Tahu masa lalunya yang sangat menyakitkan hati satu minggu sebelum hari pernikahan. Sayang, Zoya tetap tidak bisa mundur dari pernikahan tersebut walau batinnya menolak dengan keras.
"Tapi dia sudah punya anak dengan wanita lain walau tidak menikah, papa." Zoyana berucap sambil terisak.
"Apa salahnya, Aya! Masa lalu adalah masa lalu. Dan lagi, masih banyak gadis yang menikah dengan duda."
Zoya hanya ingin dimengerti apa yang saat ini hatinya sedang rasa, dan apa pula yang sedang ia takutkan. Tapi keluarganya, sama sekali tidak berpikiran yang sama. Akankah pernikahan itu bisa bertahan? Atau, pernikahan ini malahan akan hancur karena masa lalu sang suami? Yuk! Baca sampai akhir.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Episode 31
Zoya berpikir kalau wajah bahagia itu muncul karena Arya sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan orang dari masa lalu. Arya bahagia karena memikirkan mereka yang datang dari masa lalunya.
'Kamu bahagia, mas? Kenapa kamu tidak jujur saja padaku kalau kamu ingin bersama dengan dia yang datang dari masa lalu mu sih, Mas? Aku pasti akan lebih baik dari pada sekarang. Aku pasti bisa menerimanya dengan hati yang lega. Meski sakit pasti terasa, tapi itu lebih baik.'
'Sejak awal, pernikahan ini memang tidak seharusnya terjadi. Ada terlalu banyak masalah yang harus kita tempuh.'
'Ya Tuhan.'
Zoya ingin berteriak rasanya. Tapi, itu tidak mungkin dia lakukan. Dia hanya bisa berteriak dalam hati sekarang. Menatap langit pagi yang cerah, Zoya ingin sekali menjatuhkan tubuhnya ke atas rerumputan yang ada di depannya. Ah, tapi tidak. Itu terlalu mencolok jadinya. Karena di sini, dia tidak hanya seorang diri. Ada bi Nari yang mungkin akan melihat, lalu melaporkan apa yang sudah dia lakukan pada Arya.
Hidup memang terlalu sulit. Selalu saja berjalan tidak sesuai dengan harapan. Sungguh menyedihkan.
Waktu berlalu, Zoya pun segera meninggalkan rumah untuk bertemu dengan Desi. Dia sengaja datang lebih awal agar bisa menghilangkan rasa suntuknya di rumah.
Alhasil, dia tiba di cafe tersebut lebih cepat setengah jam dari waktu yang telah sama-sama mereka sepakati.
"Huh, setengah jam lagi."
Zoya pun memilih untuk menyibukkan diri dengan ponsel setelah memesan minuman. Tak terasa, dua puluh menit berlalu, dan Desi pun tiba bersama Gilang.
"Kak Zoya."
Gadis itu cukup antusias berjalan dengan wajah bahagia setelah melihat keberadaan Zoya. Tak lupa, satu tangan dia lambai-lambaikan. Tidak peduli pula dia dengan kehadiran yang lainnya. Dia tetap sibuk dengan apa yang dia lakukan. Bahkan, ketika Gilang menegurnya pun tidak ia hiraukan..
"Kak Zoya. Udah lama?"
"Belum terlalu sih."
"Mas Gilang juga ikut ternyata? Aku pikir hanya Desi aja."
"He, aku ... suntuk di rumah, Aya. Jadi, minta ikut Desi deh pas tahu anak ini mau jalan."
"Anu, apa kamu keberatan? Jika iya, aku gak papa pergi dari sini."
"Ah, tidak. Tidak kok mas Gilang. Aku gak keberatan. Ayo gabung!"
Senyum manis langsung terukir di bibir Gilang. Adik kakak sepupu itupun langsung duduk di meja yang ada di depan Zoya. Setelahnya, mereka pun memesan minuman, lengkap pula dengan cemilan.
"Gak Zoya mau nambah pesan minum gak?"
Desi mendongak untuk melihat Zoya yang ada di depannya.
"Gak deh. Minuman aku masih ada."
"Oh, oke deh."
"Apaan sih. Mau pesan kok malah nanya." Sentil Gilang.
"Kak Gilang yang apaan. Tar kalo gak nanya, jadinya akan mubazir. Tuh, minuman kak Zoya masih ada noh."
Saudara sepupu ini memang suka berdebat. Namun, hal itu tidak jadi masalah buat Zoya. Sebaliknya, perdebatan juga kedekatan keduanya jadi nilai tambah untuk Zoya berteman dengan mereka berdua. Karena, kedua sepupu ink bisa bikin pikiran Zoya yang mumet sedikit berkurang. Karena sikap keduanya ini bisa menghibur Zoya.
Mereka pun ngobrol ringan sambil menunggu apa yang telah mereka pesan tiba. Mereka hanya ngobrol santai, tidak sedikitpun menyinggung soal hubungan antara pasangan masing-masing. Singkatnya, niat awal pertemuan Gilang mendadak hilang setelah bertatap muka dengan Zoya.
Namun, takdir seolah sedang memihak pada Gilang. Takdir yang tahu kalau Gilang ingin mengungkapkan hubungan antara kedua pasangan mereka, malah langsung membantu Gilang untuk melakukan hal itu.
Di saat mereka sedang asik ngobrol. Tiba-tiba saja, mata Zoya tanpa sengaja menangkap sosok yang sangat dia kenali masuk ke dalam cafe. Siapa lagi itu kalau bukan Arya?
Awalnya, Zoya merasa tidak ada yang aneh dengan kemunculan Arya. Namun, sesaat setelah Arya muncul, di belakang Arya malah muncul Kinan yang sedang menggendong anaknya. Sontak, perasaan Zoya langsung tidak baik-baik saja ketika Kinan minta Arya menggendong gadis kecil yang sebelumnya ada dalam gendongannya.
Pluk, tangan Zoya yang sedikit bergetar malah tanpa sengaja menyenggol gelas jus miliknya yang ada di atas meja. Tentu saja hal tersebut membuat kaget Gilang dan Desi.
"Kak Zoya (Zoya). Ada apa?" Kedaunya berucap serentak.
"Gak papa."
"Gak sengaja."
Perubahan wajah Zoya tentu saja bisa keduanya rasakan. Namun, karena Zoya sudah bilang tidak apa-apa, mana mungkin keduanya terus memaksa.
"Mbak." Desi memanggil pelayan cafe.
Sedangkan Gilang berusaha mencari sendiri apa yang sudah membuat Zoya tiba-tiba gugup tak terkira. Dan, pemandangan itupun langsung dia tangkap dengan mata kepalanya. Pasangan mereka sedang bersama saat ini.
Lupa akan keadaan sekeliling, Gilang malah langsung bangun dari duduknya. Bibirnya terasa ringan untuk memanggil Kinan. Tapi, suara tidak ingin keluar. Suara itu seakan tertahan di kerongkongan dengan kuat.
Sementara itu, takdir yang sudah bersedia membantu langsung ikut andil lagi. Arya yang ada di depan sontak langsung bertatap muka dengan Gilang. Perasaan tidak nyaman langsung menguasai hati. Dia merasa sangat bersalah pada Gilang yang jelas-jelas adalah suaminya Kinan.
Langkah Arya tertahan.
"Gilang." Bibirnya berucap pelan.
"Papa." Anak kecil yang ada dalam gendongan Arya langsung memanggil Gilang dengan sebutan papa. Bagaimanapun, anak ini adalah anak yang Gilang rawat sejak bayi. Tentu saja tidak bisa diam saja ketika bertemu dengan pria yang sudah merawatnya sejak lama.
Berat sungguh bibir Gilang untuk menjawab. Matanya terlihat berkaca-kaca. Namun, pria ini adalah pria yang sangat kuat. Senyum kecil dia tarik di sudut bibirnya.
"B-- Beby."
Lalu, mata Arya yang tidak kuat untuk fokus pada pandangannya langsung mengalihkan pandangan. Sontak, jantungnya langsung bergetar hebat ketika mata itu melihat sosok yang paling dia sayangi ada di sana.
"Zoya!"
Tubuh Arya bergetar. Tanpa pikir panjang lagi, anak yang ada dalam gendongannya dia serahkan ke Kinan kembali. Setelahnya, dengan langkah besar dia berjalan mendekat ke meja di mana Zoya sedang duduk dengan posisi tegap sambil menatap lekat ke arah mereka.
Jantung Arya semakin berdetak tak karuan ketika tubuhnya mendekati Zoya. Ya, pikirannya langsung terfokus pada satu hal. Usahanya yang selama ini dia lakukan, mungkin akan musnah begitu saja.
"Zo-- Zoya."
"Bi-- biar aku jelaskan." Arya berucap dengan tergagap-gagap.
Ketika tangannya ingin meraih tangan Zoya yang ada di atas meja. Si pemilik tangan langsung menghindar. Tak lupa, Zoya pun langsung bangun dari duduknya.
"Tidak perlu, Mas. Tidak perlu menjelaskan apapun. Aku sudah mengerti," ucapnya pelan.
Setelahnya, tidak memberikan kesempatan Arya untuk menjawab ucapannya terlebih dahulu, Zoya langsung mengalihkan pandangan dari Arya.
"Mas Gilang."
"Desi."
"Sepertinya, aku harus pergi sekarang. Permisi."
si arya jadi laki kurang tegas,,, dn tdak mau terbuka dn jujur...
, kan jahat q 😣