Hilya Nadhira, ia tidak pernah menyangka bahwa kebaikannya menolong seorang pria berakhir menjadi sebuah hubungan pernikahan.
Pria yang jelas tidak diketahui asal usulnya bahkan kehilangan ingatannya itu, kini hidup satu atap dengannya dengan status suami.
" Gimana kalau dia udah inget dan pergi meninggalkanmu, bukannya kamu akan jadi janda nduk?"
" Ndak apa Bu'e, bukankah itu hanya sekedar status. Hilya ndak pernah berpikir jauh. Jika memang Mas udah inget dan mau pergi itu hak dia."
Siapa sebenarnya pria yang jadi suami Hilya ini?
Mengapa dia bisa hilang ingatan? Dan apakah benar dia akan meninggalkan Hilya jika ingatannya sudah kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
STOK 09: Aku Akan Membuat Diriku Sejajar Denganmu
Setelah menyelesaikan tahap pertama dari apa yang harus ia lakukan setelah ingatannya kembali, Tara mencari keberadaan Dokter Rudi. Dokter Spesialis Neurologi itu saat ini memang sedang jatah jaga malam sehingga dia berada di ruangannya.
" Dok, apa saya menganggu,"
" Aah Raka, ndak kok. Sini masuk aja. Tapi apa nggak apa-apa kamu ninggalin Hilya sendirian?"
Tara tersenyum saat Dokter Rudi tetap memanggilnya dengan nama Raka. Ya, itu tidak maslah juga karena dia sendiri ya minta untuk disembunyikan mengenai kondisi yang sebenarnya,
" Aman dok, dia tidur pulas kok. Oh iya dok aku mau lihat rekam medis punyaku dan tolong ceritakan bagaimana kondisiku saat pertama kali datang kemari."
Dokter Rudi mengangguk, selama ini dia hanya menjelaskan mengenai keadaan Tara kepada Hilya. Dan ini adalah pertama kali Dokter Rudi berbicara mengenai kesehatan Tara kepadanya langsung.
Tara mendengarkan penjelasan dokternya secara seksama. Dokter Rudi menjelaskannya dengan sangat baik dan tentunya rinci. Hanya saja ada sebuah hal yang membuatnya terkejut. Katanya tara sempat mengalami henti jantung waktu itu.
" Jadi apa mungkin kamu mengalami tindak kekerasan?"
Tara menggeleng cepat, hal itu yang belum ia ingat. Ingatan terakhirnya sebelum kecelakaan adalah dia berada di sebuah kapal pesiar karena sebuah undangan. Ia juga tidak bisa mengingat nama dari kapal yang ia tumpangi waktu itu. Dan ketika dirinya membuka mata, dia sudah berada di rumah sakit ini.
" Entah dok, aku sama sekali nggak ingat soal itu. Tapi kata dokter kepalaku dipukul dengan benda tumpul, apakah benar?"
" Ya, karena itu lah kamu mengalami gegar otak sehingga kamu kehilangan memorimu Raka."
Sebuah hembusan nafas kasar keluar dari mulut Tara. Biasanya dia amat sangat peka terhadap perilaku mencurigakan. Jadi seharusnya jika ada orang yang ingin mencelakai dirinya, ia harusnya paham.
" Auuchhh." Tara mengaduh, kepalanya kembali merasa nyeri dan itu membuat Dokter Rudi beranjak dari duduknya untuk menghampiri Tara.
Akan tetapi Tara mengangkat tangannya sebagai tanda bahwa dokter Rudi tidak perlu melakukan itu. Serangan sakit itu bukanlah apa-apa dan sudah biasa ia rasakan ketika ia mencoba untuk mengingat sesuatu.
" Raka, jangan dipaksakan. Biarlah semua kembali dengan perlahan. Meskipun aku tahu bahwa itu penting tapi kesehatanmu juga tidak kalah pentingnya."
" Hahaha, baik dokter. Dokter udah kayak dokter-dokter yang ada di keluarga ku saja. Ah iya, apa Dokter Rudi nggak mau pindah tempat kerja. Di RSMH pasti butuh dokter seperti dokter Rudi. Aah sudah larut malam, saya permisi Dok. Takut istri saya nyariin, dan terima kasih untuk semua bantuan dokter."
Tara berpamitan untuk kembali ke ruang rawat yang ia tempati dan ucapannya sukses membuat Dokter Rudi bingung sekaligus bertanya-tanya. Siapa sebenarnya pria yang baru saja berbicara dengannya itu. Mengapa dia menyebutkan RSMH (Rumah Sakit Mitra Harapan) sepeti dia tahu dnegan baik rumah sakit itu.
Sebagai dokter, tentu ia tahu bahwa RSMH bukanlah rumah sakit biasa saja. Banyak cerita dari rumah sakit itu, salah satunya reputasi salah satu dokternya yang mendapat julukan dokter hebat di puluhan tahun silam. Dokter yang usianya masih muda tapi memiliki kemampuan yang luar biasa.
" Mungkin dia memang orang kota dimana RSMH berada, tapi kalau dilihat dia kayaknya dia sangat familiar dengan rumah sakit itu. Haaah, entahlah, pemuda itu sungguh masih banyak menyimpan misteri."
***
Keesokan harinya, Hilya sudah mengemasi barang dan bersiap untuk pulang. Ia pergi ke bagian administrasi lebih dulu untuk membayar biaya perawatan dari Tara.
Tapi tidak berselang lama Hilya kembali ke ruangan dengan wajah yang bingung. Awalnya Tara ingin melarang Hilya pergi ke sana tapi dia bingung alasan seperti apa yang harus dikatakan untuk mencegah istrinya itu. Maka dari itu dia membiarkan saja Hilya pergi.
" Lho, kamu kenapa Hil? Kok kayak orang bingung gitu," tanya Tara pura-pura tidak tahu. Ya akting begini bukan hal yang sulit bagi Tara.
" Itu Mas, aneh deh. Aku kan mau bayar biaya perawatan Mas, tapi katanya udah ada yang bayar. Terus malah pihak administrasi minta nomor rekening ku. Katanya ada salah hitung biaya dan bakalan dikembalikan nanti."
Penjelasan Hilya membuat Tara ingin tersenyum tapi sebisa mungkin dia tahan. Dokter Rudi melakukan dengan sangat baik apa yang Tara inginkan.
Dia tidak menyangka bahwa bagian administrasi pembayaran rumah sakit akan menggunakan alasan itu untuk mendapatkan nomor rekening HIlya.
Sebenarnya bisa saja Tara menanyakannya langsung. Tapi ya itu tadi dia bingung alasan apa yang harus digunakan untuk pertanyaannya itu. Jadi cara yang digunakan baru saja sungguh sangat bagus. Dia hanya tinggal meminta Dokter Rudi untuk menghubunginya nanti, dan ia akan mentransfer berapa banyak biaya yang digunakan Hilya untuk dirinya. Tentu saja tidak hanya sebesar itu, dia akan memberi dalam jumlah dua atau tiga kali lipat besarnya.
" Ya udah pulang yuk, mungkin ada orang gabut salah bayar. Yang jelas duit orang itu pasti banyak, jadi nggak udah dipikirin."
" Eh?"
Hilya heran dengan apa yang diucapkan oleh Tara. Ini kali pertama Tara bicara seperti itu dan terkesan tidak memiliki beban apapun. Meskipun semuanya terasa aneh dan janggal, tapi Hilya tidak lagi bisa bertahan untuk tetap membayar biaya perawatan Tara. Padahal dia berharap suaminya itu akan pergi bersamanya ke bagian administrasi dan meminta penjelasan, tapi ternyata tidak.
Hilya pun pasrah dan memilih untuk kembali pulang, terlebih tas tangan yang hendak dibawanya sudah diambil duluan oleh Tara. Bukan hanya itu, tangannya juga sudah digandeng oleh pria itu.
Mereka bukannya tidak pernah bergandengan, tapi lagi-lagi perasaan ini baru Hilya rasakan. Ia melihat tangannya yang digenggam oleh tangan Tara. Telapak tangan Tara yang lebih besar dari telapak tangannya itu seperti menelungkup penuh dan rasanya hangat.
Hilya lalu mengalihkan pandangannya ke wajah sang suami. Perbedaan tinggi tubuh mereka membuat Hilya harus sedikit menengadah untuk bisa melihat wajah suaminya yang saat ini berjalan berdampingan dengannya.
" Ada apa Hil?" Rupanya Tara sadar bahwa dirinya diperhatikan oleh Hilya dari tadi. Ia sejenak mengehentikan langkahnya dan menatap wajah sang istri.
" Nggak apa-apa Mas. Saat berjalan bersama gini aku baru nyadar kalau Mas itu tinggi."
Tara tersenyum, ia lalu membungkukkan tubuhnya hingga wajah nya sejajar dengan wajah Hilya. Apa yang dilakukan Tara tiba-tiba itu membuat Hilya terkejut. Wajah keduanya sangat dekat bahkan hidung mereka hampir bersentuhan.
" Kalau begini, apakah masih kelihatan tinggi. Aku akan selalu membungkukkan tubuhku kalau kalau kamu mau lihat wajahku, Jadi kamu nggak perlu menengadahkan kepalamu. Aku yang akan membuat diriku sejajar agar kamu tidak kesulitan."
Degh
Dada Hilya berdegup kencang. Ucapan Tara yang sederhana itu seperti memiliki makna terdalam. Tapi ia menepis semuanya. Bagaimanapun hubungan mereka bukalah seperti itu. Hilya masih ingat ucapan sang ibu bahwa Tara akan pergi jika ingatannya kembali, maka dari itu Hilya harus bertahan dan membentengi hatinya untuk tidak merasakan perasaan yang lebih jauh dari ini.
" Ya, terimakasih. Jadi ayo pulang Mas."
Hanya itu yang Hilya ucapkan. Tara bisa merasakan perubahan ekspresi dan air muka HIlya. Tapi untuk saat ini dia tidak akan memikirkan itu. Yang terpenting sekarang dia sudah tahu bagaimana harus bersikap, karena ia sudah memutuskan apa yang akan fia lakukan kepada Hilya, istri sementaranya itu.
TBC