NovelToon NovelToon
Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Dosen Ngilang, Skripsi Terbengkalai

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Persahabatan / Slice of Life
Popularitas:2.8k
Nilai: 5
Nama Author: Atikany

Realita skripsi ini adalah perjuangan melawan diri sendiri, rasa malas, dan ekspektasi yang semakin hari semakin meragukan. Teman seperjuangan pun tak jauh beda, sama-sama berusaha merangkai kata dengan mata panda karena begadang. Ada kalanya, kita saling curhat tentang dosen yang suka ngilang atau revisi yang rasanya nggak ada habisnya, seolah-olah skripsi ini proyek abadi.
Rasa mager pun semakin menggoda, ibarat bisikan setan yang bilang, "Cuma lima menit lagi rebahan, terus lanjut nulis," tapi nyatanya, lima menit itu berubah jadi lima jam.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atikany, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 9

Initially, sebelumnya, aku memutuskan untuk memilih skripsi sebagai pilihan utama. However, setelah beberapa konsultasi dan saran dari dosen, aku disarankan untuk menggantinya menjadi jurnal.

Ternyata, ini bukan hanya soal preferensi dosen, tetapi juga terkait dengan peningkatan akreditasi yang diinginkan oleh fakultas. Mereka bilang, nerbitin jurnal itu penting untuk meningkatkan reputasi akademik dan bisa memberikan kontribusi yang lebih signifikan di bidang penelitian.

Awalnya, I didn’t understand why, harus beralih dari skripsi ke jurnal. It felt like moving from one world to a completely different one. Rasanya seperti berpindah dari satu dunia ke dunia yang sama sekali berbeda.

Skripsi terasa lebih familiar, seperti zona nyaman yang sudah aku kenal, sementara jurnal itu terasa seperti tantangan baru yang belum pernah aku hadapi sebelumnya.

Dosen menjelaskan bahwa jurnal ilmiah memiliki dampak yang lebih luas karena di-review oleh komunitas akademik dan dipublikasikan di platform yang lebih formal.

Dengan menerbitkan jurnal, aku bisa mendapatkan pengakuan yang lebih besar atas penelitian yang dilakukan, serta berkontribusi pada peningkatan akreditasi akademik.

***

Setelah aku mengganti metode penelitian dari kualitatif ke kuantitatif, aku tahu bahwa perubahan tersebut bukan hanya berdampak pada jenis data yang akan aku kumpulkan, tetapi juga memengaruhi sistematika penulisan proposalku secara keseluruhan.

Salah satu bagian yang paling membingungkan bagiku adalah perbedaan antara kerangka konseptual dan kerangka berpikir penelitian, terutama karena aku harus mematuhi format dan struktur baru untuk metode kuantitatif.

Previously, dalam proposalku yang menggunakan metode kualitatif, kerangka konseptualku terlihat cukup sederhana.

Di situ aku menggambarkan tiga variabel utama: harga (x1), kepercayaan (x2), dan minat konsumen (x3). Ketiganya aku letakkan di kotak yang terpisah, dan masing-masing kotak dihubungkan dengan anak panah ke kotak besar yang berisi tulisan PT A (y).

However, setelah beralih ke metode kuantitatif, aku dihadapkan dengan istilah baru: kerangka berpikir penelitian.

Kerangka berpikir ini, menurut referensi yang aku baca, adalah sesuatu yang lebih kompleks dan memerlukan pemahaman mendalam tentang bagaimana data akan dianalisis untuk menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan penelitian.

I needed to outline the logical flow of the research process, aku harus menggambarkan alur logis dari proses penelitian, mulai dari pengumpulan data hingga analisis dan interpretasi hasilnya.

Aku memulai pencarian dengan membaca berbagai contoh kerangka berpikir kuantitatif dari jurnal dan buku referensi. However, the more I read, the more confused I became. Namun, semakin banyak aku membaca, semakin aku merasa bingung.

My mind felt heavy and pressured, otakku terasa berat dan tertekan, dan rasanya seperti semua informasi yang aku dapatkan hanya menambah kebingunganku.

Aku tidak bisa membedakan apakah apa yang aku baca benar-benar relevan dengan apa yang aku butuhkan, atau hanya membingungkan aku lebih lanjut.

Di satu sisi, aku tahu bahwa kerangka berpikir penelitian kuantitatif harus lebih sistematis dan terstruktur. Ini mencakup beberapa elemen penting seperti hipotesis atau pertanyaan penelitian, variabel yang akan diukur, dan metode analisis yang akan digunakan.

Namun, saat aku mencoba untuk menerjemahkan konsep-konsep ini ke dalam proposalku, aku merasa seperti terjebak dalam labirin yang tidak berujung.

Mungkin ada beberapa elemen kunci yang harus aku pastikan ada dalam kerangka berpikir kuantitatif, seperti:

Hipotesis atau Pertanyaan Penelitian: Menyusun hipotesis yang jelas atau pertanyaan yang ingin dijawab dengan data yang akan dikumpulkan.

Variabel dan Hubungannya: Menjelaskan variabel-variabel yang akan diukur dan bagaimana variabel-variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Metodologi Penelitian: Mendeskripsikan metode yang akan digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data, seperti survei, eksperimen, atau analisis data sekunder.

Model atau Diagram: Menggambarkan model atau diagram yang menunjukkan hubungan antar variabel secara lebih rinci.

Every time I thought about starting to write, it felt like my brain was shutting down. Setiap kali aku berpikir untuk mulai menulis, otakku seolah-olah berhenti bekerja.

Rasanya seperti ada tembok besar yang menghalangi jalanku. But I knew I couldn’t give up. Tapi aku tahu aku tidak bisa menyerah.

Aku perlu menemukan cara untuk memahami dan menyusun kerangka berpikir penelitian ini agar proposalku sesuai dengan standar kuantitatif.

***

Sometimes, rasa malas memang bisa sangat menggerogoti semangat. Setelah selesai mengerjakan satu halaman atau satu bagian dari proposal, aku seringkali merasa terdorong untuk langsung istirahat sejenak.

Biasanya, aku langsung rebahan di kasur, merasakan kenyamanan yang membuai, atau aku meluangkan waktu untuk nonton TikTok, buka Instagram, atau scroll Facebook.

Rasa-rasanya, dengan banyaknya aplikasi media sosial dan konten yang bisa dinikmati, seperti drakor yang sering aku tonton, godaan untuk berlama-lama di dunia maya jadi sangat besar.

Every time I open Facebook or Instagram, it feels like time flies by unnoticed.

Setiap kali aku membuka Facebook atau Instagram, rasanya seperti waktu berjalan begitu cepat tanpa terasa.

Mulai dari melihat update teman-teman, video lucu, sampai berita terbaru, semua itu mengalihkan perhatianku dari pekerjaan yang harus diselesaikan.

Kadang, aku merasa sangat nyaman dan terhibur dengan berbagai konten yang ada, terutama ketika nonton drakor yang sudah menjadi salah satu cara escapeku dari rutinitas yang melelahkan. Namun, seringkali aku juga menyadari bahwa kebiasaan ini membuatku tertunda dalam menyelesaikan pekerjaan.

Going back to the proposal, I know that taking breaks is important for maintaining mental and physical health.

Kembali lagi ke proposal, aku tahu betul bahwa istirahat memang penting untuk menjaga kesehatan mental dan fisik.

Namun, kadang terlalu seringnya istirahat atau terlalu lama tenggelam dalam dunia maya bisa membuatku kehilangan fokus.

It feels like I'm stuck in a cycle, rasanya seperti aku terjebak dalam siklus: menyelesaikan sedikit, kemudian beristirahat terlalu lama, dan akhirnya, waktu berharga yang bisa kuhabiskan untuk menyelesaikan proposal malah terbuang sia-sia.

1
anggita
like👍☝tonton iklan. moga lancar berkarya tulis.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!