Bercerita tentang seorang anak yang bernama mugi yang terlahir sebagai rakyat jelata dan menjadi seseorang penyihir hebat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muchlis sahaja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan keter
Sebelum Keter menyelamatkan Zahra, tepat saat dia membunuh Leon, Keter didatangi oleh seorang pria berwajah serius.
“Tuan, ke mana kau akan pergi?” tanya Oneal, pria itu, dengan nada hormat.
Keter menoleh dan tersenyum. “Oh, ternyata engkau ya, Oneal. Aku ingin menyelamatkan Rida.”
Oneal langsung berlutut dan memberi hormat. “Biarkan aku yang menyelamatkan Rida, tuan.”
Keter mengangguk, “Baiklah, aku serahkan Rida kepadamu.”
Oneal mengeluarkan sihirnya, dan seketika itu dia mengenakan jubah hitam dan topeng. “Jangan khawatir, Rida akan selamat.”
Kembali ke saat Keter menyelamatkan Zahra, dia terkejut melihat sosoknya. “Jangan-jangan kau? Keter?”
Keter menatap seseorang berbaju zirah yang menghalangi jalannya. “Masa kebohongan telah usai,” katanya tegas, memperkenalkan dirinya. “Aku adalah Keter, bergerak di balik bayangan untuk memburu.”
Dia maju dengan langkah mantap, tetapi Rus melempar Melly yang sudah terluka saat bertarung dengannya. Keter terkejut melihat Melly terjatuh.
“Langkah terbaikmu adalah menyerah saja. Bisa apa kau memasuki wilayah musuh seorang diri? Tunjukkan rencana apa yang kau siapkan,” tantang sosok berbaju zirah itu.
Keter menatap kosong, “Rencana? Aku tidak punya apa-apa. Yang kuinginkan hanyalah kau pergi dari sini dan mengembalikan guru Melly.”
Melly, yang terluka parah, hanya bisa menggerang kesakitan. “Berhentilah! Pergi dari sini!” teriaknya dengan suara lemah.
Sosok berbaju zirah itu tertawa. “Kekuasaan adalah senjata terkuat di dunia ini. Mau kau pakai tipu daya apa pun, itu tidak akan berarti di hadapan kekuasaan.”
Keter mengepalkan tangannya, menatap tajam. “Sepertinya tidak ada tempat untuk bernegosiasi lagi.”
Sosok berbaju zirah itu tertawa sinis. “Yah, sekarang tunjukkan bagaimana cara mu untuk selamat dari situasi genting ini.”
“Sekarang aku punya pertanyaan yang tidak penting. Apa aku dalam keadaan genting?” Keter melontarkan pertanyaannya dengan nada tenang.
Sosok berbaju zirah itu sedikit terkejut mendengar pertanyaan itu. Keter melanjutkan, “Semua orang di sini takkan bisa menghentikanku.”
Dengan perasaan kesal, sosok berbaju zirah itu memerintahkan seluruh pasukannya untuk menyerang Keter. Keter menciptakan sebuah pedang dan langsung menghabisi seluruh pasukan tersebut.
“Jika kau hanya mengandalkan pasukanmu, kau takkan bisa menghentikanku,” Keter menegaskan.
Sosok berbaju zirah itu mengambil pedangnya dan bersekutu dengan Rus. “Oh tentu saja tidak, aku dan Rus akan maju untuk melawanmu.”
Rus tertawa kecil. “Jangan harap kau bisa selamat.”
Keter menunjuk Rus dan sosok berbaju zirah itu dengan pedangnya. “Baiklah, bersekutulah untuk melawanku.”
Sosok berbaju zirah itu maju cepat, mencoba menebas Keter. Dengan lincah, Keter melompat mundur menghindari serangan tersebut. Melihat Keter melompat, sosok berbaju zirah itu kembali mengayunkan pedangnya. Namun, Keter menepis tebasan tersebut, membuat pedang sosok berbaju zirah itu terlepas dari tangannya.
Keter kemudian menghantam dagu sosok itu dengan lututnya, hingga topeng besinya terlepas. “Amatir sekali,” kata Keter dengan nada menghina.
Ternyata sosok berbaju zirah itu adalah ayah Leon. Dia terjatuh setelah dihantam Keter. Dari sisi lain, Rus mengumpulkan gumpalan sihir dan meluncurkan serangan cepat, tetapi Keter berhasil menghindarinya. “Lumayan,” ujar Keter.
Dengan tatapan tajam, Rus kembali menyerang, beradu pedang dengan Keter. Dalam pertempuran itu, Keter terkejut saat pedangnya terlepas. Melihat kesempatan itu, Rus bergerak cepat untuk menusuk Keter, tetapi Keter berhasil menghindari dan menangkap Rus, melemparkannya ke arah ayah Leon.
Dalam posisi terbaring, ayah Leon dan Rus terjatuh di lantai. Keter dengan cepat mengangkat kakinya, berkata, “Bersiaplah merasakan siksaan.”
Keter menginjak mereka berdua, lalu menggunakan sihirnya untuk memperkuat tekanan gravitasi. Lantai retak di bawah mereka, dan ayah Leon serta Rus berteriak kesakitan.
Siksaan itu membuat mereka memuntahkan darah dari mulut. Ayah Leon berbisik dalam hati, “Di-dia bukan tandinganku. Dia sudah menjadi monster.”
Dengan darah di mulutnya, Rus berkata kepada Keter, “Seluruh kerajaan bangsawan adalah musuhmu. Tidak ada tempat kabur untukmu.”
Dengan tenang, Keter membalas, “Kabur? Siapa? Kemana?”
Lalu Keter berteriak, “Kenapa!!!”
Keter menarik kerah baju Rus, menatapnya dengan tajam. “Wahai si bodoh yang mengaku dirinya Keter, rasakan ini.”
Keter memukuli Rus tanpa henti. Seluruh siswa sekolah sihir hanya bisa terdiam menyaksikan kejadian tersebut. Salah satu dari mereka berbisik, “Sekuat itu kah Keter?”
“Seperti yang kau lihat,” jawab temannya dengan gemetar.
Setelah puas menyiksa Rus, Keter tertawa jahat, merasa puas. “Waktu bermain-main telah usai!”
Dengan itu, petir menyambar, menerangi wajah dan tatapan menakutkan Keter. Seluruh siswa, ayah Leon, dan Rus bergemetaran ketakutan. Keter menarik mereka ke tengah lapangan.
“Ma-maafkan kami!” teriak ayah Leon dan Rus serentak.
Setelah sampai di tengah lapangan, Keter melempar mereka berdua. Keter melayang ke udara sembari berkata, “Dengan ini aku ucapkan terima kasih, dan dengan ini juga main-mainnya telah berakhir. Aku ingin mengerahkan seluruh kekuatanku, jadi aku ingin kalian menerimanya.”
Di udara, Keter tertawa, menciptakan sebuah pelindung sihir yang mengelilingi seluruh sekolah. Pada saat itu, seluruh siswa menyaksikan kejadian mengerikan tersebut. Keter pun berteriak, “Saksikanlah, dan ketahuilah, penghancur bumi dan pembelah langit, serangan pamungkas terkuatku yang tak tertandingi.”
Seluruh gumpalan sihir mengalir ke tubuh Keter, dan dia mengucapkan sihirnya. “Des... tro... yer.... Ledakan terbuka. ”