Kinan hanyalah gadis biasa, dirinya mengadu nasib pergi ke kota bersama temannya setelah mendapatkan informasi kalau ada yang membutuhkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga, demi kebutuhan dan juga ingin mengurangi beban keluarga Kinan akhirnya pergi ke kota jakarta, Di sana Kinan harus berhadapan dengan Daniel pria tampan yang bahkan tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya. Mampukah Kinan bertahan di jakarta atau memilih pulang dan melanjutkan sekolah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus Bertanggung Jawab
Pukul tujuh malam Daniel dan kedua orangtuanya tiba di kediaman bunda Tata. Jalan tol macet parah di sebabkan karena ini hari Minggu jadi semua orang sibuk liburan.
Sinta membukakan pintu sedangkan Mbak Nii yang kebetulan belum pulang membuka gerbang. Pak Yanto sendiri sudah pulang karena tidak ada lagi keperluan. Besok dirinya baru akan kembali pagi-pagi buta, mengingat Bunda Tata tadi memintanya untuk datang tanpa terlambat.
Tanpa ada penyambutan seperti biasanya. Bu Tari melenggang masuk di ikuti Pak Teo, sedangkan Daniel masih berada di dalam mobil. Menatap dengan penuh tanya kiranya ada apa tantenya itu meminta datang sebegitu mendadaknya.
"Ada apa ya kira-kira?" Tanya Daniel sedikit bimbang, bagaimana kalau benar Sarah mengatakan sesuatu yang membuat Tantenya itu marah.
"Mending masuk aja." Segera Daniel keluar mobil dan berlari masuk.
Di dalam Bunda Tata yang tengah duduk bersama pak Arman menyambut dengan raut wajah datar, tapi terlihat mata bunda Tata sedikit sembab dan memerah seperti habis menangis untuk itu Bu Tari bertanya.
"Kamu kenapa Dek, kok kaya abis nangis?"
Bunda Tata menggelengkan kepalanya. "Kakak duduk, ada yang mau Tata bicarakan."
Daniel berjalan menghampiri keluarganya. Tatapan bunda Tata dan pak Arman begitu mengintimidasi Daniel.
"Tante , Om." Daniel mengulurkan tangannya untuk menyalami suami istri itu. Tapi bunda Tata menepis alih-alih menerima seperti suaminya.
Semua terheran termasuk Daniel. "Tante kenapa? Ada masalah apa?"
Daniel masih berdiri dengan raut wajah kebingungan pun kedua orangtuanya.
"Duduk aja dulu." Pak Arman segera menarik Daniel untuk duduk.
Di dapur Sinta memperhatikan bersama dengan mbak Nii.
"Kira-kira ada apa sih, Kok mereka jadi tegang begini. Rekaman apa yang bunda tadi liat?" kata sinta penuh tanya. Sedari tadi sore bunda Tata dan pak Arman majikannya hanya diam dan mengurung diri di kamar. Tidak sedikitpun memberi penjelasan kepada Sinta, dirinya semakin bertanya-tanya dengan sikap kedua majikannya itu. Apalagi terakhir mereka mendengar nama Kinan dan Daniel di sebut.
Di tengah rasa penasaran. Mbak Nii menutup mulutnya membuat Sinta yang ada di sana terkejut melihat tingkahnya itu.
"Kenapa mbak? Kalau mbak tau kasih tau Sinta?"
"Saya juga ga tau ya. Tapi bagaimana kalau Kinan dan den Daniel tidur bersama. Saya baru ingat mbak Cicah pernah cerita. Di kasur ada bercak darah, Den Daniel ga kenapa-kenapa kata mbak Cicah, ga ada luka juga."
Mendengar itu Sinta mematung. "Ga mungkin mbak, ga mungkin."
"Tante, kalau Daniel ada salah Daniel minta maaf." Ucap Daniel dengan lemah, dirinya merasakan takut ketika Tantenya yang baik dan menyayang itu mendiaminya begitu, apalagi tidak ada senyuman yang selalu di perlihatkan.
Di ruang keluarga itu nampak sunyi sesaat, bunda Tata masih diam bersama juga pak Arman. Bu Tari dan pak Teo memperhatikan tanpa ingin berbicara. Dalam pikiran mereka pasti ada masalah yang menyangkut dengan anak semata wayang mereka. Terlihat dari sikap Bunda Tata kepada Daniel.
Pak Arman yang diam itu mencairkan suasana dengan membuka mulutnya. "Maaf kalau Tata minta kakak datang dengan cara seperti ini. Karena ada hal penting yang harus kakak ketahui, ini menyangkut Daniel."
Mendengar itu keduanya saling tatap. "Ada apa memangnya? Apa yang sudah Daniel lakukan sampai kami di minta datang?" Pak Teo menatap adik iparnya itu seolah meminta jawaban.
Pak Arman mengangguk, tanpa kata menarik laptop yang sedari tadi terlipat di atas meja. Membukanya dan mengarahkan kepada Daniel dan kedua orangtuanya.
Ketiganya sontak menatap layar laptop. Di sana ada rekaman Daniel menarik Kinan si pembantu yang juga Bu Tari dan pak Teo ketahui seperti apa anaknya. Melihat itu mereka langsung mengingat bagaimana Daniel tidak sengaja menumpahkan Jus ke baju Kinan.
Daniel menghela napas, wajahnya berubah merah, menunduk karena takut akan kedua orangtuanya.
Daniel, Daniel, Kamu minta gadis itu tutup mulut, liat sekarang malah keluarga mu sendiri yang membukanya. Aku melupakan di rumah ini ada cctv.
Bu Tari mematung melihat tingkah anak laki-lakinya itu. Matanya mulai berkaca-kaca bibirnya rapat. Otaknya seakan membeku, darah seakan mendidih di embun-embunan.
"Ya Allah Kakak, kenapa kamu lakuin itu kak?" Bu Tari meraung Manakala melihat lanjutan rekaman di mana Kinan keluar kamar pukul 12 malam dengan penampilan yang kacau, itu artinya Kinan dan Daniel berdua dalam kamar satu jam lamanya.
"Bunda, Ayah, maafin Daniel, waktu itu Daniel Khilaf Demi Allah,"
Pak Teo bangkit dan menarik baju Daniel. "Jangan bersumpah atas nama Allah Daniel, kamu sudah berbuat salah, Katakan dengan jujur apa yang sudah kamu lakukan dengan gadis itu?" Pak Teo menuntut jawaban kepada Daniel yang mematung dengan menatapnya sedih.
Bu Tari menangis tak percaya dengan tingkah Daniel. Melakukan hal yang di benci Tuhannya.
"Ya Allah, salah apa aku ya Allah, kenapa cobaan ini datang kepada keluarga ku ya Allah."
Bunda Tata segera menarik tubuh kakaknya yang lemah, memeluknya dan memberi pelukan. "Maaf kak, Tata ga jagain Daniel. Tata lengah."
"Daniel jawab ayah, apa yang sudah kamu lakukan dengan gadis itu di kamar?"
"Maafin Daniel yah, Daniel Khilaf."
Sinta yang menyaksikan bagaimana keluarga itu tengah bergaduh menangis tersedu, ternyata benar Kinan dan Daniel tidur bersama. Kebenaran yang bahkan tidak masuk kedalam pikirannya.
"Jadi ini alasan Kinan minta pulang. Dia kenapa ga cerita ke aku sih?"
Mbak Nii mendekati Sinta yang terpukul. Bukan karena iri Kinan sudah tidur dengan keponakan majikannya akan tetapi nasib si gadis yang di pertaruhan. Membayangkan bagaimana Kinan ketakutan di malam itu.
"Nasib mana ada yang tau sin, kamu sabar."
"Tapi bagaimana kalau orang tua Kinan tau Mbak, Sinta tau keluarga Kinan, mereka pasti terpukul."
"Semua orang tua pasti terpukul dan kecewa, tapi di sini Kinan ga salah, Den Daniel yang salah."
Mbak Nii terus memberi ketenangan kepada Sinta yang menangis di pelukannya Sedangkan Daniel masih di hakimi kedua orangtuanya.
"Kenapa kamu ngelakuin itu kak, Mama kecewa demi Allah mama kecewa." Bu Tari terisak di pelukan bunda Tata yang juga menangis. Sedangkan Daniel menunduk lesu dan menangis menyesali perbuatannya itu.
"Sekarang apa yang harus kita lakukan?" tanya Pak Arman.
Daniel melirik om nya itu bingung. "Memang apa yang mau di lakukan om, gadis itu udah pulangkan? Lagipula Daniel udah kasih cek dengan nominal yang besar."
"Cek?" Tanya Pak Teo sedikit terkejut.
Daniel mengangguk " Dia terima cek itu, Daniel kasih dia uang 50 juta."
"Daniel !" bentak Pak Teo hampir saja dirinya melayangkan tamparan tapi segera Pak Arman menghadang.
"Jangan Kak," pinta Pak Arman.
"Anak ini sudah keterlaluan, Arman, dia melakukan kesalahan besar dan dengan entengnya berbicara seolah bisa menyelesaikan masalah." Cecar Pak Teo menunjuk wajah Daniel yang saat ini menatapnya kosong.
"Dengar Daniel, ayah dan bunda tidak pernah mengajarkan kamu menghina orang lain, menindas atau mencelakai orang, tapi lihat?" Pak Teo menarik Daniel memintanya menatap layar laptop. "Lihat, lihat itu, kamu sudah merenggut kehidupan orang lain, ayah ingin kamu bertanggung jawab."
Daniel memutar kepalanya menatap sang ayah bingung. "Aku sudah memberinya uang, itu bentuk tanggung jawab ku,"
Pak Teo menggelengkan kepala. "Nikahi gadis itu, suka atau tidak. Kamu harus menikahinya."
.
Hujan rintik-rintik di malam hari. Desa Babakan Tasik beberapa hari ini terus di guyur hujan.
Di kamar Kinan berbalut selimut. Sudah dua hari dirinya sakit, akibat muntah hari itu kondisinya semakin memburuk.
Bu Anis baru selesai memijat punggung Kinan katanya punggungnya terasa pegal. Perutnya juga masih mual.
"Udah di kerok juga masih aja mual neng?" tanya Bu Anis yang di jawab Kinan dengan anggukan kecil.
Gorden merah yang menjadi penutup pintu kamar Kinan tersingkap. Pak Danu masuk dengan obat di tangannya.
"Minum ini neng, bapak abis dari warung. Kalau masih ga enakkan besok bapak panggil bidan Lisna."
"Ga biasanya kamu sakit lama kaya begini neng," heran Bu Anis mengingat selama ini Kinan sakit paling satu hari tapi sekarang mau dua hari belum kunjung sehat.
Tok..tok...
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam." Pak Danu segera keluar untuk membukakan pintu. Siapa gerangan yang datang di malam hari apalagi di luar tengah hujan.
"Eh Mang Dayat? Ada apa Mang?" Tanya Pak Danu kepada laki-laki yang seumuran dengannya itu heran.
"Ini Sinta mau ngomong sama Kinan. Ada hal penting cenah?" Ponsel di berikan Pak Dayat ayah Sinta kepada pak Danu.
"Neng." Pak Danu segera membawa ponsel itu lalu masuk kedalam kamar.
"Nie neng, Sinta mau ngomong."
Kinan dengan perlahan mengambil ponsel milik ayah Sinta itu lalu meletakkannya di telinga.
"Assalamualaikum Sin?"
" Waalaikumsalam, Kinan, Bunda dan orang tua Den Daniel sudah tau kalau kamu dan Den Daniel tidur bareng, Besok pak Yanto bakal jemput kamu dan orang tua kamu."
Deg....deg...deg....
Kinan mematung mendengar ucapan Sinta yang bak Sambaran petir. Menatap kedua orangtuanya dengan tatapan kosong.
"Kenapa neng? Apa kata Sinta?" Tanya Bu Anis penasaran.
Ya Allah bagaimana ini. Apa yang harus aku katakan..