FIKSI karya author Soi. Hanya di Noveltoon.
Ganti judul (Alter Ego) 》PERSONA.
Berawal sebagai gadis biasa yang menghadapi diskriminasi, Clara membuktikan dirinya dengan bekerja di perusahaan besar. Di saat Clara menjadi orang kepercayaan sang Bos konglomerat, dirinya menyadari adanya keterkaitan antara kasus yang ditanganinya dan bahaya yang mengancam nyawa orang-orang tak bersalah.
Di satu sisi, memiliki pekerjaan sangatlah penting bagi Clara yang kurang beruntung dalam mencari pekerjaan selama 30 tahun. Namun, pertemuan kembali dengan sahabat semasa remajanya membuat Clara lebih memahami siapa dirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon soisoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IQ & EQ
Kecerdasan manusia dari tahun ke tahun dapat digolongkan secara beragam. Faktor penentunya bisa berupa pengalaman, sifat pembawaan, hingga otak dan emosi yang terlatih.
Dari semua persenjataan dan teknik bertarung yang pernah dikenali Kent, tidak ada yang sebaik milik Tentara Adi Sucipto. Kini, Kent mulai bertanya-tanya darimana sumber amunisi yang mudah diperoleh oleh keluarga Sucipto ini.
"Dulu, ayahku memang diberi kuasa untuk mengatur persenjataan demi mewujudkan perdamaian negara. Seperti yang kamu ketahui, ayahku memiliki rasa solidaritas dan keadilan yang tinggi sedari muda. Entah sejak kapan, ayahku mulai diawasi oleh Menteri Pertahanan dan beberapa kalangan bersenjata hingga dituduh menggunakan persenjataan secara bebas dan ilegal. Apalagi, saat itu mulai terjadi kasus penembakan secara berantai. Masyarakat mencurigai dan menuntut hukuman atas dalih kejahatan ayahku. Saat itu pula, organisasi mafia terbesar di Indonesia mulai bergerak. Ayahku yang seharusnya diadili atas kebijakan negara, mendadak diculik oleh Rosario dan tidak pernah kembali lagi. Namun, Bapak Sean Wahyudi berusaha keras memulihkan nama baik keluarga Sucipto dengan membahas perkara ini bersama para pejabat, tentara, serta ahli hukum hingga keluarga Sucipto diberikan keringanan hukuman dan akhirnya dibebaskan dari tuduhan. Beliau melakukan semua ini walau mengetahui bahaya yang dapat mengancam nyawanya. Itu karena mendiang sangat mengenal siapa penjahat asli di balik semua tragedi ini."
Sambil menyimak, Kent membayangkan kejadian di masa lampau saat dirinya masih remaja dan tidak mengetahui apapun.
Sekitar 15 hingga 18 tahun lalu, kedua orang tua Kent yang terpelajar selalu nampak sibuk bekerja dan kurang menghabiskan waktu dengan putra tunggal mereka. Akan tetapi, Kent selalu diajari etika dan sopan santun, cara berpikir etis, hingga cara menyelesaikan masalah sendiri dari usia yang sangat kecil. Sean Wahyudi menunjukkan toleransi tinggi terhadap orang lain, namun tidak terhadap Kent. Sebagai bocah lelaki, Kent dididik keras agar menjadi tegar dan mandiri.
Tidak ada yang menyangka, kerusuhan besar terjadi hingga menewaskan kedua orang tua Kent yang dijadikan target utama oleh musuh. Selain almarhum Bapak dan Ibu Wahyudi, terdata beberapa kasus mirip yang memakan korban tertentu, sehingga disimpulkan sebagai misteri pembunuhan berantai yang tak terpecahkan.
"Apa yang mau kau pelajari dariku hari ini?"
Pertanyaan Adi mengalihkan Kent dari renungan pribadinya, kemudian ia berpikir sejenak sebelum menjawab.
"Cara menggunakan senjata apa saja, dan tentunya teknik bela dirimu yang tidak ada duanya."
Adi tersenyum singkat, kemudian berkata; "Aku tersanjung kau mengakui bakatku. Walau aku tahu kau bukan pria biasa, tetap saja ambisimu ini melebihi orang normal."
"Haha. Kurasa kau benar. Inilah aku," respon Kent santai dan bersahabat.
"Dulu kau tidak seperti ini," sanggah Adi.
"Dulu? Memangnya kau tahu apa tentangku? Apa kita pernah bertemu?" tanya Kent.
"Tidak, tidak pernah. Tapi, dulu ayahmu sering bercerita tentang putranya yang membanggakan."
Mendengar sugesti semacam ini, Kent tersenyum ringan.
"Ah, mana mungkin! Kau pasti mengada-ada," guraunya.
"Tidak. Aku tidak sedang berbohong kepadamu. Itu benar, Bapak Wahyudi sangat percaya dan berharap bahwa kamu akan tumbuh menjadi seorang pria dewasa yang hebat," tekan Adi.
"Begitukah?" ulang Kent, masih sedikit enggan menerima informasi yang tak lazim baginya ini.
"Ayo, kita mulai sekarang, sebelum aku malas mengajarimu," alih Adi.
"Eh, bisa-bisanya kau berpikiran untuk menghindariku! Bukannya aku teman satu-satunya bagimu?" tegur Kent.
"Yah, kamu memang selalu menangkap maksud baikku dengan pikiran negatif. Padahal aku hanya ingin bilang bahwa kau itu cepat bisa, selama ada yang mengajarimu. Seharusnya kau sedikit bodoh, supaya aku bisa mengerjaimu karena kurang tanggap," balas Adi.
"Ngomong apa kamu ini? Yang kuminta darimu adalah kerja sama dan mengajari, bukan mengerjai!" sentak Kent.
Keduanya bertatapan muka kesal, sebelum akhirnya saling tertawa.
"Tak kusangka, aku akan berdebat dengan putra Bapak Sean yang luar biasa ini," sindir Adi.
"Rupanya, kita sudah sedekat ini," kata Kent setuju.
Tanpa menunda lagi, Kent mulai memilih senjata pertama yang akan digunakan olehnya selama berlatih bela diri bersama Adi hari ini.
"Wah, pisau? Apa kau yakin?" tanya Adi iseng.
"Ya, tentu saja. Apa kau lupa aku juga sudah terlatih?" kata Kent, dengan seketika mengacungkan pisau ke arah Adi.
"Oho. Kau percaya diri sekali," ejek Adi.
"Majulah," tantang Kent.
Baru beberapa detik mengamati Kent yang berada di hadapannya, mendadak pria itu bergerak gesit dan melayangkan pisau itu di dekat leher Adi.
Adi nampak terkejut akan serangan dadakan Kent, namun dirinya menjadi tenang kembali dalam sekejap.
"Kau cepat juga. Menarik. Kelihatannya, aku memang telah meremehkanmu."
"Aku tidak memerlukan pengakuan atau opini darimu. Cepatlah, sebelum aku mulai bosan," kata Kent, seolah membalikkan emosi kepada lawan.
Berikutnya, suara kedua pemuda itu lenyap dan digantikan oleh pertarungan intens yang terus berlangsung. Setelah selesai bertarung sekalipun, keduanya akan sepakat melanjutkan pelatihan dengan granat beradius beberapa meter, pistol, senjata tajam lainnya, hingga senjata tumpul.
Sementara para lelaki menikmati perjuangan mereka sendiri, Clara pun sedang memikirkan cara untuk mengesankan sang Presdir melalui kemampuannya.
Saat ini, Clara nampak berdiri dengan kebingungan di tengah kesibukan para pekerja kantor yang berlalu lalang.
"Duh, gimana aku harus memulainya? Siapa yang bisa kuajak bicara di sini?" gumamnya bimbang, sambil melangkah kecil kesana-kemari.
Melihat gerak-gerik Clara yang cukup aneh dan mengganggu, seorang wanita berjalan mendekatinya.
"Ada yang bisa saya bantu, Bu.. Clara?" sapa wanita yang mengamati nama yang tertera pada jas kerja Clara.
"Ya, Bu.. Rumi," balas Clara, yang juga dapat melihat name tag pada jas kerja lawan bicaranya.
"Apa Ibu Clara sedang mencari seseorang?" tanya Bu Rumi.
"Ah, itu.. Sebenarnya, saya ingin bertanya.."
"Ya, silahkan," jawab Bu Rumi tanggap.
"Kalau boleh tahu, Bu Rumi dari departemen apa ya di lantai 12 ini?" ucap Clara, akhirnya memulai pembicaraan secara natural.
"Saya dari bagian telekomunikasi dan penanganan pelanggan."
Mendapatkan jawaban itu, Clara semakin tertarik.
"Kalau begitu, setiap hari Ibu bisa bertemu dengan klien ya?"
"Benar, tapi tidak hanya itu saja. Tugas saya memang berbicara dengan klien, namun ada juga pendekatan dengan calon klien, serta teknik pemasaran. Kebetulan, sebentar lagi saya akan bertemu dengan seorang klien lama perusahaan L-Group. Jika Ibu berkenan, ikut saja dalam rapat kali ini," ujar Bu Rumi.
"Benarkah saya boleh ikut?" tanya Clara sopan dan bersemangat.
"Ya, silahkan, Bu. Rapat akan dimulai sekitar 1 jam lagi, pada pukul 3 sore. Ibu dari departemen mana ya?" kata Bu Rumi ramah.
"Saya dari-- lantai 22," jawab Clara kikuk, karena belum yakin dengan penjelasannya sendiri.
"Lantai 22.. Berarti, lantai yang sama dengan kantor Presdir ya?" selidik Bu Rumi.
"Benar," jawab Clara singkat, tanpa bertele-tele.
"Baiklah. Saya tunggu kehadiran Ibu Clara 1 jam lagi di ruangan sebelah sana. Di pintunya tertuliskan 'meeting and project room' ya, jadi gampang menemukan saya," ulang Bu Rumi, lalu direspon dengan baik oleh Clara.
Ini suatu kemajuan bagi Clara yang kurang percaya diri dan kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Tanpa keberanian atau tekad untuk memulai, tidak akan ada kesempatan dalam ketidakpastian.
Clara pun mulai memahami arti misi yang diberikan oleh Presdir kepadanya.
- Bersambung -