Bagaimana jika degup ku tak kunjung meredup, sedangkan rasamu tak kunjung selaras. Bagaimana jika rindupun tak kian padam namun rasanya terus meredam. Ternyata benar tidak ada yang mampu menggenggam hujan. karena hujan jatuhnya selalu menyakitkan bukan. (Lavanya)
Kisah gadis Bar-Bar yang mengalami broken home, bukan hanya broken home tapi juga broken heart, sebab teman masa kecilnya sekaligus tentangga depan rumahnya mendadak menjauh dan renggang karena di antara keduanya terjadi kesalahpahaman hingga membuat keduanya menjaga jarak, namun memang dasarnya jodoh sudah di pisahkan pun tetap kembali bersama walaupun harus melalui jalur perjodohan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon y.al_29, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Donor Darah
Alvin tidak perduli lagi dengan apa yang di ucapkan oleh Dirga yang saat ini dia pikirkan adalah nyawanya, dia dengan segera mengangkat tubuh Dirga dengan cekatan lalu membawanya keluar karena suara sirene ambulans telah terdengar, sedangkan Lavanya dan Amara hanya mengekori dari belakang, begitu juga dengan Ameena dan Amira. Ketika telah sampai di luar Alvin bertemu dengan para anggota geng motornya.
"Vin sebenarnya ada apa, terus ini siapa" tanya salah satu anggota geng motornya.
"Nanti gue kabarin lagi, posisinya urgent, sekarang bantu gue amanin jalanan biar ga macet, kawal ambulans ini sekarang" perintahnya pada para anggotanya.
"Okey" Balas anak buahnya dengan singkat.
"Aku mau ikut di ambulans aja ya Biru" Ucap Lavanya mata yang sudah bengkak.
"Kamu ikut aku aja sayang, aku masih khawatir takut di jalan kamu kenapa-kenapa" Ujar Xabiru.
"Kamu liat di depan ada geng motor Bang Alvin yang bakal kawal, aku yakin ga bakal kenapa-kenapa ko" Jelas Lavanya.
"Dek, lebih baik lu sama Xabiru aja, tenangin diri lu, nanti gue nyusul pake motor" Jelas Alvin.
"Bener kamu sama Biru aja sayang, Mommy aja yang ikut ambulans" Ucap Amara.
"Yaudah aku ga maksa lagi, sekarang mommy masuk berangkat lebih dulu" Ujar Lavanya yang tak mau berdebat karena itu dapat menghambat, dan berdampak pada keselamatan sang Daddy.
Amara pun tanpa menjawab ucapan sang anak dia segera bergegas masuk kedalam ambulans dan setelahnya mobil itu langsung pergi meninggalkan gedung mewah miliki Mahendra.
Sedangkan di sisi lain Radit, Denis, dan Rafi pun turut bersedih melihat temannya terkena musibah seperti ini maka dari itu mereka berkumpul untuk mencari bukti dan mengamankannya terlebih dahulu.
"Kenapa ada kejadian seperti ini, padahal aku sudah mengetatkan keamanan" Ujar Mahendra.
"Karel kamu sudah cek CCTV, segera lakukan" Ucap Rafi.
"Udah pa, tapi ada sebagian yang hilang, Karel butuh waktu buat mulihin datanya" Balas Karel yang saat ini sedang berkutat dengan laptopnya.
"Apakah ini ada hubungannya dengan saingan bisnis di antara kita"Tanya Rafi.
"Entah, aku juga tidak tahu" Jawab Denis. "Dari sepanjang kejadian aku hanya fokus dengan anak yang tadi menolong Lavanya dan membawa Dirga ke ambulans" Lanjut Denis.
"Itu, dia hanyalah seorang mahasiswa yang bekerja paruh waktu di restoran ku, kenapa memangnya pak" Celetuk Mahendra.
"Bang Alvin, dia temen Lavanya Om, iya kan Bi" Ujar Kenzi.
"Hm, bahkan sudah di anggap seperti Kakak sendiri oleh Lavanya" Ujar Arbian.
" Ketika melihatnya, aku hanya merasa seperti melihat Dirga di masa muda" Celoteh Denis.
"Dia memang anak itu Denis" Ucap Radit dengan singkat.
"Maksud kamu, Hah bagaimana bisa?" Balas Denis dengan terkejut.
"Gotchaaaa, Karel udah dapet semuanya Pa, Om" Girang Karel, sedangkan Mahendra yang melihat cara kerja Karel yang cekatan merasa kagum.
"Kita amankan terlebih dahulu untuk bukti, sebaiknya kita susul yang lain ke rumah sakit sekarang" Ujar Radit.
Yah yang saat ini tersisa hanyalah Mahendra, Rafi, Radit, Denis, Arbian, Karel, serta Kenzi sisanya sudah meluncur ke rumah sakit terlebih dahulu.
"Yaudah ayo" Ucap Arbian.
Sedangkan di rumah sakit, Dirga masih di tangani oleh dokter, Ameena selaku sahabat serta besan, dia berada di sebelah Amara untuk menenangkan Amara, dia tau bahwa Amara merasa sangat terpukul dengan kejadian ini, karena sebenarnya Amara juga masih mencintai Dirga. Begitu pula juga dengan Lavanya yang saat ini masih menangis di pelukan Xabiru.
"Biru Daddy Bir, aku takut" Ucap Lavanya sambil segukan.
"Kamu jangan nangis terus, aku yakin Daddy gapapa" Ucap Xabiru.
"Aku ga bisa bayangin gimana kalo.. kalo...." Lavanya tidak bisa menyelesaikan ucapannya sebab air matanya semakin deras.
"Suuuutttt udah ya, jangan mikir yang engga-engga lebih baik kita doain aja Daddy nya" Balas Xabiru.
Sedangkan di ujung koridor rumah sakit Alvin hanya memperhatikan mereka semua dari kejauhan, dia ingin mendekat tapi dia sadar bahwa dia bukan bagian dari mereka, dia rasa tugasnya sudah selesai. Tapi sekedar untuk pergi rasanya enggan, ada sesuatu yang menahan nya untuk tetap disini, jadi dia memutuskan untuk melihatnya dari kejauhan, dia juga tidak tahu kenapa hatinya ikut sedih melihat kejadian ini, rasanya sangat sakit.
"Bu bagaimana keadaan bapak, Apakah baik-baik saja" Ujar asisten pribadi mantan suaminya itu yang baru sampai, yah tadi ketika mendengar berita tersebut dia segera bergegas menuju rumah sakit untuk memastikan keadaan atasannya, sedangkan Sabrina dan Siska entah dimana kehadirannya.
"Dia masih di periksa oleh dokter doakan saja" Ucap Amara.
"Teh Mara yang sabar ya, kita doain semoga Mas Dirga cepat pulih kembali" Ujar Amira sang adik.
"Terimakasih Mira" Ucap Amara.
"Bagaimana keadaan Dirga" Tanya Radit yang baru datang bukan hanya Radit tapi Mahendra dan yang lainnya juga.
"Masih di tangani dokter" Ujar Ameena.
"Pak Mahen saya meminta maaf, atas kejadian tadi sampai membuat gedung anda berantakan" Ujar Amara.
"Tidak apa-apa, justru saya yang harusnya meminta maaf sebab saya kurang mengetatkan penjagaan sehingga bisa terjadi seperti ini" Ujar Mahendra.
"Iya benar sekali, Bu Amara tidak perlu merasa bersalah" Ucap Nilam selaku istri dari Mahendra.
Ketika mereka sedang berbincang-bincang Asisten pribadi Dirga melihat ke arah ujung koridor di sana terlihat jelas ada seorang laki-laki yang selama 2 Minggu ini dia selidiki asal-usulnya, berbarengan dengan dokter keluar dari ruangan.
"Dok bagaimana keadaannya"
"Dokter Daddy saya baik-baik aja kan" Tanya Lavanya dan Amara bersamaan dengan pertanyaan yang berbeda.
"Baik jadi begini, kita harus segera melakukan tindakanan operasi untuk mengangkat peluru yang ada di dalam tubuh Pak Dirga, tapi kita juga butuh Donor Darah soalnya darah yang di perlukan langka dan stok nya habis, kita memerlukan darah A Rhesus Negatif" Terang sang dokter.
"Darah saya dok, ambil darah saya" Ucap Lavanya yang memang kebetulan golongan darahnya sama dengan sang Ayah.
"Satu orang saja tidak cukup, kalo bisa satu lagi" Jelas sang dokter.
"Ambil sebanyak mungkin yang dokter butuhkan, yang terpenting Daddy saya selamat" Celetuk Lavanya sedangkan Xabiru yang mendengar itu seketika melihat ke arahnya.
"Lavanya!!!!, jangan nekat kamu" ucap Xabiru dengan sedikit penekanan.
"Sebentar Dok, dua orang bukan, yah kami siap" Ujar Radit.
"Satunya siapa?" Tanya Amara.
"Sebentar" Balas Radit sambil berjalan menuju ujung koridor dan itu semua tak lepas dari pandangan semua orang.
"Alvin, kamu bisa ikut saya" Ucap Radit.
"Kenapa yah pak?" Ucap Alvin dengan wajah bingung.
"Nanti saya jelaskan, sekarang urusan nya lebih penting, karena ini menyangkut nyawa Dirga" Jelasnya.
"Okey saya ikut" Ucap Alvin sambil berjalan mengikuti langkah Radit yang lebih dulu melangkah.
"Abang, lu masih di sini Bang?" Tanya Lavanya.
"Dit, Ini maksudnya apa?" Tanya Amara.
"Maaf jika aku lancang, mungkin yang seharusnya menjelaskan Dirga, karena aku sudah memberi tahu dia lebih dulu, tapi dalam situasi seperti ini aku tidak bisa diam saja, hasil tes DNA yang kemarin kita lakukan sudah keluar dan hasilnya positif" Jelas Radit.
"Maksud kamu Dia...." Ujar Amara tanpa melanjutkan ucapnya karena terlalu shock.
"Iya Bu, dan untuk kamu Alvin saya mohon, dengan sangat bantu pak Dirga dia butuh darah kamu dan Lavanya sekarang juga" Ujar Prima sedangkan yang lain hanya diam tak percaya melihatnya mereka juga ikut terkejut dengan fakta yang ada, sedangkan teman-temannya Lavanya yang tidak tahu-menahu dengan apa yang terjadi, merasa bingung dengan keadaan.
"Nak,, ini Mommy nak, ini Mommy" Ucap Amara sambil memeluk erat tubuh Alvin.
"Mom, dia beneran kakak aku yang hilang " Tanya Lavanya.
"Bisa nanti kita bahas ini, sekarang bukankah nyawanya lebih penting" Ujar Alvin tanpa reaksi apapun. Sebab dia juga masih kaget dengan fakta yang ada.
"Tuh kan feeling ku benar" Ujar Denis.
"Berarti selama ini aku memperkejakan anak pak Dirga" Celoteh Mahendra.
"Maksudnya apaan sih ini, ga mungkin kan bang Alvin anak Om Dirga sama Tante Amara" Ucapan Kenzi seketika membuat semua orang menoleh ke arahnya.
"Mungkin, saja dulu mereka kehilangan anak laki-lakinya" Jelas Karel sedangkan semua orang yang mendengar itu seketika terkejut.
"Dek, lu mau donor darah sekarang, apa masih mau disini dengerin mereka" Ujar Alvin.
"Bang, yaudah ayok kita donor darah buat Daddy" Ujar Lavanya sambil berlalu pergi ke laboratorium untuk melakukan transfusi darah.
Lavanya dan Alvin berjalan beriringan berdua menuju ruang laboratorium, di sepanjang perjalanan keduanya hanya Diam tak bersuara. Sampai akhirnya Lavanya memberikan diri untuk bertanya lebih dulu.
"Bang, Kalo emang lu Kakak kandung gue..." Belum sempat Lavanya berbicara Alvin lebih dulu memotongnya.
"Bahas nanti ya Dek, gue juga bingung, biar nanti kita denger penjelasan mommy lu" Ujarnya.
"Mommy kita bang" Ucap Lavanya sedangkan Alvin tidak menjawab apapun.