NovelToon NovelToon
Nadif - Casanova Time Traveler

Nadif - Casanova Time Traveler

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Time Travel / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Kaya Raya / Romansa
Popularitas:19.9k
Nilai: 5
Nama Author: Fernicos

Nadif, seorang pria tampan berusia 30 tahun yang hidupnya miskin dan hancur akibat keputusan-keputusan buruk di masa lalu, tiba-tiba ia terbangun di Stasiun Tugu Yogyakarta pada tahun 2012- tahun di mana hidupnya seharusnya dimulai sebagai mahasiswa baru di universitas swasta ternama di kota Yogyakarta. Diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan masa lalunya, Nadif bertekad untuk membangun kembali hidupnya dari awal dan mengejar masa depan yang lebih baik.

Karya Asli. Hanya di Novel Toon, jika muncul di platform lain berarti plagiat!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fernicos, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Nadif - Bab 10: Kilau Popularitas

Nadif merasakan perutnya bergejolak saat menunggu di ruang tunggu podcast *Ngobrol Sore*. Ini adalah kali pertama dia muncul di hadapan publik secara langsung setelah single-nya viral. Ruangan itu dihiasi dengan poster-poster musisi terkenal yang pernah menjadi bintang tamu di podcast ini, membuat Nadif merasa sedikit cemas. Di sebelahnya, Mas Bayu mencoba menenangkannya.

“Nggak usah tegang, Dif. Lo cuma perlu jadi diri lo sendiri. Andi orangnya santai, kok,” kata Mas Bayu sambil menepuk bahunya.

Nadif mengangguk pelan. "Gue cuma nggak mau ngecewain orang yang udah percaya sama gue, Mas."

Pintu ruang podcast terbuka, dan Andi muncul dengan senyum lebarnya.

"Nadif! Akhirnya kita ketemu. Gue senang banget lo bisa datang. Ayo, kita mulai aja."

Mereka pun duduk di kursi yang telah disiapkan, mikrofon di depan mereka sudah siap menangkap setiap kata yang akan diucapkan. Andi membuka pembicaraan dengan hangat.

“Jadi, Nadif, banyak yang penasaran. Gimana rasanya tiba-tiba jadi terkenal?”

Nadif tersenyum canggung,

“Sebenarnya, gue juga nggak nyangka bakal secepat ini. Tapi gue bersyukur banget atas respon positif dari semua orang.”

Andi mengangguk sambil mengarahkan mikrofon lebih dekat ke Nadif.

“Lo kan dulunya mahasiswa biasa, ya? Gimana reaksi teman-teman kampus lo?”

Nadif tertawa kecil, mengingat kejadian beberapa hari yang lalu.

“Mereka kaget banget, Mas. Ada yang minta foto bareng, ada juga yang tiba-tiba jadi sok akrab. Lucu sih, tapi gue tetap berusaha buat nggak berubah.”

Andi tersenyum penuh pengertian.

“Itu yang paling penting, Nadif. Tetap rendah hati. Tapi lo pasti ngerasa ada yang beda, kan?”

Nadif mengangguk.

“Jelas beda. Gue jadi lebih sibuk sekarang, banyak yang nawarin kerja sama, endorsement, dan lain-lain. Tapi gue tetap fokus sama karya gue. Gue nggak mau cepet puas.”

Obrolan mereka terus mengalir, menyentuh berbagai topik dari proses kreatif Nadif hingga rencana-rencana masa depannya. Setelah satu jam berlalu, sesi podcast itu pun selesai. Andi bertepuk tangan sambil tersenyum lebar.

“Thank you banget, Nadif. Lo udah kasih inspirasi buat banyak orang lewat cerita lo.”

Selesai dari sana, Nadif dan Mas Bayu keluar dari studio dengan perasaan lega. Mereka berjalan menuju mobil sambil berbicara tentang pengalaman tadi.

“Gimana, Dif? Lo merasa lega kan udah ngelewatin ini?” tanya Mas Bayu.

“Iya, Mas. Gue jadi lebih yakin sekarang. Tapi, gue tau ini baru awal. Masih banyak yang harus gue lakuin.”

Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju studio untuk merencanakan langkah berikutnya. Saat itulah ponsel Nadif berbunyi, sebuah notifikasi dari Instagram. Followers-nya bertambah lagi beberapa ribu hanya dalam hitungan jam.

“Mas, lo lihat ini. Subcriber dan followers gue gila-gilaan nambahnya,” kata Nadif dengan mata berbinar.

“Itu artinya lo di jalur yang bener. Tapi jangan lupa, lo juga harus punya rencana cadangan. Dunia hiburan itu nggak bisa ditebak.”

Setibanya di studio, Nadif langsung disambut oleh Arif yang baru saja selesai dengan beberapa urusan administrasi.

“Nadif! Gue denger podcast tadi, lo keren banget,” sapa Arif dengan semangat.

“Thanks, Mas Arif. Gue jadi lebih percaya diri sekarang.”

Mereka bertiga lalu duduk bersama, merencanakan strategi untuk video klip dan promosi selanjutnya. Namun, tiba-tiba pintu studio terbuka, dan seorang perempuan dengan gaya pakaian modis masuk tanpa permisi.

“Nadif, aku denger kamu lagi sering ke studio ini, makanya aku kesini, kamu apa kabar?” katanya dengan senyum yang terkesan palsu.

Nadif terdiam sejenak, mencoba mengingat.

“Oh, Jessy… Iya.”

Dulu, Jessy adalah salah satu orang yang merendahkannya ketika melihat Nadif mengamen di Malioboro. Nadif tersenyum kecil, menyadari perubahan sikap Jessy yang tiba-tiba ramah.

“Nadif, aku kangen ngobrol sama kamu.” lanjut Jessy, berusaha mendekatkan diri.

Nadif hanya tersenyum tipis.

“Makasih, Jessy. Tapi gue lagi sibuk banget akhir-akhir ini. Mungkin lain kali, ya.”

Jessy terlihat sedikit kecewa tapi tetap berusaha ceria.

“Oke deh, mungkin bisa lain kali.”

Setelah Jessy pergi, Nadif menoleh ke Mas Bayu dan Arif sambil menggelengkan kepala.

“Gue nggak nyangka ada yang tiba-tiba baik kayak gitu. Dulu dia nggak gitu, Mas.”

Mas Bayu tertawa kecil.

“Gue udah bilang, Dif. Popularitas itu bisa bikin orang berubah. Tapi lo harus tetap jadi diri lo sendiri.”

Malam itu, setelah sesi rekaman selesai, Nadif pulang ke kosannya dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, dia senang dengan semua yang telah diraihnya, tapi di sisi lain, dia juga sadar bahwa dunia yang sekarang dia masuki penuh dengan orang-orang seperti Jessy.

Di kamar, Nadif merenung, menatap langit-langit sambil berusaha mengosongkan pikiran. Namun, ingatan tentang masa lalunya kembali muncul. Bagaimana dulu dia harus berjuang keras dan menghadapi banyak kesulitan. Tapi kali ini, dia tahu bahwa dia lebih siap.

Nadif tahu, perjalanan ini masih panjang. Tapi dengan semangat yang tak pernah padam, dia yakin bisa menghadapi apapun yang ada di depan. Dan esok hari, dia akan kembali ke kampus, kembali ke kehidupannya yang baru, dengan kepala tegak dan hati yang lebih kuat.

###

Siang itu di kampus, Nadif duduk santai di sudut taman sambil menikmati minuman dingin. Di sebelahnya, Rama dan Ryo, dua sahabatnya, sedang asyik ngobrol. Suasana kampus terasa berbeda belakangan ini.

Sejak single-nya viral, Nadif merasa ada yang berubah dalam cara orang-orang memandangnya. Dulu, dia hanya seorang mahasiswa biasa, tapi sekarang…

"Bro, lo ngerasain nggak, sih? Kayaknya semua cewek di kampus ini lagi ngomongin lo," kata Ryo sambil menyenggol bahu Nadif.

Nadif tersenyum kecil, tapi ada keengganan di matanya.

"Ah, biasa aja kali, Yo. Gue nggak ngerasa ada yang berubah."

Rama, yang duduk di sebelahnya, tertawa.

"Biasa aja apanya, Dif? Gue tadi denger beberapa anak cewek cakep-cakep di Jurusan Psikologi ngomongin lo terus. Mereka bilang lo bukan cuma ganteng, tapi juga berbakat. Udah kayak paket lengkap, bro!"

Nadif hanya mengangkat bahu, mencoba tak terlalu memikirkan itu semua.

“Gue cuma beruntung, Ram. Gue nggak mau terlalu besar kepala.”

Ryo menyela.

“Beruntung apanya, Dif? Lo kerja keras buat semua ini. Dan sekarang, hasilnya mulai kelihatan. Tapi gue salut sama lo, bro. Meskipun lo udah terkenal, lo masih tetep down to earth.”

Nadif mengangguk, lalu menatap lurus ke depan. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, tapi dia enggan membicarakannya.

Mendadak, ponselnya bergetar. Nadif merogoh saku dan melihat sebuah pesan masuk. Dari Vonzy.

Nadif terdiam sejenak, lalu menunjukkan ponselnya ke Rama dan Ryo.

“Lihat nih, Vonzy baru aja ngechat gue.”

Rama mendekatkan wajahnya ke layar ponsel, lalu membaca pesan itu dengan nada heran.

“Eh, gimana kabar lo, Nadif? Lama nggak ngobrol, deh.” Rama mengulang isi pesan dengan nada sinis.

“Lo mau bales nggak, Dif?”

Nadif menatap layar ponsel dengan ekspresi datar. Rasa sakit dan kekecewaan yang dulu pernah ia rasakan saat Vonzy menjauhinya kembali teringat di benaknya. Tapi sekarang, rasanya berbeda.

“Gue nggak tahu, Ram. Ada bagian dari diri gue yang pengen balas dendam, tapi… untuk apa?”

Ryo tertawa kecil.

“Vonzy yang dulu, kan? Yang ninggalin lo waktu lo lagi di bawah? Sekarang dia nyadar lo udah naik, jadi balik lagi deh.”

Nadif menghela napas panjang, lalu menatap sahabat-sahabatnya.

“Gue nggak mau terlalu mikirin dia lagi. Dulu, gue mungkin masih punya rasa, tapi sekarang… gue udah tahu siapa dia sebenarnya.”

Rama mengangguk setuju.

“Bagus, bro. Lo nggak perlu balas dendam atau apa. Lo udah berada di posisi yang lebih baik sekarang.”

Ryo menambahkan, “Yang penting sekarang lo fokus ke rencana besar lo, Dif. Jangan sampai lo terdistraksi sama hal-hal yang nggak penting.”

Nadif tersenyum, merasa lebih lega setelah mendengar dukungan dari sahabat-sahabatnya.

“Iya, lo bener. Gue nggak mau buang-buang waktu lagi. Gue udah punya rencana besar, dan gue harus tetap fokus ke sana.”

“Ngomong-ngomong soal rencana, gimana perkembangan kerja sama lo sama Mas Bayu dan Mas Arif?” tanya Rama, penasaran.

Nadif merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, lalu menjawab,

“Semuanya berjalan lancar. Pundi-pundi rupiah mulai masuk ke saldo gue, tapi gue nggak mau impulsif. Gue pengen nabung untuk rencana yang lebih besar.”

Ryo mengangguk. “Itu baru Nadif yang gue kenal. Lo nggak kayak artis-artis lain yang baru dapet duit dikit langsung foya-foya.”

Nadif tersenyum, merasa bangga dengan keputusan yang ia buat.

“Gue nggak mau jadi kayak gitu, Yo. Gue udah ngalamin jatuh bangun, dan gue tahu gimana rasanya nggak punya apa-apa. Makanya, gue lebih berhati-hati sekarang.”

Mereka bertiga terdiam sejenak, menikmati kedamaian suasana taman kampus. Namun, pikiran Nadif kembali ke pesan Vonzy. Apa yang sebenarnya diinginkan Vonzy sekarang? Apakah hanya ingin kembali mendekatinya karena dia sudah terkenal?

Tanpa berpikir panjang lagi, Nadif memutuskan untuk tidak membalas pesan itu. Dia menekan tombol delete, menghapus pesan Vonzy dari ponselnya.

Rama memperhatikan tindakan Nadif dengan mata berbinar.

“Gitu dong, bro. Move on dan fokus ke hal-hal yang lebih penting.”

Nadif hanya mengangguk pelan, merasa beban di hatinya sedikit berkurang.

“Ya, gue harus mulai belajar buat nggak peduliin orang-orang yang nggak benar-benar tulus sama gue.”

##

Malamnya, Nadif duduk di kamarnya yang sederhana. Beberapa bulan lalu, ia tak bisa membayangkan akan berada di posisi ini—sukses secara finansial dan punya cukup uang untuk membantu keluarganya yang sempat terpuruk. Waktu itu, ponselnya berdering, suara dari kampung halaman.

“Mas, apa kabar?” suara Ibunya terdengar hangat di telepon.

“Alhamdulillah baik, Bu. Gimana kabar Ayah sama Ibu?” jawab Nadif dengan senyum tipis, tapi penuh rasa sayang.

“Kami baik, Mas. Ayah juga mulai sehat lagi. Alhamdulillah berkat bantuan kamu, usaha kita bisa jalan lagi. Bapak mau sampaikan terima kasih banyak. Kami bangga sama kamu, Mas.”

Nadif merasakan kelegaan yang besar. Sejak keluarganya mengalami kebangkrutan di masa lalu, hatinya selalu dipenuhi dengan rasa bersalah. Dia merasa tak berdaya, tak bisa membantu keluarganya keluar dari kesulitan. Tapi kini, ia bisa memberikan modal untuk usaha mereka kembali.

“Mas, Ibu cuma mau bilang, jangan sombong, ya. Tetap rendah hati dan jangan sampai lupa sama kuliah kamu,” lanjut Ibunya dengan lembut, tapi tegas.

“Iya, Bu. Insya Allah, Mas tetap fokus. Doain Mas terus, ya,” kata Nadif dengan nada tulus.

“Pasti, Mas. Kamu harus jaga diri baik-baik di sana.”

Obrolan singkat itu menutup dengan doa dari kedua orang tuanya. Setelah telepon ditutup, Nadif bersandar di kursinya, menatap langit-langit kamar yang tampak biasa saja, tapi penuh dengan kenangan pahit.

###

**Di kehidupan sebelumnya**,

Keadaan jauh berbeda. Setelah keluarganya bangkrut, Nadif terpaksa kuliah sambil bekerja serabutan—mulai dari pelayan kafe hingga tukang angkut barang di pasar. Dia bertahan hidup dari gaji kecil yang hanya cukup untuk biaya kuliah dan makan sehari-hari. Akhirnya, beban itu menjadi terlalu berat, dan Nadif terpaksa drop out dari kampus. Hidupnya penuh dengan kepahitan, kehilangan harapan, dan perasaan hancur.

Tapi ada satu cahaya yang sempat menerangi kehidupannya saat itu—Nia. Mantan istrinya yang dulu datang saat Nadif berada di titik terendah. Nia memberikan harapan, cinta, dan alasan untuk bangkit kembali, walau akhirnya ia juga meninggalkan Nadif karena kemiskinan.

Di kamarnya yang sepi, Nadif merasakan kerinduan yang mendalam. Ia merindukan masa-masa bersama Nia, dan terutama merindukan anak-anaknya, Vino dan Veny. Wajah-wajah mungil mereka yang penuh senyum, tawa mereka yang riang, membuat hatinya terasa hangat sekaligus pedih.

“Vino… Veny…” Nadif membatin, mengingat anak-anaknya yang lucu dan pintar. Mereka adalah kebanggaannya, meski hanya ada dalam kehidupan sebelumnya.

Namun, Nadif sadar, dalam kehidupan yang sekarang, tahun 2012, belum waktunya mereka hadir di hidupnya. Segalanya masih baru, jalannya masih panjang, dan ia belum siap membawa mereka kembali.

"Suatu hari nanti… kalau waktu itu datang, kita akan bertemu lagi. Aku janji.” Nadif berjanji dalam hati, sambil memandang langit malam melalui jendela kamarnya.

Bulan yang bersinar terang seolah memberikan harapan, bahwa suatu hari, semuanya akan menjadi lebih baik. Baginya, masa lalu adalah pelajaran berharga, tapi masa depan adalah harapan yang harus ia perjuangkan.

1
Juprianto
Luar biasa
Cha Sumuk
bagus sih ceritanya tp tdk suka BC klo ada panggilan lo lo gue gue hehe
RJ 💜🐑
mampir, untuk baca novel pria yang kembali ke masa lalu 🤗❤
Fa.NT
Luar biasa
Fa.NT
fighting yxx
Fa.NT
wih good 👊 Nadif
Azis
Ceritanya relate banget, si author jadi kaya cenayang yg bisa tau ini itu
Kita sebagai pembaca seolah dibawa oleh penulis buat ngerasain apa yg Nadif alamin. Keren bangettt 🌟🌟🌟🌟🌟
Fernicos: makasih mas aziz 🥰
total 1 replies
... Silent Readers
Luar biasa
Anna🌻
aku mampir thor, Ceritanya menarik
semangat berkarya ya thor🙏🏽
Fernicos: Hai kak Anna salam kenal, makasih dah mampir yaa
total 1 replies
オーロラ79
"Dif....Nadif!" jiwa dari MASA DEPAN, tapi kenapa NAIF banget sich?! Katanya mau memperbaiki diri???? Koq malah mendekat ke.perempuan2 yang HAUS HARTA?!

#Gemes aku bacanya klw MC-nya Naif kaya gini.

Harusnya MC lebih Cool dan benar2 fokus memperbaiki diri, bahagiain keluarga, memantapkan karirnya. Jangan diajak2 RUSAK, malah mau...🙄
オーロラ79: oke..👍
Fernicos: Hehe udah nikmatin aja ya alur ceritanya, bakal makin seru kok. Ini cerita udah sampe bab 80 loh, tapi sengaja aku update sehari satu aja /Smile/
total 4 replies
Fa.NT
gak tau ya kesini gak suka tuh sama Jessy. kalau ada aku empat mata nih maki maki ni orangnya biar mikir !! seru Cerita nya tapi lelah aku.
Fa.NT
ya jelas dong dia suka cinta ama Vonzy gimana sih pikiran lu, gak mungkin si Nadif mau mencuri? kalu gak mencuri perhatian nya neng
Fa.NT
jelas terganggu lah Nadif, helo gak mungkin gak akan terganggu tau tau dia hamil aja kan lucu
Fa.NT
bacot lu Jessy kalau gue jadi Nadif tinggalin dia salah sendiri, bjir bgt ada cewek kek gitu dasar
Fa.NT
hahaha kok gini sih? lu gak mesti ngerasa bersalah kalau si Jessy yg bilang dia menyesal, lu nyeselin apa Dif heran gue. tapi sekarang gue paham.
Fernicos: Nyeselin ilang perjaka wkwkw
total 1 replies
Fa.NT
cinta gak mikir 2 kali, sama kayak udah kerasukan setan mana sadar
Fa.NT
ciaaaa nyalahin diri sendiri, ngaku ya neng
Fa.NT
waw aku terkejut mamah
Fa.NT
hahaha
Fa.NT
tuh kan si Alex nih kayak gini, bikin minta dipukul tau gak sih Elx
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!