Aruna Nareswari, seorang wanita cantik yang hidup sebatang kara, karena seluruh keluarganya telah meninggal dunia. Ia menikah dengan seorang CEO muda bernama Narendra Mahardika, atau lebih sering dipanggil Naren.
Keduanya bertemu ketika tengah berada di tempat pemakaman umum yang sama. Lalu seiring berjalannya waktu, mereka berdua saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah.
Mereka berharap jika rumah tangganya akan harmonis tanpa gangguan dari orang lain. Namun semua itu hanyalah angan-angan semata. Pasalnya setiap pernikahan pasti akan ada rintangannya tersendiri, seperti pernikahan mereka yang tidak mendapatkan restu dari ibu tiri Naren yang bernama Maya.
Akankah Aruna mampu bertahan dengan semua sikap dari Maya? Atau ia akhirnya memilih menyerah dan meninggalkan Narendra?
Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ya, terima kasih...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon relisya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
"Non Diandra, nyonya Maya, Lily ada di mana ya?" tanya Bi Ainur ketika melihat Maya dan Diandra yang sedang bersantai di ruang tamu.
"Nggak tau, mungkin masih di kamar mandi," jawab Diandra acuh tak acuh, sembari memakan camilan yang ada di tangannya.
"Iya bi, cari aja di sana." Sahut Maya sembari memainkan ponselnya.
Bi Ainur yang mendengarnya tentu saja langsung membulatkan mata. Ia berlari menuju ke kamar mandi, karena takut terjadi hal buruk kepada Lily. Jika sampai hal itu terjadi, maka dirinya akan merasa bersalah sudah tidak bisa menjaga amanah yang diberikan oleh Aruna.
"Kucing kayak gitu aja dicariin," cetus Maya seraya menaruh ponselnya ke atas meja.
"Padahal juga jelek gitu kucingnya, mending buang aja sih." Imbuh Diandra yang juga meletakkan setoples camilan yang ada di tangannya.
Mereka yang sama sekali tidak merasa bersalah pun memutuskan untuk pergi ke kamar masing-masing, dan memilih untuk beristirahat saja.
.
Di dalam kamar mandi yang berada di dapur, Bi Ainur terlihat sedih ketika mengangkat jasad Lily dari dalam bak mandi.
"Nanti kalo non Aruna marah gimana?" gumam Bi Ainur seraya meletakkan jasad Lily ke lantai.
Bi Ainur terus memandangi tubuh Lily yang mulai kaku, bahkan dirinya sampai meneteskan air mata.
"Maafin saya non, saya tidak bisa menjaga amanah dari non Aruna. Maafkan saya juga Lily, saya tidak bisa menjaga kamu dengan benar."
Karena tidak mau terus terlarut dalam kesedihan, akhirnya Bi Ainur memilih untuk menguburkan Lily di halaman belakang, seorang diri. Entah bagaimana nanti respon dari Aruna, dirinya sudah siap jika disalahkan dan dimarahi oleh wanita itu. Lagi pula itu memang salahnya yang tidak bisa menjaga amanah dari orang lain.
.
Pada pukul lima sore, akhirnya butik Aruna sudah tutup seperti biasanya. Alin dan Keisha juga sudah selesai merapikan butik yang sempat berantakan karena ulah dari para pelanggan yang datang.
"Bu, kami berdua pulang dulu ya?" pamit Alin kepada Aruna yang saat ini sedang duduk di meja kasir bersama dengan Kania.
"Iya Lin, Kei. Kalian berdua hati-hati ya," jawab Aruna dengan senyuman ramahnya.
"Iya bu." Jawab Alin dan Keisha secara bersamaan, lalu mereka berdua bergegas pergi dari sana.
Kini tinggal Aruna dan Kania yang sedang merapikan beberapa kertas gambar desain pakaian yang mereka buat. Setelah menyimpannya di laci, mereka berdua pun segera keluar dari butik tersebut.
Tak berapa lama kemudian, mobil Danu terlihat datang ke sana. Ia menghentikan mobil tersebut di hadapan butik Aruna, tepat di hadapan sang kekasih.
Setelah mobil berhenti, Danu menurunkan kaca mobilnya, "Ayo kita pulang," ajaknya tanpa turun dari mobilnya.
"Na, gue pulang duluan ya?" pamit Kania kepada sang sahabat.
"Iya Ni," jawab Aruna.
"Lo nggak papa kan kalo gue tinggal sendirian?" lontar Kania yang tidak tega membiarkan sahabatnya itu berada di sana seorang diri.
"Hahaha, lo kira gue anak kecil apa? Nggak papa lah kalo lo mau pulang, gue nggak akan larang lo!" seru Aruna.
"Atau lo mau pulang bareng kita aja Na? Biar gue anterin lo sampe rumah?" tawar Danu yang sama sekali tidak merasa keberatan.
Aruna yang mendengarnya pun tersenyum, "Nggak usah, kalian berdua duluan aja,"
"Beneran nih lo gapapa sendirian?" tanya Danu memastikan.
"Iya Nu, gue juga nggak mau jadi obat nyamuk kalian berdua,"
Kania yang mendengarnya langsung menghembuskan napasnya kasar, "Yaudah deh kalo gitu gue pulang duluan,"
"Iya Ni."
Akhirnya Kania pun bergegas masuk ke dalam mobil sang kekasih, dan meninggalkan Aruna seorang diri di sana.
"Gue duluan Na, kalo lo berubah pikiran bisa hubungi Kania," pamit Danu dari dalam mobil.
"Hahaha, iya nanti gue hubungi dia kalo gue capek di sini,"
"Oke Na, kita duluan,"
"Hati-hati."
Mobil Danu pun melaju meninggalkan Aruna sendirian di depan butik miliknya.
Bukannya Aruna menolak niat baik dari kedua sahabatnya itu, namun dirinya tidak mau mengecewakan Narendra yang akan menjemputnya. Takutnya nanti saat dirinya baru saja pergi, suaminya malah sampai di sana. Pasti laki-laki tersebut akan marah besar telah dipermainkan olehnya.
Aruna pun memilih untuk duduk di kursi yang berada di depan butik, sembari menunggu kedatangan sang suami. Jarak antara perusahaan Narendra dengan butiknya cukup jauh, jadi dia memperkirakan sang suami akan sampai di sana sekitar setengah jam lagi.
.
Sudah tiga puluh menit lebih, dan Aruna masih setia menunggu kedatangan sang suami. Ia coba mengirimkan pesan lagi kepada suaminya itu.
Aruna.
Sayang, kamu masih di jalan ya? Aku sudah nungguin kamu dari tadi.
Tak ada balasan dari laki-laki tersebut, bahkan saat ia mencoba meneleponnya, ponselnya tidak aktif. Ia terus mengulang menghubungi sang suami, namun hasilnya masih tetap sama, tidak ada jawaban.
Aruna yang sedikit lelah dan kesal pun menghembuskan napasnya kasar, "Gue tunggu lagi aja deh, siapa tau sebentar lagi dia sampai."
Sembari menunggu kedatangan sang suami, Aruna lebih memilih untuk mengecek beberapa desain gaun pernikahan, pesanan dari beberapa pelanggannya.
.
Sedangkan di kota lain kini Narendra baru saja selesai meeting dengan salah satu rekan kerjanya, di salah satu restoran. Ia memang sengaja mematikan ponselnya agar bisa fokus dalam bekerja, dan segera pulang juga.
Ketika melihat Narendra ingin mengaktifkan ponselnya, Elena langsung bertingkah agar laki-laki tersebut tidak membuka benda pipih tersebut.
"Pak Naren, bagaimana kalau kita makan malam dulu, setelah itu baru pulang?" lontar Elena dengan senyumannya.
Narendra yang ingin mengaktifkan ponselnya pun mengurungkan niatnya, "Oke, kebetulan saya juga lapar,"
"Baik pak, kalau begitu biar saya pesankan makan malam untuk kita,"
"Hmm..."
Elena pun akhirnya pergi, karena saat ini mereka sedang berada di ruangan privat. Dia harus bergegas, agar Narendra tidak bisa menghubungi Aruna, atau mungkin dia akan membuatnya lebih lama agar mereka sampai rumah lebih larut malam lagi.
Setelah kepergian sang sekretaris, Narendra segera mengaktifkan kembali ponselnya. Ada beberapa panggilan dan pesan masuk dari sang istri.
Narendra merasa bersalah, karena telah mengingkari ucapannya untuk menjemput sang istri. Dia buru-buru membuka dan membalas pesan tersebut, agar istrinya itu tidak perlu menunggunya lagi.
Narendra.
Sayang, maafkan aku ya. Hari ini ternyata jadwal aku padat banget! Bahkan ini aku baru selesai meeting di luar kota,
Narendra.
Kamu pulangnya naik taksi aja nggak papa kan?
Karena sang istri tak kunjung membalas pesannya, Narendra pun akhirnya menonaktifkan lagi benda pipih itu. Dia menyandarkan punggungnya yang sedikit lelah pada sandaran sofa yang ada di sana, sembari menunggu makan malam yang datang.
.
Kembali lagi kepada Aruna yang masih setia di tempatnya. Tadi ia sedang mendesain beberapa gambar, sehingga tidak tahu ketika ada pesan yang masuk.
Aruna baru menyadari setelah Narendra kembali menonaktifkan ponselnya. Setelah membaca balasan pesan dari sang suami, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi kesal.
"Ck! Kenapa nggak bilang dari tadi aja sih?! Tau gini mending tadi gue terima tawaran Kania sama Danu."
Karena tidak mau menunggu lebih lama lagi, Aruna pun berdiri lalu berjalan menuju ke pinggir jalan untuk menghentikan taksi.
Namun bukan taksi yang berhenti, melainkan sebuah mobil berwarna putih yang berhenti tepat di hadapan Aruna. Pemiliknya pun segera turun untuk menemui Aruna yang baru saja sampai di pinggir jalan.
"Belum pulang Na?"