Kembali Ke Indonesia setelah menyelesaikan pendidikan s2-nya. Anindya harus dihadapkan masalah yang selama ini disembunyikan Abinya yang ternyata memiliki hutang yang sangat besar dan belum lagi jumlah bunga yang sangat tidak masuk akal.
Kavindra, Pria tampan berusia 34 tahun yang telah memberikan hutang dan disebut sebagai rentenir yang sangat dingin dan tegas yang tidak memberikan toleransi kepada orang yang membuatnya sulit. Kavindra begitu sangat penasaran dengan Anindya yang datang kepadanya meminta toleransi atas hutang Abinya.
Dengan penampilan Anindya yang tertutup dan bahkan wajahnya juga memakai cadar yang membuat jiwa rasa penasaran seorang pemain itu menggebu-gebu.
Situasi yang sulit yang dihadapi gadis lemah itu membuat Kavindra memanfaatkan situasi yang menginginkan Anindya.
Tetapi Anindya meminta syarat untuk dinikahi. Karena walau berkorban demi Abinya dia juga tidak ingin melakukan zina tanpa pernikahan.
Bagaimana hubungan pernikahan Anindya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 2 Membuka Cadar
"Kenapa Abi tidak menceritakan semua kepada Anindya? kenapa harus memendam semua ini dan Anindya tidak akan pernah tahu jika ternyata selama ini Abi memiliki hutang puluhan miliar kepada orang itu," ucap Anindya yang kembali ke kamar Abinya setelah mendengarkan semua cerita dari Bibi dan mereka berdua berbicara dari hati ke hati dengan posisi Abinya yang duduk bersandar di kepala ranjang.
"Maafkan Abi. Abi hanya tidak ingin mengganggu konsentrasi pendidikan S2 kamu. Seharusnya kamu memberitahu Abi jika kamu ingin pulang. Jadi Abi bisa memberikan alasan dan akhirnya kamu tetap berada di sana dan tidak perlu kembali ke Jakarta," ucap Abi.
"Maksud Abi akan terus menutupi semua ini dari Anindya dan akan menanggung semuanya. Anindya sangat kecewa jika Abi berpikiran seperti ini Anindya tidak tahu kenapa Abi bisa terlilit hutang seperti ini?" tanyanya yang masih saja begitu cemas.
"Abi tiga tahun yang lalu tertipu oleh kolega bisnis Abi dan uang Perusahaan sedikit demi sedikit habis, Abi harus mempertahankan Perusahaan yang Abi kelola bersama dengan almarhum Umi kamu dan Abi melakukan kerjasama dengan melakukan pinjaman dana ke Perusahaan terbesar di Asia dan Abi tidak tahu jika sekarang bisa jadi seperti ini," ucap Abi.
"Maafkan Abi baru bisa menceritakan semua ini kepada kamu," ucapnya dengan penuh rasa penyesalan.
"Abi tahu kamu marah karena tindakan Abi. Abi bukan hanya ingin menyelamatkan apa yang sudah Abi bangun bersama Umi kamu. Tetapi banyak karyawan yang memiliki keluarga dan juga membutuhkan pekerjaan. Abi hanya tidak ingat mereka juga mendapatkan resiko dari apa yang terjadi," lanjut Abi.
"Anindya akan membantu untuk menyelesaikan semua ini. Mereka tidak punya kuasa memberikan ancaman begitu saja. Anindya akan mencoba meminta keringanan dari mereka agar memberikan waktu lagi untuk Abi bisa mencicil hutang-hutang Abi," ucap Anindya
"Anindya sebaiknya kamu jangan ikut campur. Biar Abi yang menyelesaikan semua ini," ucap Abi.
"Tidak Abi. Kesehatan Abi akan semakin memburuk jika memikirkan semua ini. Jadi Anindya mohon untuk memberikan kepercayaan kepada Anindya agar bisa menyelesaikan semua ini," ucapnya yang berusaha meyakinkan Abinya
Adi tidak bisa mengatakan apa-apa, dia memang sudah tidak mampu lagi mengatasi para rentenir yang datang ke rumahnya yang terus memberikan tekanan yang justru lama-lama dia bisa mati berdiri.
***
Anindya yang turun dari Taxi berhenti di depan Perusahaan besar. Anindya melihat kartu nama yang ada di tangannya dan menyamakan dengan tulisan di atas gedung tersebut.
"Bismillah!" ucapnya yang tidak lupa melibatkan Tuhan untuk memulai sesuatu.
Anindya yang langsung keluar dari Taxi tersebut dan Anindya menghampiri resepsionis yang berkomunikasi dengan wanita yang di sana. Wanita itu terlihat menelpon Setelah itu terlihat wanita itu mempersilahkan Anindya untuk ikut bersamanya dan Anindya terlihat menurut saja. Sampai akhirnya mereka berdua berada di depan salah satu ruangan.
"Sebentar Nona!" ucap wanita itu yang sudah berdiri di depan pintu ruang atasannya yang membuat Anindya menganggukkan kepala.
Tok-tok-tok-tok.
"Tuan. Tamunya ingin masuk," ucap karyawan itu.
"Masuklah!" terdengar suara berat dari dalam.
Anindya yang terlihat begitu gugup dan bahkan jantungnya berdebar dengan kencang.
"Silahkan Nona!" wanita tersebut dengan ramah mempersilahkan yang membuat Anindya menganggukkan kepala.
Wanita itu langsung membuka pintu. Dari depan pintu Anindya melihat seorang pria yang duduk tampak miring dengan satu kaki yang diangkat di atas paha.
"Silahkan masuk Nona!" wanita itu kembali mempersilahkan. Anindya yang berusaha untuk tenang menganggukkan kepala dan melangkah masuk. Anindya menoleh ke belakang yang melihat pintu itu ditutup.
Dia tampak begitu sangat gugup dan mungkin baru pertama kali berada di dalam ruangan dengan pria yang bukan muhrimnya.
Anindya menarik nafas panjang dan membuang perlahan ke depan, kemudian melangkahkan kaki yang beberapa langkah akhirnya tepat di hadapan pria tersebut yang masih sangat fokus pada dokumen yang sejak tadi dia periksa.
"Selamat pagi tuan!" sapanya dengan sangat ramah namun suara itu terdengar sangat bergetar.
Pria itu akhirnya menggeser arah kursinya dan tepat menghadap Anindya. Anindya menelan salivanya tatapan mata langsung beralih dengan menunduk yang tidak ingin melihat pria yang bukan muhrimnya.
Pria tampan dengan wajah yang sangat dingin itu melihat wanita yang dihadapannya tampil begitu tertutup, wajah itu juga tidak diizinkan untuk dilihat dan hanya bisa melihat dari mata yang juga menunduk.
"Suatu kehormatan saya mendapatkan tamu yang ternyata putri dari tuan Abram," ucapnya dengan nada datar yang memang sebelumnya Anindya sudah memberitahu kepada wanita yang sejak tadi mengantarnya bahwa dia dia.
"Maaf jika kedatangan saya mengganggu tuan," ucap Anindya.
"Sedikit mengganggu," jawabnya
"Katakan ada keperluan apa kau menemuiku?" tanya pria itu
"Saya mendapatkan penjelasan dari Abi saya. Bahwa tuan Kavindra memiliki urusan masalah hutang piutang dengan Abi saya. Jadi kedatangan saya kemarin yang pasti berurusan dengan hal itu," jawabnya terdengar begitu tenang.
"Baiklah! saya akan memanggil sekretaris saya untuk melakukan pembayaran hutang tersebut," ucapnya.
"Maaf tuan! kedatangan saya bukan untuk membayar hutang," sahut Anindya yang membuat Kavindra menautkan kedua alisnya.
"Tuan! kondisi Abi saya sangat tidak baik-baik saja. Apa yang terjadi kemarin membuat kesehatan beliau menurun. Saya sangat memohon kepada tuan untuk tidak datang ke rumah saya lagi dan menagih hutang dengan cara berlebihan seperti itu," ucap Anindya.
"Jadi kedatanganmu menemuiku hanya ingin diminta belas kasihan dengan sandiwara dan tutur kata yang sangat manis agar aku bersimpatik dan merelakan hutang itu?" tanya Kavindra dengan sinis.
"Anda salah paham tuan. Hutang tetaplah hutang dan pasti akan dibayar. Saya akan membayar hutang Abi saya. Tetapi jumlahnya sungguh begitu banyak dan saya tidak sanggup membayar secara keseluruhan. Saya meminta waktu dan juga toleransi," ucapnya yang sejak tadi memberanikan diri untuk berbicara.
"Toleransi apa yang kamu inginkan?" tanyanya.
"Tuan. Jumlah hutang Abi saya yang sebenarnya hanya berjumlah 17 Miliar. Tetapi tuan terlalu tinggi memberikan bunga dan yang sudah mencapai 21 Miliar. Hal itu sangat tidak masuk akal dan juga sudah melampaui batas yang sangat diharamkan oleh Allah," ucap Anindya.
Kavindra menyergah nafas dengan mengendus kasar mendengar Anindya berkata-kata seperti itu.
"Jadi sekarang kau ingin menceramahiku. Hey Nona. Kalian telah berhutang begitu lama dan salah sendiri kenapa tidak membayar tepat waktu dan akhirnya bunganya semakin meninggi. Jadi jangan sok menasehati saya. Orang yang berhutang memang memiliki banyak kata-kata dan alasan agar tidak membayar," sinis Kavindra.
"Saya sudah mengatakan akan membayar hutang Abi saya dengan mencicil kepada tuan. Bahkan kedatangan saya saat ini akan membayar satu miliar terlebih dahulu. Karena hanya itu uang yang saya miliki dan saya meminta kepada tuan untuk menghapus bunganya dan memberikan saya keringanan untuk melakukan pencicilan sampai lunas. Saya berjanji akan berusaha semampu mungkin agar hutang-hutang itu lunas tidak sampai 1 tahun," ucapnya dengan harapan besar bahwa segala permohonannya didengarkan oleh pria yang sejak tadi tampaknya tidak peduli dengan alasannya.
"Kau ingin aku menghilangkan bunganya?" tanya Kavindra.
Anindya menganggukkan kepala.
"Baiklah!" Kavindra dengan mudah menyetujui yang membuat Anindya cukup kaget dan bahkan mengangkat kepala.
"Tetapi dengan satu syarat," Anindya mengerutkan dahi yang ternyata semua itu tidak mudah dan harus ada persyaratan.
"Apa syaratnya?" tanya Anindya.
"4 miliyar harus dihilangkan begitu saja dan bukankah sangat tidak etis jika tidak menggunakan syarat," ucapnya.
"Katakan apa syaratnya, Insyaallah saya bisa memenuhi," jawab Anindya.
"Buka cadarmu," jawab Kavindra
Bersambung.........