Warning!!!
ini hanya sebuah cerita kayalan belaka, bukan area bocil, jika tidak suka silahkan skip.
Tolong juga hargai karya ini dengan memberikan LIKE untuk mengapresiasi karya ini, VOTE atau GIFT sangat berharga buat kami para penulis, terima kasih sebelumnya.
-------
Berkali-kali mengalami kegagalan dalam pernikahan membuat seorang janda muda yang umurnya belum genap 24 tahun nan cantik jelita bernama Sisilia Aramita memutuskan untuk tidak akan menikah lagi seumur hidupnya. Meskipun statusnya janda namun ia masih tatap perawan.
Ia sudah bertekat, jika menemukan pria yang menurutnya tepat ia akan menyerahkan dirinya pada orang itu dan hanya akan menjalani hubungan tanpa ikatan pernikahan.
Hingga ia bertemu dengan seorang pengusaha tampan bernama Jackson Duran, yang membuat dunianya jungkir balik.
Apakah Jackson bisa merubah pendirian Sisilia untuk mau menikah kembali ataukah ia akan gagal mendapatkan cinta Sisilia.
Yuk simak bagaimana kisah mereka berdua...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona manis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bobol gawang
Tolong boom likenya ya readersku tersayang, Nona juga ngarep banget dikirimin bunga atau kopi biar makin semangat nulisnya.
ditunggu komen-komennya juga ya...happy reading
......................
Febi yang merasa jengah pun mendaratkan tubuhnya di sofa di antara kedua sahabatnya itu. Ia sedikit meringis karena masih merasakan perih di bagian tubuhnya.
Sisil dan Nadia kompak memicingkan matanya menatap Febi. Mereka berdua mengamati ruam-ruam di leher Febi. Mereka menelisik satu persatu ruam yang ada di lehernya Febi itu, hingga membuat Febi merasa kesal.
"haisss....kalian ini apa-apaan sih?" ucap Febi kesal
"kamu alergi Feb?" tanya Nadia yang seorang dokter, namun setelah ia perhatikan ruam itu berbeda dengan ruam alergi.
"apa kamu digigit binatang? Leher kamu merah-merah semua" ucap Sisil dengan wajah polosnya
Febi semakin kesal, pagi-pagi ia merayu pacarnya untuk cepat-cepat bertemu kedua sahabatnya padahal mereka lagi asyik-asyiknya, setelah bertemu kedua sahabatnya malah menghadapi kepolosan kedua sahabatnya itu.
"baik...baik...aku cerita..." Febi benar-benar sudah jengah
"ayo...cepat cerita, apa yang terjadi denganmu? Kenapa badanmu aneh begitu" ucap Sisil yang sebenarnya mengkawatirkan Febi
"aku habis bobol gawang!" ucap Febi kesal
"hah...sejak kapan kamu suka main bola Feb?" Sisil melongo mendapat jawaban dari Febi
"aduh...kamu itu gimana sih...udah pernah nikah, tapi bobol gawang aja enggak tahu" Febi makin kesal
"makanya cerita itu yang bener...apa hubungannya main bola sama menikah" ucap Nadia kali ini benar-benar tidak mengerti
"ini satu lagi...katanya dokter, begitu aja enggak tahu" Febi mendengus
"kami mana tahu Feb yang kamu maksud" Sisil memutar bola matanya
"oke...oke...gawangku habis dibobol semalam...bercinta...alias...making love...alias...malam pertama...sudah jelas kalian....?!" Febi benar-benar kesal
Sisil dan Nadia masih menatap Febi dengan tatapan penuh tanda tanya. Febi merasa apa yang ia ucapkan sia-sia, karena kedua sahabatnya masih belum mengerti.
"ya ampun Nad...kamu juga masih belum mengerti? Padahal aku udah sering cerita ke kamu" Febi mendengus
"hah...maksud kamu udah....?" Nadia menutup mulutnya sendiri "terus bagaimana...bagaimana?" Nadia penasaran
Sedangkan Sisil masih menatap penuh tanda tanya pada Febi dan Nadia. Febi menepuk dahinya "aku habis memberikan keperawananku kalau kamu masih bingung" Febi gemas dengan temannya yang satu itu.
"terus...terus...kenapa jalanmu jadi begitu? sepertinya sakit ya?" ucap Sisil polos
"Akhirnya....janda kembangku yang satu ini mengerti juga" ucap Febi lega, sedangkan Nadia terkikik geli mengingat dia dan Sisil benar-benar polos.
"sakit...tapi enak" Febi tergelak melihat ekspresi kedua temannya itu yang sangat lucu di matanya.
"bagaimana ceritanya, sakit tapi enak" Sisil benar-benar bingung, sedangkan Nadia penasaran, meskipun sudah tahu teorinya namun ia belum pernah melakukan atau mendengar cerita langsung.
"awalnya sih sakit...trus lama-lama enak, dan yang jelas bikin ketagihan...hahaha..." Febi merasa puas membuat kedua sahabatnya kehilangan kata-kata.
Sedangkan kedua sahabatnya itu hanya mendengus kesal. Melihat Febi sepertinya puas mengerjai mereka berdua.
.
Di sebuah gedung bertingkat milik JD group Jackson berdiri di depan kaca lebar di dalam ruangannya. Ia melihat pemandangan ibukota dari dalam ruangan itu sambil memegang segelas minuman.
Ia masih memikirkan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Ia mengkawatirkan keadaan papanya, tapi ia pun juga sadar jika ia tetap berada di sana, siapa orang yang berada di balik Lara tak akan muncul.
Instingnya sebagai mafia mengatakan jika ada suatu rencana yang besar di balik Lara yang tiba-tiba berpaling darinya.
Ayahnya sendiri tak pernah mengetahui jika ia mengikuti jejak sang kakek menjadi mafia. Bahkan diam-diam dari kecil ia dan jordan sering menghabiskan waktunya di rumah kakeknya untuk berlatih. Dan ketika ia mendapat kabar jika kakeknya meninggal dalam sebuah kecelakaan, dunianya seakan hancur.
Namun ayahnya tak pernah tahu jika Jack mewarisi kelompok mafia milik kakeknya di umur yang masih tergolong muda.
"Jack...Nona Hera ingin bertemu denganmu" ucap Derry masuk ke dalam ruangan, jika sedang berdua mereka hanya memanggil nama saja.
"aku sebenarnya muak dengan wanita seperti dia, yang tak tahu malu menggoda seorang pria" Jackson masih menatap pemandangan yang ada di depannya
"kalau begitu, aku akan menolaknya" ucap Derry sambil membuka tablet yang ia pegang
"biarkan saja...carikan tempat untukku sore ini, dan seperti biasa...kamu mengertikan maksudku?"
"apa yang membuatmu berubah pikiran?"
"aku hanya ingin membuatnya jera, dan tak akan berani menunjukkan wajahnya di hadapanku lagi" ucap Jack datar "untuk posisi-posisi yang belum terisi apa kamu sudah mengurusnya?"
"minggu depan akan ada interview"
"bagus...aku tak ingin turun tangan langsung, biarkan menejer HRD yang menyelesaikan semuanya" ucap Jack
Derry keluar dari ruangan Jack. Ia segera mengurus semua yang Jack perintahkan. Bekerja dengan Jackson harus bisa cekatan dan tanggap, tak perlu dijelaskan dua kali.
Jackson tak suka bertele-tele, ia hanya mengatakan poin-poin pentingnya saja dan selebihnya bawahannya harus tanggap dan mengerti apa yang ia maksud.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya sore itu, Jackson bergegas pergi ke hotel yang sudah disiapkan oleh Derry. Ia menaiki mobilnya sendiri tanpa sopir.
Jackson masuk ke dalam kamar president suite yang telah dipesan oleh Derry. Dan saat masuk ke dalam ia telah disambut oleh seorang wanita.
"akhirnya kamu mau menemuiku.." ucap wanita itu berjalan berlenggak-lenggok mendekati Jackson.
Jackson berjalan dengan wajah datar, ia tak menghiraukan wanita yang berusaha menggodanya. Kemudian ia duduk di sofa tunggal dan menyilangkan kakinya.
Wanita itu pun berjalan mendekat ke arah Jackson. Ia mulai melepaskan dress minim yang ia pakai. "anak buahku sudah memberitahu semuanya kan?" ucap Jackson dingin
"sudah...aku akan membuat kamu puas" Wanita itu hendak duduk di pangkuan Jackson, namun Jackson mendorongnya dengan tangannya hingga badannya terhuyung ke belakang
"jaga batasan kamu Nona Hera..! Dan....lakukan sekarang!"
"bagaimana aku melakukannya kalau anda mendorong saya..." Hera berusaha mendekati Jackson
"pakai mulutmu yang kotor itu!"
Mata Hera membulat, ia tak menyangka Jackson yang selama ini ia kejar tak bisa ia gapai. Namun ia tak putus asa, ia berniat perlahan akan membuat Jackson jatuh ke dalam pelukannya.
Hera pun mulai membuka celana yang dipakai Jackson, ia mendongak menatap Jackson yang memjamkan matanya. Ia mulai bangkit dan meraba dada Jackson "ingat jaga batasan kamu ******!" Jackson menepis tangan Hera
"lakukan yang aku mau, jika kamu berani menyentuhku, aku pastikan kamu akan hancur!"
Hera pun, mulai memasukkan benda tumpul yang sudah menggeliat dari sarangnya ke dalam mulutnya, namun ia terkejut ketika Jackson tiba-tiba menarik rambutnya dengan kasar dan mulai memajumundurkan kepala Hera.
Hera merasakan sakit dan mual yang luar biasa, ia tak menyangka akan mendapatkan perlakuan seperti itu dari orang yang sudah lama ia incar.
Tidak sebentar Jackson melakukannya, hingga Hera hampir kehabisan nafasnya. Jackson begitu kasar kepadanya, ia berharap Jackson akan segera menyudahinya namun harapannya tinggal harapan, Jackson melakukannya hampir dua jam, dan akhirnya ia mendapatkan pelepasannya.
Jackson melepaskan cengkramannya dan menghempaskan kepala Hera kemudian ia merapikan penampilannya. Tanpa mengatakan apapun Jackson meninggalkan kamar itu.
Hera akhirnya menangis, meraung-raung, mulut dan kepalanya begitu sakit, namun ia lebih sakit lagi ketika ia direndahkan, padahal ia selalu dipuja-puja oleh pria-pria di luar sana.
.
.
.
B e r s a m b u n g