Lanjutan Cerita Harumi, harap membaca cerita tersebut, agar bisa nyambung dengan cerita berikut.
Mia tak menyangka, jika selama ini, sekertaris CEO yang terkenal dingin dan irit bicara, menaruh hati padanya.
Mia menerima cinta Jaka, sayangnya belum sampai satu bulan menjalani hubungan, Mia harus menghadapi kenyataan pahit.
Akankah keduanya bisa tetap bersama, dan hubungan mereka berakhir dengan bahagia?
Yuk baca ...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hermawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tawaran Mutasi
Awal Minggu, biasanya dipenuhi dengan setumpuk pekerjaan. Sehingga para pekerja, banyak yang memilih berangkat lebih awal agar tak lembur sore nanti.
Tapi khusus hari ini, para staf keuangan penghuni grup khusus. Datang lebih pagi, karena akan mengadakan pesta kecil-kecilan.
Sesuai perbincangan di grup semalam, Indah membawa nasi liwet, Haris membawa lalapan sayur, serta Ringgo membawa sambal buatan sang istri tercinta. Sedang lauk utamanya, tentu Mia.
Aneka jenis gorengan makanan laut, Mia bawa langsung dari tempat produksi nan jauh di sana. Satu plastik besar, dia bawa. Setelah meninggalkan beberapa bungkus di rumah, untuk keluarganya sendiri serta para tetangga dekat.
Jam kerja baru mulai satu jam lagi, keempat staf keuangan sudah berkumpul di pantry, menikmati sarapan ala-ala.
"Minggu kemarin bawain Ubi Cilembu sama tales Bogor, sekarang bawain makanan laut, Minggu besok bawain rendang sekilo, Mi!" cetus Ringgo, usai menelan terlebih dahulu makanan yang telah dikunyah nya.
"Bener banget tuh ..." Sela Haris.
"Doain dong, biar gue banyak rejeki." Sahut Mia. Dan diaminkan oleh yang lainnya. "Oh ya, gue mau cerita, sebenarnya kayak minta saran tepatnya. Tapi wajib kasih saran Ding! Soalnya gue lagi bingung nih!"
"Saran apaan? Kalau nanya rekomendasi liburan Minggu depan, entar gue cari tau dulu." Tutur Indah, yang tengah mengambil kembali sambal buatan Raina, mantan rekan kerjanya, tak lain adalah istri Ringgo.
"Ih ... Bukan, mbak! Ini tuh, soal kejadian Jumat kemarin, masa tiba-tiba Mas Jaka ngajak gue nikah. Dan hari ini juga dia minta jawabannya." Mia ingat saat membuka ponsel, tadi pagi. Jaka mengiriminya pesan dan meminta nanti sore agar dia memberikan jawaban.
Ketiga seniornya kompak menghentikan makannya, tatapnya tertuju pada gadis yang hari ini mengenakan blus biru tua.
"Lo udah nanya ke nyokap, belum?" Ringgo memastikan.
Mia menggeleng. "Nggak berani ngomong, bang! Serius gue belum siap."
"Lo beneran cinta sama Jaka, nggak sih?" Indah juga memastikan.
"Ya cinta lah, kalau nggak cinta, ya kali gue mau dici ..." Mia menutup mulutnya sendiri, dia hampir keceplosan.
"Elah ... Ngomong dicium aja ribet banget, Mi! Kita-kita udah nikah ini. Lo mau cerita abis ditiduri aja, kita nggak masalah kok." Timpal Haris.
"Kita? Lo aja kali, gue nggak ikutan." Indah membantah. "Jangan mau ditiduri kalau belum nikah, Mi! Rugi di elo." Dia mengingatkan.
"Gue setuju sama Indah, seenggaknya Lo harusnya benar-benar yakin sama Jaka. Lagian kenapa buru-buru? Perasaan belum sebulan pacaran deh." Pungkas Ringgo. "Kan anaknya temennya Bu Dessy masih lama datengnya."
"Gue juga nggak tau, bang! Tiba-tiba kemarin dia ngajak nikah, dan minta jawaban entar sore sepulang kerja." Mia menjelaskan. "Apa gue kabur aja entar sore, izin pulang tepat waktu?"
"Saran gue hadapi, Mi! Lo lupa gue pernah cerita, kalau Jaka aslinya kejam. Kalau Lo diapa-apain, gimana?" Haris memberikan pendapat.
"Tapi gue sama sekali belum siap, mas!"
"Saran gue, Lo ngomong apa adanya, kalau Lo belum siap. Lagian ngapain Bu Dessy kurang kerjaan banget, segala mau jodohin orang." Ringgo tak habis pikir pada perempuan yang dulu memimpin perusahaan ini.
Indah juga setuju dengan pendapat Ringgo, sehingga Mia mengambil keputusan, untuk berkata jujur. Kalau dirinya belum siap untuk menikah.
***
Usai jam makan siang, Lukman meminta Mia untuk datang ke ruangannya, katanya ada sesuatu yang ingin dibicarakan.
"Jadi ada apa, bapak memanggil saya? Apa ada pekerjaan saya yang salah?" Mia duduk di kursi di depan meja kerja atasannya.
"Gini, Mi! kalau kamu ke Surabaya untuk sementara. Maksud saya kerja di pabrik sana, apa kamu bersedia?" Lukman sedikit ragu.
"Saya dimutasi, gitu?" Tanya Mia memastikan.
"Bukan mutasi, Mia! Kayak pertukaran staf aja, kebetulan dari divisi keuangan, kamu yang menurut saya bisa ikut. Selain masih singel, kamu sudah lebih dari lima tahun kerja di sini." Lukman menjelaskan. "Cuma sebulan doang kok." Tambahnya.
"Tapi kenapa mendadak begini? Saya kan belum siap-siap, terus saya juga harus mikirin tempat tinggal."
"Oh kalau itu, ada mess khusus karyawati di pabrik. Juga disediakan tunjangan di luar gaji."
"Terus kerjaan saya di sini, gimana pak?"
"Ada Indah dan Raisa, yang akan mengajari staf dari Surabaya. Kan pertukaran staf jadi pasti ada pengganti."
Mia diam sejenak, dia mencerna perkataan atasannya. "Apa sudah disetujui Pak Dimas?" Tanyanya memastikan.
"Ini baru pembicaraan saya sama Pak Tris, kalau kamu setuju, saya akan ajukan pada Pak Dimas dan Bu Yuli."
Mia kembali diam, dia tengah berpikir. Jika Dimas belum tau, artinya sekretarisnya kemungkinan belum tau. "Apa ini cara supaya gue bisa nolak lamaran Mas Jaka, ya?" Monolognya pelan.
"Kamu ngomong apa, Mi?" Tanya Lukman heran.
Mia melambaikan kedua tangannya, "Enggak pak, ini saya lagi mikir." Sahutnya, tak mungkin dirinya jujur pada atasannya, tentang kedekatannya dengan sekertaris CEO. "Gini, Pak! Saya telepon mama dulu, kalau beliau izinkan, saya akan ambil."
"Baiklah, tapi usahakan setuju, ya! dan beri jawaban secepatnya. Pak Tris sudah mendesak." Ujar Lukman.
Mia undur diri, begitu dia keluar dari ruangan managernya, keempat rekannya memberikan tatapan bertanya. Tapi Mia memilih menaikan bahunya, dan segera mengambil ponsel yang dia letakan di samping keyboard, serta meminta izin ke toilet.
Tentu dia tak menuju ke sana. Mia memilih mendatangi tangga darurat, dia akan menghubungi ibunya di sana.
Sampai di tangga darurat, dia melihat ke atas dan ke bawah, memastikan hanya ada dirinya yang ada di sana. Mia duduk di tangga, dan mulai menghubungi Kusti.
Usai mengucapkan salam, Mia mulai menceritakan tentang permintaan Lukman, juga tunjangan yang diterimanya.
"Kalau mama, terserah Mbak Mia. Bagi Mama, yang penting selama Mbak Mia di sana, Mbak Mia harus jaga diri."
"Tapi ini sebulan, Ma. Mia nggak bisa ketemu mama sama Gio, loh!"
"Kan, ada video call, mbak! Lagian buat tambah pengalaman juga. Ini pertama kalinya kamu dimutasi. Jujur sama Mama, Mbak Mia mau nggak?"
Mia menatap tangga di atasnya, dia menghela napas. Sepertinya memang sebaiknya dia mengambil tawaran ini, hitung-hitung menghindari permintaan pacarnya untuk segera menikah.
"Mbak Mia ... Apa masih di situ?"
"Iya Ma, Mia cuma lagi mikir aja."
"Memangnya kapan berangkat?"
"Kalau Mia setuju, baru akan diajukan ke CEO dan HRD, Ma!"
"Pokoknya apapun keputusan kamu, Mama dukung."
"Iya Ma, kalau gitu Mia tutup dulu. Wassalamu'alaikum." Menunggu sahutan dari perempuan yang melahirkannya, barulah Mia menutup teleponnya.
Sekali lagi dia menghela napas, sekali lagi dia meyakinkan dirinya, untuk segera menerima tawaran itu.
Mia bangkit, tanpa membuang waktu, dia kembali menghadap Lukman, dan memberikan jawabannya.
jangan sampai di unboxing sebelum dimutasi y bang....
sisan belum up disini rajin banget up nya....
terimakasih Thor....
semangat 💪🏻