Mentari dijodohkan oleh ayahnya dengan pria lumpuh. ia terpaksa menerimanya karena ekonomi keluarga dan bakti dia kepada orangtuanya.
apa yang terjadi setelah mentari menikah?
apa akan tumbuh benih-benih cinta di antara keduanya?
apakah mentari bahagia? atau malah sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ristha Aristha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejutan dari Dirga
...Rumah Mentari...
"Mas, ayo makan. Ayah dan ibu sudah menunggu di luar", ujar Mentari saat memasuki kamar. Namun, bibirnya mengulas senyum ketika mendapati Dirga tengah tertidur di atas ranjang.
Wajah tampan suaminya itu terlihat damai, setelah sholat Dzuhur tadi Mentari berpamitan keluar kamar meninggalkan Dirga yang sedang membaca buku di dalam kamar. Wanita yang baru saja menikah beberapa hari yang lalu itu, menyingkirkan rambut yang ada di kening Dirga dengan hati-hati.
Tampan, dan sangat tampan.
Khas orang kaya yang terawat, bahkan kulit Dirga jauh lebih harus dari pada dia yang seorang wanita. Namun, Mentari segera menarik tangannya dan menggigit bibir.
Hubungannya dengan Dirga sampai saat ini masih datar, suaminya masih bersikap dingin dan juga masih tengah berusaha membangun tembok pemisah antara mereka berdua. Sikap Dirga sangat berbeda sekali ketika dia bersama kedua adik Mentari, ataupun kepada kedua mertuanya. Jika dengan mereka Dirga terlihat hangat dan nyaman.
Mentari bisa mengambil kesimpulan, bahwa pernikahan mereka nantinya tidaklah mudah. Dia harus mencari cara agar bisa mengambil hati suaminya secepatnya. Walaupun mereka menikah secara dijodohkan, namun Mentari tidak mau pernikahannya gagal.
Setelah beberapa menit berlalu, Mentari memutuskan untuk keluar kamar, dia akan membiarkan Dirga istirahat dengan tenang. Mungkin saja laki-laki itu baru bisa tidur nyenyak di rumah mewah ini, sebab ketika berada di rumahnya kemarin Dirga tidak nyaman.
Bunyi pintu yang tertutup rapat itu membuat Dirga langsung membuka matanya, dia menyentuh dahinya yang tadi disentuh oleh Mentari. Sejujurnya Dirga juga ingin berusaha untuk Mentari, dia tahu bahwa Mentari sudah menjadi istrinya dan dia juga sudah mempunyai tanggungjawab pada wanita itu.
Namun, Dirga membutuhkan waktu. Dia lumpuh, lalu di tinggalkan tunangannya yang sangat ia cintai, dan kini dia tiba-tiba dijodohkan. Sehingga membuatnya kini begitu shock.
"Mas, gak makan di luar bareng Ayah dan yang lain?" Mira menyembulkan kepalanya dari balik pintu, dia menatap Dirga dengan senyuman kecil.
"Nggak, Mas baru saja bangun. Kamu baru pulang sekolah?" tanya Dirga balik, dia menaikkan sebelah alisnya saat melihat Mira yang masih memakai seragam sekolah SMA.
"Iya, sebenarnya tadi ujian jadi pulangnya cepat. Tapi kami tadi mampir dulu ke toko buku, uang dari mas Dirga aku buat beli buku", Jawab Mira malu-malu, merasa sangat berterimakasih karena Dirga, dia bisa membeli buku yang ia impikan dari dulu. "Dulu satu buah buku untukku terlalu mahal, Mas. Tapi sekarang aku bisa beli, terimakasih ya, Mas".
"Sama-sama, apapun yang kalian butuhkan bilang saja sama, Mas". Dirga menaikkan tangannya kala di belakang Mira muncul sesosok Bara yang menenteng sebuah kantong plastik yang terlihat berat.
"Mbak Mira memborong seluruh isi toko buku, Mas ", adunya sambil terkekeh.
"Nggak apa-apa, Mas suka kalau kalian rajin belajar dan membaca". Dirga terkekeh, dia yang di lahirkan dan di besarkan sebagai anak tunggal merasa sangat bahagia ketika memiliki dua orang adik baru.
Dirga melambaikan tangannya, lalu menyuruh Mira dan Bara untuk masuk kedalam kamarnya. Setelah kedua anak SMP dan SMA itu masuk ke dalam kamar. "Kalian sudah melakukan apa yang Mas minta?" tanya Dirga berbisik.
"Sudah, Mas. Aman!" Mira dan Bara balas berbisik.
"Dimana?" tanya Dirga lagi.
"Di kota, Mas. Yang punya kakaknya temanku, dia dulu juga teman sekolahnya Mbak Tari dulu. Tempatnya juga sudah bagus dan memuaskan. Aku sudah reservasi buat besok", jawab Mira sambil menaikkan jempolnya.
"Kamu besok gak sekolah? Bukannya ujian?" tanya Dirga sangsi.
"Sudah selesai Mas, ini hari terakhir ", kata Mira lagi.
"Ya sudah kalau gitu, kamu sama Mbak Tari naik mobil saja. Nanti Mas suruh Pak Mamat untuk antar kalian ke kota, kalian jangan naik motor, soalnya kan perjalanan sangat jauh untuk ke kota", jawab Dirga cepat.
"Kalau begitu ajak Ibu saja sekalian, jadi bertiga perginya".
Walaupun Desa istrinya itu di pinggiran kota, tetap saja jarak ke kota lumayan jauh. Tergantung tempat yang di tuju, bisa 30 menit atau sampai satu jam lebih.
"Ok. Mas, siap laksanakan!".
"Ingat, kalau Mbak mu tanya mau kemana... Bilang saja mau survey kampus yang akan kamu masukin", Dirga kembali memberikan perintah. "Kamu besok disini saja ya, Bar. Mas perlu bantuan besok", kata Dirga lagi.
"Siap bos!" keduanya langsung memasang pose hormat.
"Nah, kalian bisa keluar sekarang? Bisa gawat kalau sampai ketahuan Mbak mu, Kitakan mau ngasih kejutan untuk dia", ujar Dirga sambil tertawa. "Bilang sama petugasnya ya, Mir. Kasih perawatan yang terbaik, masalah harga jangan khawatir ".
"Baik Mas".
Padahal mereka didalam ruangan yang jelas tidak ada satu orang pun yang mendengarnya, namun mereka tetap berbisik sampai pembicaraan mereka selesai. Setelah kedua adik Mentari pergi, Dirga kemudian menghela nafas panjang.
Mentari, Mira dan Laras sangat kusam. Wajah mereka cantik, namun tidak terawat. Terutama Mentari dan Mira yang masih SMA, mereka tidak memakai skincare ataupun makeup. Sebab harga benda-benda itu terlalu mahal untuk mereka.
Dirga menyuruh Mira untuk mencari salon yang bisa memberikan mereka perawatan menyeluruh, yang bisa membuat mereka tampil glow up!.
...****************...
...Di kota...
"Lah kita bukannya mau ke kampus, Mir. Kenapa ke salon?" tanya Mentari heran saat Mamat memberhentikan mobil di sebuah salin besar, dia dan Laras saling pandang keheranan.
"Ini perintah dari Mas Dirga, Mbak. Aslinya aku bohong, maaf ya?" Mira tertawa. "Mas Dirga ingin kita perawatan biar glowing", lanjutnya lagi.
"Bisa-bisanya kalian kompak seperti ini", Mentari menggeleng.
"Ayo kita turun Bu, Mbak!" Mira keluar dari mobil dengan semangat. " Btw, salon ini punya Mbak Santi loh. Temannya Mbak Tari dulu, anaknya Pakde Bram yang menikah dengan pengusaha", tutur Mira lagi.
"Oalah, sukses banget Santi sekarang, ya. Alhamdulillah ibuk ikut senang melihat orang sukses. Semoga kalian bisa seperti ini juga, ya Nduk", Laras melihat sekeliling salon dengan rasa takjub.
Mentari, Mira dan Laras melakukan perawatan menyeluruh. Mereka menikmati kegiatan ini dengan bahagia. Sesekali mereka mengingat kalau beberapa hari yang lalu mereka masih orang susah, untuk makan saja mereka masih susah.
Setelah mereka perawatan, Mira mengajak ke mall untuk belanja . Saat di mobil Mentari tak tahan untuk mengutarakan satu pertanyaan.
"Kamu dapat duit dari mana, Dek? perasaan banyak banget!" katanya.
"Dapat dari Mas Dirga, lah. Dia memberi kartu dan katanya suruh pakai sepuasnya" jawab Mira santai. "Habis dari salon kita belanja, Mas Dirga bilang kita wajib beli apapun apa yang kita mau!" Mira kembali mengingatkan pesan Dirga.
"Mbak kan punya uang sendiri, Mir. Yang dikasih mas Dirga belum Mbak pakai", ujar Mentari.."Mbak gak boleh menolak rezeki, ini niat baik mas Dirga loh. Lagian ini artinya Mas Dirga peduli sama Mbak. Lihat ini... Wajah Mbak kinclong, kulit yang kusam jadi glowing, cantik banget! Iyakan, Bu?" Mira menyenggol lengan ibunya yang wajahnya juga kelihatan agak muda.
"Iya, benar itu, Nak Dirga baik sekali. ibu bahagia saat ingat kalau laki-laki baik hati itu adalah menantu ibu, dan suami kamu, Nduk", Laras tersenyum.
Mereka kemudian masuk kedalam mall, Mira mengajak ke toko pakaian.
Namun___
"Heh, jangan pegang-pegang. Kalau rusak nanti kalian tidak bisa bayar!" Gendis berujar dengan wajah meremehkan.
...****************...
lanjut thor
ines bukan rasa cinta itu..