karna ternyata hari ini Aksa ada jadwal rapat pagi. Dan mereka tadi malah bangun kesiangan. Daripada Aksa kesal, dia memilih menunda make up-nya. Gampang. Bisa di lakukan di mobil.

Merasa sedang diperhatikan, Laras menoleh.

"Ngapain lo lihat-lihat? Gak pernah lihat orang pake make-up?"

Aksa menyeringai tipis. Tapi tidak menjawab. Menatap jalanan di depan. Perhatiannya kembali terusik saat Laras mengubah center mirror ke arah gadis itu. Laras sibuk mematut penampilan wajahnya.

"Kenapa? Gue cantik, ya?" Laras berkata, percaya diri.

Aksa terkekeh.

"Gue tahu, kok, gue cantik. Makanya lo mau nikah sama gue. Yah, meski lo sok pura-pura pake perjanjian segala," tukasnya, mengibaskan rambutnya, centil.

Aksa menarik sebelah sudut bibirnya. Rautnya mengejek. "Bukannya kamu, yang memaksa nikah?"

"Ih, mana ada gu ...."

"Perlu bukti? Termasuk memandangiku tadi pagi," potong Aksa.

Laras kicep. Sialan! Jadi Aksa tahu. Dia jadi kesal sendiri. Menggerutu tak jelas. Bersidekap manyun, membuang pandangan ke luar. Malas melihat raut Aksa yang mengejek.

Melihatnya, Aksa menyunggingkan senyum samar. Ada rasa tersendiri setiap melihat gadis di sampingnya itu kesal.

1
kuncayang9
keren ih, idenya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!