7 Jiwa yang dipertemukan dan bahkan tinggal di satu atap yang sama, Asrama Dreamer.
Namun, siapa sangka jika pertemuan itu justru membuat mereka mengetahui fakta yang tak pernah ketujuhnya sangka sebelumnya?.
hal apa itu? ikuti cerita mereka di What Dorm Is This
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon raaquenzyy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 9 (leader and captain)
Usai kejadian tak mengenakkan di ruang tamu, kini Nando memasuki kamar Yanng diisi oleh Cakra dan Hanif. Bibirnya terus mengucapkan sumpah serapah yang tentu ditujukan pada laki - laki paruh baya yang baru saja meninggalkan asrama mereka, pak Danu.
"Na, gimana? Kenapa muka lo begitu deh, nyebelin banget." ledek Hanif dengan kekehan kecil di mulutnya.
"Diem ya! Gue nggak mood bales ledekan, lo." Pria berkulit Tan itu mengerutkan kening nya. Bingung dengan apa yang terjadi saat ia tak ada di ruang tamu bersama teman - temannya yang lain.
Keduanya menoleh saat pintu kembali dibuka dan menampilkan pria jangkung yang berdiri di ambang pintu. "Na, di panggil bang Marv. Kedepan bentar, gue yang di sini." ucap Noah.
"Baru juga duduk! Yaudah gue ke depan." gerutu Nando yang merasa lelah harus terus keluar masuk kamar.
"Ji, jangan pegang apapun, oke? Gue beneran nggak percaya kalau serahin masalah masakan ke, lo. Jadi cukup duduk aja, santai sambil nemenin gue, oke?" Aji mengangguk, ia juga tak bisa melakukan apapun. Mengetahui nama alat yang digunakan saja tidak.
Rencana dari Reihan untuk membuat teh hangat memang betul - betul dilaksanakan. Marvel memerintahkan Aji untuk menemani Reihan saat membuat teh hangat. Keadaan seperti ini tidak memungkinkan bagi satu sama lain untuk berjalan ataupun melakukan aktivitas seorang diri.
"Kenapa, bang?" tanya Nando begitu ia sampai di ruang tamu dan melihat Marvel yang duduk diam. "Duduk dulu."
"Na, di sini gue nggak mau sok kasih nasihat mentang - mentang gue senior, tapi jangan gitu lagi, Na. Semarah apapun kita, tolong tetap ingat sopan santun. Gue cuma ngerasa nggak enak hati sama, pak Danu. Dia yang udah nolong kita dari peristiwa tadi, Na. Coba bayangin kalau nggak ada dia? Kita udah kalah duluan pasti." tutur Marvel, pria itu nampak berusaha mengatur nada bicaranya agar Nando tidak merasa sakit hati.
"Bang, gue cuma minta buat dia jelasin kejadian sebenarnya, nggak lebih! Alasan yang dia kasih sama apa yang udah gue alami itu jelas nggak nyambung. Dari awal kalau memang angker, kenapa separah itu teror nya?! Jelas kata 'angker' nggak ada sangkut pautnya sama ini semua. Pasti ada peristiwa yang kita nggak tau." balas Nando, jujur ia masih emosi karena masalah tadi.
"Na, sabar ya kontrol emosi."
"Kita emang nggak tau ada kejadian apa sampai kita diganggu terus menerus kaya gini, tapi kita juga nggak bisa menyimpulkan kalau ada sesuatu yang pak Danu sembunyikan. Atau kalau emang ada, mungkin dia nggak mau cerita karena ada hubungannya sama masalah pribadi? Kita nggak bisa paksa seseorang buat turuti kemauan kita. Na, ubah sikap ya?" lanjut Marvel dengan senyuman manisnya.
"Iya, maaf. Gue kebawa emosi karen masih pusing masalah Cakra. Tapi malah dapet masalah baru lagi, maafin gue ya, bang." pinta Cakra.
"Iya, kalau mau minta maaf jangan ke gue. Ke pak Danu, besok gue temenin. Oke?" Nando mengangguk, ia memang merasa marah sebelumnya namun setelah Marvel menasihatinya ia hanya merasa jika dirinya ini masih kekanak-kanakan.
"Nggak salah mereka semua pilih lo sebagai pemimpin, bang. Lo paling bisa buat kita semua tenang, tadi lo yang maju paling depan buat nolong Reihan, dan bahkan pasang badan buat kita semua jaga - jaga kalau dia mau nyerang kita lagi. Gue bangga banget bisa tinggal satu asrama sama orang keren kaya lo, bang." batin Nando terus memuji Marvel.
"Yaudah, ayo ke kamar lagi. Liat Reihan sama Aji juga udah masuk kamar." ajak Marvel.
****
Di sisi lain, tepatnya di kamar yang terisi oleh Noah, Hanif dan Cakra, saat yang lain berada di depan, terasa hening sekali. Tidak ada yang memulai pembicaraan sampai melihat pintu yang terbuka kembali dan menampilkan Reihan dan Aji yang berdiri di ambang pintu.
"Cakra, belum sadar?" tanya Reihan dengan tangan yang menaruh nampan hati - hati.
Noah menggeleng. "Bang Marvel, masih di depan?" tanyanya membuat Reihan mengintip melalui celah pintu, tak lama ia mengangguk.
Suara rintihan membuat mereka menoleh ke arah Cakra yang perlahan membuka matanya, kini keempatnya mendekat berusaha membantu pria itu untuk bangun. "Cak, Cakra!" panggil Hanif.
Pria itu membuka matanya sempurna, perasaan lega menyelimuti semuanya. Akhirnya, Cakra Albara Nandara kembali setelah tidak sadarkan diri hampir satu jam.
"Jangan di tanyain dulu mending, kasih minumnya, No. Tolong." pinta Hanif.
Setelah membantu Cakra meminum teh hangat yang Reihan berikan, atensi mereka kembali terarah pada pintu yang dibuka. Di sana, Marvel dan Nando membuka mulut saat mengetahui bahwa Cakra sudah membuka mata.
"Udah bangun? Dari kapan, Nif?" tanya Marvel.
"Barusan, bang."
"Cak, diem aja dulu. Jangan kebanyakan gerak, nanti kalau ngerasa udah enakan baru jelasin ke kita. Sekarang gue mau ngomong sama kalian semua." tegas Marvel membuat yang lain diam memperhatikan sang pemimpin pilihan keenamnya.
"Untuk sekarang jangan sampai ada yang tidur sendiri, paham? Situasi bener - bener nggak aman, setidaknya ada dua sampai tiga anak kalau mau pergi kemanapun. Tolong jaga diri masing - masing dan tetap peduli sama yang lain." lanjutnya.
"Semua udah setuju kan kalau captain di sini itu Noah? Jadi buat lo, No. Bantuin gue buat jaga anak - anak, secara dari dulu gue yakin kalau di antara kita semua itu. Lo yang paling tegas, lo yang paling gede badannya dan gue yakin lo punya cara tersendiri buat lindungi diri lo. Tolong terapkan itu juga ke Cakra sama Aji. Posisi mereka yang lebih muda, mau nggak mau kita harus prioritaskan mereka, kita juga harus cari cara untuk keluar dari sini kalau kondisi Udah makin nggak kondusif." Yang lainnya mengangguk mendengar penjelasan Marvel. Hati mereka menghangat dan mereka bahagia karena tak salah memilih seseorang untuk di jadikan Captain.
"Jiwa kepemimpinan lo kuat banget bang, gue aja nggak yakin bisa sekuat lo. Apa bisa gue jadi Captain yang akan gantiin posisi lo, kalau semisal lo lagi nggak ada di sini? Gue nggak yakin." batin Noah.
"Bang, gimana cara kita keluar dari sini? Hp aja kita nggak bisa pakai buat kabari keluarga. Gue yakin ada yang nggak beres dan semakin mencurigakan. Ada kepikiran cara lain nggak?" cicit Aji.
"Sabar ya, bakal gue usahain buat nanya orang di sekolah. Atau engga gue minta pak Danu, buat telepon keponakannya. Siapa tau dengan cara itu bisa buat mereka keluar dari sini dengan cepat?" tebak Marvel, ia sebenarnya juga tak yakin dengan cara yang akan ia gunakan. namun ia ingin mencoba.
"Untuk sekarang mending coba pakai hp masing - masing aja, kalau emang nggak bisa yaudah gausah di paksa. Cakra biarin aja dulu sambil sesekali di ajak ngobrol." ucap Noah tegas.
Beberapa anak mulai menggerakkan jari dengan lihai di atas layar ponsel, sementara anak yang lain nampak berbicara dengan Cakra saat anak itu hanya diam. Meskipun begitu saat ditanya, Cakra masih membalas.
"Cak, jelasinnya nanti aja nggak pa-pa. Sekarang mending lo tiduran bentar, santai jangan kepikiran masalah tadi di ruang tamu Tapi nanti tetep cerita ya." Cakra hanya mengangguk sebagai jawaban.