Sequel: Presdir Tampan Itu Suamiku
Sebuah kesalahpahaman membuat Deya Kanza, gadis 21 tahun itu memutuskan hubungannya dengan sang kekasih. Namun setelah 4 tahun berlalu Deya dipertemukan kembali dengan sang mantan.
Devan Aksara, pemuda tampan 22 tahun itu menyadari kesalahannya setelah sang kekasih pergi jauh. Namun tiba-tiba kesempatan pun datang, dia bertekad untuk mengejar kembali cintanya Deya.
Apakah cinta mereka akan bersemi kembali atau malah berakhir selamanya? ikutin kisahnya yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ucy81, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menjadi Sorotan
Netra Devan melotot sempurna menatap sosok wanita yang dia kenal, tengah berjalan dengan lenggak-lenggok di depan seluruh peserta rapat.
"Riya", gumam Devan. Netranya tidak berpaling dari wanita yang baru saja menatapnya.
"Maaf semua", ucap Deya dengan membungkukkan badan. Lalu dia menatap ke arah pria paruh baya yang sedang menatapnya dengan tatapan penuh arti.
"Em, silakan duduk!" titah paruh baya itu.
Deya gegas menjatuhkan bobot tubuhnya di atas kursi. Tanpa dia sadari sorot mata peserta rapat sedang menyoroti setiap gerak geriknya.
Pria paruh baya yang merupakan pimpinan group Thompson tersebut berdehem untuk mengalihkan tatapan liar dari para pria yang terpana dengan kecantikan Deya. "Ehem, silakan dilanjutkan!" katanya pada sang asisten.
"Baik Tuan!" balas sang asisten. Lalu dia buru-buru membuka acara rapat tersebut.
Para elit yang hadir di sana tampak berdecak kesal melihat sikap pemimpin group Thompson tersebut. Mereka mengira seseorang akan memperkenalkan Deya pada mereka semua.
Suasana rapat pun mulai menegang kala group Thompson mengumumkan kalau mereka akan mengeluarkan salah satu perusahaan yang ada dalam list, dengan alasan perusahaan tersebut tidak kompeten. Sontak semua sorot mata tertuju pada Deya.
"Peserta rapat yang tidak mendapatkan pesan pemberitahuan dari perusahaan group Thompson, adalah perusahaan yang akan di coret dari list!" seru pria yang telah menjadi asisten di group Thompson selama 4 tahun itu.
Semua peserta rapat mulai memeriksa ponsel mereka. Lalu tiba-tiba tampak raut bahagia pada wajah mereka. Namun Deya menunjukkan ekspresi datar.
"Sepertinya tebakan kita benar. Itu perusahaannya wanita cantik ini. Wajahnya terlihat tidak bahagia", ucap salah satu pria paruh baya.
"Sudah biarkan saja dia", balas pria yang duduk disampingnya.
Kemudian pemimpin group Thompson mengakhiri rapat.
*-*
Setelah rapat bubar. Deya bergegas meninggalkan ruang rapat.
"Riya, tunggu sebentar!" hadang Devan kala Deya baru saja keluar dari ruangan.
Sontak Deya menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Devan. "Iya pak", sahutnya.
"Bisa kita bicara sebentar?"
Deya membisu beberapa saat. "Em, saya buru-buru mau ke kampus. Apa tidak bisa dibicarakan setelah jam kuliah saya selesai pak?"
"Oke. Kalau gitu temui saya di ruang Dekan, setelah jam kuliah kamu selesai."
"Baik pak!" Deya gegas meninggalkan Devan. Dia tidak ingin berada terlalu lama di dekat Devan, agar Devan tidak mengenalinya sebagai Deya.
Sementara Devan buru-buru meraih ponselnya. Lalu dia menghubungi seseorang, dan meminta orang tersebut menyelidiki Riya.
"Apakah dia benar-benar Deya?" gumam Devan kala baru saja menyimpan ponselnya. Entah kenapa sejak dia melihat keakraban Riya dan Jordan. Devan mulai curiga dengan identitas Riya. Namun dia tidak ingin terburu-buru menyimpulkannya.
"Bos Devan. Mobil sudah siap", kata sang asisten.
"Ayo!" jawab Devan dengan raut wajah serius. Kemudian dia bergegas meninggalkan hotel tersebut. Setelah itu dia pun berjalan menuju mobilnya yang terparkir diparkiran hotel.
*-*
Setelah beberapa jam berlalu.
Deya baru saja meninggalkan tempat duduknya. Dia mengayunkan langkahnya menuju pintu keluar.
"Riya!" seru Agni hingga menghentikan langkah Deya.
"Ya! Ada apa?" sahut Deya saat membalikkan badannya.
Agni pun bergegas menghampiri Deya. "Ikut denganku!" titahnya seraya berjalan melewati Deya.
Melihat sikap angkuh Agni, Deya pun berniat untuk mengabaikannya. Namun rencananya yang belum tercapai selalu menjadi penghalangnya. Dengan langkah berat Deya terpaksa mengikuti langkah Agni.
"Untuk apa kau membawaku kemari?" Deya bersidekap sembari menatap Agni. Entah kenapa Deya merasa teman sekelasnya itu sedang merencanakan sesuatu yang jahat di sana.
"Apa kau takut?" tanya Agni dengan tersenyum penuh arti.
Suasana sunyi dan rindangnya pepohonan membuat Deya waspada. Meski gadis pemegang sabuk hitam itu mampu mengalahkan 3 orang sekaligus, namun dia tidak ingin gegabah saat menghadapi serangan tiba-tiba.
Agni melangkah maju mendekati Deya, hingga jarak mereka hanya bersisa beberapa centi saja. "Aku tahu kau pasti punya motif mendekatiku! Katakan dengan jelas, apa tujuanmu?"
Deya kaget mendengar ucapan Agni, tapi dia tidak ingin Agni curiga padanya. Sejak kapan dia belajar waspada? Bukankah wanita ini hanya peduli dengan kekayaan? Tanya Deya dalam batin.
Agni tersenyum sinis melihat kebisuan Deya. "Cih, sepertinya kau tidak menyangka aku begitu mudah mengetahui rencanamu."
Sontak Deya tersenyum mendengar penuturan Agni. "Aku hanya kagum padamu. Selain cantik dan muda, kau juga sangat kaya. Jadi aku pikir hanya kamu yang cocok untuk aku jadikan teman. Tapi sepertinya kau tidak menyukaiku. Kalau begitu, aku tidak akan pernah mendekatimu lagi."
Deya gegas membalikkan badannya. Lalu dia ingin mengayunkan langkahnya, namun tiba-tiba Agni menghentikannya.
"Tunggu dulu!" seru Agni.
Sontak Deya menghentikan langkahnya, dan berbalik menghadap Agni.
"Apa kau sungguh-sungguh mengagumiku?" tanya Agni dengan raut wajah serius.
Sementara Deya tertawa di dalam batinnya. Dia sempat mengira bahwa Agni benar-benar pintar. Namun setelah melihat Agni memakan umpannya, dia pun kembali menjalankan rencananya. "Bisa dikatakan, kau itu adalah idolaku", jawabnya dengan tersenyum.
Agni tersipu malu kala Deya menjadikannya sebagai idola. "Bagaimana kalau sekarang kita ke rumahku? Aku ingin menunjukkan kamarku padamu."
"Mungkin untuk saat ini aku tidak bisa."
"Kenapa?" tanya Agni dengan raut wajah tidak senang.
"Pak Dekan mencariku. Bagaimana kalau sore nanti?"
Agni tampak berfikir sejenak. Lalu dia membalas dengan manggut-manggut. "Oke!" jawabnya. "Aku menunggu kedatanganmu sore ini", lanjutnya seraya berjalan meninggalkan Deya.
Sepeninggal Agni, Deya bernafas lega. Dia mengira rencananya mendekati Agni akan gagal. "Huff, hampir saja", gumamnya. Lalu dia pun berjalan meninggalkan tempat itu.
*-*
Beberapa saat kemudian, Deya telah berdiri di depan pintu ruangan sang Dekan. Tangannya terangkat dan hampir saja mengetuk kepala seseorang.
"Akhirnya kamu datang juga", ucap Devan kala baru saja membuka pintu ruangannya.
"Maaf sudah membuat bapak lama menunggu", sahut Deya dengan sopan.
Seketika Devan membisu mendengar ucapan Deya. Lalu dia berdehem kala Deya menatapnya dengan serius. "Ehem, Apa kita bisa bicara di tempat lain?" tanyanya dengan serius pula.
Sontak Deya mengernyitkan keningnya. "Mak- maksudnya gimana pak?" tanya Deya dengan sedikit gugup.
Devan mendengus seraya berkata, "Sebenarnya saya merasa sedikit lapar. Jadi saya mau mengajak kamu bicara sambil makan?"
Deya semakin gugup mendengar ajakan Devan. "Menurut saya itu kurang pantas pak. Saya kuatir seseorang akan melihatnya dan menjadikannya bahan gosip."
"Kamu tidak perlu kuatir. Saya sudah mengatur orang lain untuk ikut dengan kita."
Sepertinya dia sudah mempersiapkannya dengan matang. Ucap Deya dalam batin.
"Bagaimana Riya?" ulang Devan.
"Baik pak", jawab Deya pasrah. Dia tidak bisa lagi menemukan alasan yang tepat untuk menolak ajakan sang mantan tersebut.
"Kalau begitu kita berangkat sekarang", ucap Devan dengan tersenyum penuh arti. Entah kenapa dia merasa senang Deya menyetujui ajakannya.
maaf baru sempat mampir.. lagi sibuk revisi soalnya