Menunggu selama empat tahun lebih tanpa kepastian, Anya bahkan menolak setiap pinangan yang datang hanya untuk menjaga hati seseorang yang belum tentu ditakdirkan untuknya. Ia tetap setia menunggu, hingga sebuah peristiwa membuat hidupnya dan seluruh impiannya hancur.
Sang lelaki yang ditunggu pun tak bisa memenuhi janji untuk melamarnya dikarenakan tak mendapat restu dari keluarga. Di tengah hidup yang semakin kacau dan gosip panas yang terus mengalir dari mulut para tetangga, Anya tetap masih berusaha bertahan hingga ia bisa tahu akan seperti apa akhir dari kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiada Restu
Dari hari ke hari, Anya melihat semakin banyak yang berubah dalam keluarga mereka.
Kapan terakhir kali ia melihat dan merasakan kehangatan dalam keluarganya? Itu semua sudah berlalu sepuluh tahun yang lalu, saat dia baru menginjakkan kakinya di bangku sekolah SMP.
Saat kakak lelakinya melakukan kesalahan besar, yaitu saat Tino menghamili Elsa, pacarnya sendiri. Kejadian itu diketahui oleh orangtuanya saat keluarga Elsa mendatangi rumah mereka. Siapa sangka kalau Tino malah kabur dari rumah, dan sampai sekarang tidak ada yang tahu di mana keberadaannya.
Saat itu keluarganya harus menanggung malu, menjadi bahan ejekan dan dicaci maki oleh semua warga.
Anya bahkan malu untuk sekadar keluar dan pergi ke sekolah. Namun, ia memiliki Windi sebagai sahabat yang selalu menyemangati dan menghiburnya, membuat dia kembali yakin dan berani untuk melanjutkan sekolahnya.
Saat tahun kenaikan kelas tiba, di sanalah dia bertemu dengan Rizki, hubungan mereka menjadi begitu akrab hingga sekarang.
Begitu lulus, Anya melanjutkan pendidikannya di pesantren terpadu, dia lulus dengan nilai terbaik. Anya berniat melanjutkan lagi pendidikannya, namun saat itu ekonomi keluarganya sedang tidak terkontrol dengan baik.
Anya memutuskan untuk tidak melanjutkan lagi pendidikannya, lalu gantian dengan Sasha yang masuk ke pondok, adiknya cuma bertahan dua tahun di sana.
Sasha minta pindah, dia ingin sekolah di luar seperti teman-temannya, dia tidak mau terkekang, begitu katanya.
Sedangkan saat itu, keadaan ekonomi keluarganya sudah stabil. Ayahnya bahkan bisa membiayai pendidikan Sasha hingga ke perguruan tinggi sekalipun, tapi Sasha malah memilih menghabiskan waktunya dengan bersantai di rumah.
Shopping dengan kawan-kawan sebayanya, pacaran, dan akhirnya ini yang terjadi.
Anya sangat menyesalkan hal itu terjadi kembali seperti sepuluh tahun yang lalu.
Anya keluar dari kamarnya, ia menatap kedua orangtuanya yang sama-sama melamun. Ayahnya berdiri di depan jendela, matanya menatap ke arah luar.
Begitu juga dengan bu Aila, hanya saja tempat mereka berdiri tidak sama. Bu Aila berdiri di depan pintu dengan menyenderkan kepalanya ke sisi pintu, beliau juga nampak melamun.
"Apa yang sedang mereka pikirkan?" gumam Anya.
Sudah dua hari Anya tidak masuk kerja, dan Sasha juga terus berada di kamarnya. Dia keluar hanya untuk makan, dan kemudian kembali mengurung diri di kamar.
Saat Anya berbalik arah ingin pergi ke dapur, ayahnya tiba-tiba memanggil dan bertanya.
"Kenapa kamu tidak masuk kerja?"
"Badan Anya lagi kurang sehat, Yah," jawab Anya seadanya.
Bu Aila yang sudah lama berdiri di depan pintu pun, kini beranjak dari sana dan duduk di atas sofa.
Tentunya mereka terus kepikiran akan anak dalam kandungan Sasha.
Bagaimana mungkin anak itu lahir tanpa seorang ayah?
"Anya, duduk di sini dulu!" suruh bu Aila.
Dengan cepat Anya memenuhi permintaan sang ibu.
"Ada apa, Bu?"
"Kapan Rizki akan datang untuk melamar kamu?"
Ternyata benar seperti dugaannya, sang ibu pasti ingin menanyakan tentang lamaran Rizki.
"Minggu ini, Bu. Dia bilang keluarganya akan datang minggu ini," jawab Anya.
Pak Faisal tidak ikut nimbrung, beliau hanya mendengar saja seolah tidak tertarik dengan masalah lamaran itu.
Pikirannya lebih fokus pada Sasha, beliau sedang berusaha mencari keberadaan Arya. Pak Faisal diam-diam sudah menyuruh orang untuk mencari di mana letak rumah cowok itu, beliau ingin dia menikahi Sasha secepatnya.
"Ibu ingin secepatnya kalian menikah, dan setelah itu ibu ingin kalian bawa Sasha bersama kalian. Ibu tidak ingin ada yang tahu dia hamil di luar nikah, setelah melahirkan nanti, ambil bayi itu dan jadikan anak kalian," ucap bu Aila.
"Apa?" Anya dan pak Faisal tersentak kaget mendengarnya.
"Anya enggak mau, Bu!" tolak Anya spontan.
"Saya juga tidak mau," tambah pak Faisal.
Keadaan mulai memanas, tidak ada yang setuju dengan ide ibunya.
Mereka fokus sendiri, tanpa sadar kalau ada tamu tak diundang yang berdiri di ambang pintu, dengan tangan dan kaki bergetar. Tidak hanya itu, emosinya juga sudah tak terbendung.
Seorang wanita yang kini berdiri di sana adalah ibunya Rizki.
Wanita itu memegang ponsel di tangannya, dan sungguh di luar dugaan. Bu Mila diam-diam merekam pembicaraan keluarga Anya.
"Jadi begini keluarga gadis itu," batinnya semakin gelisah, ada rasa kecewa, dan amarah yang kini terpendam di sana. Jauh di lubuk hatinya ia sedang berusaha untuk menerima keputusan Rizki yang ingin menikahi Anya, dia datang ke sana ingin membahas tentang pertunangan mereka, tapi kenyataan ini yang didapat.
"Ibu, itu anak Sasha. Anak dia, bukan anak aku. Dia yang berbuat kesalahan, kenapa Anya yang harus menanggungnya!?" pekik Anya sudah tak tahan.
"Ayah akan cari lelaki itu, Bu. Dia yang harus bertanggung jawab. Ayah juga tidak mau dia pergi dan lepas tangan begitu saja!" tegas suaminya.
"Ibu tidak mau, Yah! Ibu tidak mau punya menantu seperti Arya itu, dia sudah merusak Sasha, dia merenggut kesuciannya, dan sudah pasti dia bukan laki-laki baik. Ibu tidak mau dia menikah dengan putri kita!" ucap ibunya lebih tegas lagi.
"Lalu ibu mau siapa yang bertanggung jawab? Apakah ada lelaki bodoh yang mau menikahi anak kita yang sudah disentuh lelaki lain!?"
Kedua orangtuanya mulai ribut, Anya semakin pusing dan tidak tahu harus bagaimana.
"Ini salah Ayah, seharusnya Ayah tegas sama Sasha! Seharusnya Ayah lebih memperhatikan pergaulan dia," ucap bu Aila, beliau menyalahkan suaminya yang kurang tegas terhadap putri kedua mereka.
"Kenapa aku yang disalahkan? Urusan jaga anak itu urusan kamu juga, seharusnya kamu suruh dia jagain toko, jangan sibuk pacaran di luar!"
Bukannya mencari jalan keluar, tapi mereka saling menyalahkan, dan mencari pembenarannya.
Anya, dia yang sudah tidak tahan menghadapi situasi saat ini. Berniat pergi dari sana, begitu bangun dari sofa, dia sangat kaget.
Seseorang yang tidak pernah disangka akan datang hari ini, kini telah berdiri di depannya. Bu Mila, ibunya Rizki.
"Ta-tante," ucapnya dengan bibir bergetar.
Wanita yang sudah berumur 40-an dan masih terlihat kecantikannya itu mengulum senyum lembut, Anya pikir bu Mila baru tiba hingga dia tidak mendengar akan apa yang tadi mereka bahas.
Bu Aila dan pak Faisal langsung diam begitu mendengar Anya menyebut kata tante.
Seolah tidak terjadi apa-apa, beliau bangun dan mengajak ibunya Rizki untuk masuk.
"Eh, bu Mila. Sejak kapan ibu datang? Silakan masuk dulu, Bu!" ajak ibunya Anya.
Bu Mila yang tadi tersenyum, kini senyum itu memudar. "Maaf kalau kedatangan saya bikin kalian kaget, saya sudah dari tadi ada di sini. Sudah berkali-kali saya mengucap salam, namun kalian terlalu sibuk berdebat hingga suara saya tidak terdengar," ucap bu Mila menjelaskan, Anya merasakan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.
"Mungkinkah tante udah dengerin semuanya?" batinnya mulai bertanya.
"Bu, silakan masuk dulu! Kita ngobrolnya di dalem aja!" kata bu Aila yang melihat mamanya Rizki masih berdiri di ambang pintu.
"Sepertinya lain kali saja, Bu. Saya ke sini ingin bertemu dengan kalian guna membahas soal pertunangan itu, tapi saya mendapat surprise yang luar biasa hari ini. Maaf, saya tidak bermaksud mendengar obrolan kalian, saya rasa pertunangan ini tidak perlu dilakukan. Saya tidak mau terjebak dengan keluarga kalian yang penuh masalah, saya pamit. Assalamualaikum!" ucap bu Mila untuk yang terakhir kali, beliau pergi meninggalkan kediaman keluarga pak Faisal.
Anya tidak berdiam diri saja, dia lari keluar mengejar mamanya Rizki.
"Tante, tunggu, Tante!" teriak Anya.
"Anya! Kamu mau ke mana!? Enggak usah dikejar! Jangan bikin malu kamu!" teriak ibunya dari dalam.
Anya mengabaikan omongan ibunya, ia berusaha menghentikan mobil yang dikendarai calon mertuanya.
"Ayo jalan, Pak!" suruh bu Mila, beliau merapikan kerudungnya sambil melirik ke samping jendela, di sana tampak Anya yang menangis menyuruhnya untuk berhenti sebentar.
"Tante, tunggu dulu! Dengerin Anya ngomong!" pinta Anya. Sungguh, dia sangat kecewa dengan keadaan sekarang ini.
Anya terus mengetok jendela mobil, berharap wanita itu keluar dan memberinya kesempatan untuk bicara.
"Cepat jalan, Pak!" Bu Mila kembali memberi arahan.
"Bagaimana deng_"
"Biarkan saja, kita harus secepatnya pergi dari sini!" potong beliau.
Si sopir pun mengangguk dan segera melajukan mobilnya meninggalkan kediaman keluarga Anya.
"Tante, tolong beri Anya kesempatan!" teriak Anya.
Bu Mila memutar pandangannya ke belakang, terlihat Anya yang duduk bersimpuh di atas rerumputan halaman rumahnya dengan penuh air mata.
Batin gadis itu pastinya sakit, hatinya serasa dicabik-cabik.
Dari dua bulan yang lalu dia menunggu kepastian ini, kemarin lamaran itu nyaris gagal karena Rizki dijodohkan dengan anak dari pemilik pesantren, dan sekarang benar-benar gagal karena permasalahan yang terjadi dalam keluarganya.
*****
"Gimana? Mama udah ketemu dan berbincang-bincang dengan ibunya kan? Mereka baik-baik semua kan? Mama pasti suka sama Anya, dia cantik dan sopan kan, Ma?" berbagai macam pertanyaan dan ocehan keluar dari mulut putranya begitu beliau tiba di rumah.
"Ya, Anya memang cantik dan baik. Persis seperti cerita kamu." Bu Mila seolah tidak senang menjawab pertanyaan anaknya.
"Keluarganya gimana?"
"Pertanyaan yang bagus." Bu Mila menyenderkan punggungnya ke sandaran sofa, lalu memasukkan tangannya ke dalam tas, dan mengambil ponsel yang tadi digunakan untuk merekam obrolan keluarga Anya.
Bu Mila menghidupkan rekaman itu, Rizki tampak bingung, tapi dia dengarkan juga rekaman tersebut dengan fokus.
"Apa ini, Ma?"
Dia bertanya setelah rekaman itu selesai didengarnya.
"Seperti yang kamu denger," jawab mamanya masih dengan jawaban santai.
"Ma, apa pun yang terjadi aku akan tetap menikah dengan Anya, aku cintanya cuma sama dia, Ma!"
"Cinta, cinta! Terus aja ngomong soal cinta! Ini bukan cuma soal cinta, Rizki. Ini soal harga diri, latar belakang keluarga, dan semuanya! Saat menikah dengan Anya, kamu akan mempertaruhkan semuanya, kamu denger sendiri kan rekaman ini tadi? Mereka mau kalian merawat anak har*m itu. Mereka ingin mengambil keuntungan dari pernikahan kalian, Mama tidak mau besanan dengan keluarga berantakan seperti keluarga Anya!" tegas bu Mila. Keputusannya sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat, beliau mengambil tasnya lagi, dan lalu bergegas pergi dari sana.
"Ma!"
"Jangan paksa mama merestui hubungan kalian!" ucap mamanya sambil menjauh pergi.
Rizki menelungkupkan kepalanya ke bantal sofa, dia semakin bingung harus berbuat apa lagi, harus bagaimana untuk mendapatkan restu itu.
Cowok itu yakin kali ini mamanya benar-benar tidak bisa diajak kompromi lagi.
"Anya, maafin aku," lirihnya dalam hati.