Berawal dari Elena yang menolong seorang pria asing saat sedang mendaki gunung, membuat Elena harus kehilangan seluruh tabungan yang dia simpan untuk masa depannya. Sementara pria itu kabur melarikan diri dari rumah sakit keesokan harinya dengan meninggalkan sepucuk surat.
Kesal karena merasa tertipu, Elena bertekad membuat Liam untuk membayar hutangnya beserta bunganya.
Tapi dirinya malah terjebak dalam situasi romantis dan berbahaya.
Kelanjutannya bisa dibaca sendiri ya, masih on going...
Dukung terus Author, bisa like, vote, komen atau follow.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
Liam terbangun didalam ruangan dengan satu lampu gantung dengan dinding yang dicat warna hitam keabuan, di tengah - tengah ruangan hanya terdapat satu buah meja dengan dua buah kursi di kedua sisinya. Sementara di ujung ruangan terdapat kamera yang sedang merekam apapun yang akan terjadi di ruangan itu.
Dihadapannya Sophia dengan laptop terbuka, dan tangan terlipat di dadanya duduk menatapnya tajam.
"Ruang interogasi," ucap Liam dengan nada mengejek.
"Untuk tahu kau berada disini, cukup miris sekali kan??" balas Sophia.
"Ya, apalagi jika aku berhadapan dengan seorang Sophia Turner, kartu as departemen kejahatan berat. Kurasa ini bukan hal yang baik"
Sophia menyerakkan foto - foto saat Leonardo di temukan tewas. Liam menatap rekannya yang kini sudah berada di alam bawah tanah itu, "Aku tidak tahu apa - apa tentang kematian Leo. Kami berpisah dalam perjalanan pulang setelah pertemuan kami" kata Liam tanpa menunggu Sophia mengajukan pertanyaan kepada dirinya.
"Aku tahu itu, Aku tahu kau tidak membunuh Leo. Aku juga sudah memastikan alibimu dan juga rekaman cctv di sekitar tempat kejadian" Sophia memutar laptopnya dan memperlihatkan rekaman cctv itu pada Liam.
"Lalu kenapa kau membawaku kemari?!?!" tanya Liam masih berusaha bersikap tenang.
Sophia menghela nafasnya, berusaha diam sejenak. Dia kemudian menoleh ke arah cermin dua arah yang ada diruangan itu dan mengangguk. Liam melirik dan cahaya berkedip merah dari kamera yang seharusnya merekam mereka tidak lagi terlihat. Tak lama kemudian seorang pria dengan setelan berwarna abu-abu masuk kedalam ruang interogasi.
"Bekerja sama denganku untuk menangkap pelakunya, aku tahu kau masih sering mendapatkan informasi dari Leo tentang pelaku teroris yang sudah membu*nuh keluargamu" kata Sophia.
"Maaf, aku tidak bisa melakukannya. Aku baru saja mengundurkan diri dari kepolisian. Sekarang aku tidak ada bedanya dengan warga sipil" kata Liam.
Tak ada raut wajah terkejut tampak pada Sophia, seolah dia sudah tahu soal itu. "Aku ingin menarikmu untuk bergabung dalam tim intelegen khusus yang rencananya akan dibentuk dalam waktu dekat. Aku ingin kau memimpin tim itu" kata pria yang dia kenal merupakan seorang pejabat tinggi di kementrian pertahanan dan militer, Henry Miller.
"Kenapa kau ingin menarikku bergabung? Dan tim apa ini yang kau maksud?" tanya Liam.
Henry lalu mengatakan jika tim yang akan diberi nama Black Team itu adalah tim yang merekrut orang - orang berkemampuan luar biasa, terutama di bidang teknologi, strategi dan pertempuran.
"Anggota tim ini tidak hanya orang - orang dari latar belakang kepolisian sepertimu, tapi juga ada beberapa orang dari warga sipil" kata Henry lagi.
Liam mengernyitkan keningnya, "Melibatkan warga sipil untuk bergabung dengan tim? Bukankah itu cukup berbahaya" kata Liam.
"Mereka hanya akan mendukung di balik layar dan tidak akan terlibat dengan kegiatan di lapangan" kata Henry lagi.
Sophia mengangguk, "Tim ini masih dalam percobaan. Jika kau berhasil memimpin tim ini menyelesaikan tiap misi yang ada maka jabatanmu akan dipulihkan, bahkan bukan hal mustahil untuk membalas dendammu kepada kelompok teroris itu"
Liam berpikir sejenak apakah dia akan menerima tawaran itu, disatu sisi dia butuh uang untuk membayar hutangnya pada Elena tapi disisi lain dia akan kesulitan fokus melacak kelompok teroris itu jika misi yang diberikan cukup banyak.
Tapi kesempatan seperti ini tidak akan datang lagi, ditambah dengan dukungan dan akses penuh atas informasi - informasi yang termasuk dalam golongan klasifikasi khusus / Rahasia.
"Baiklah aku setuju, kapan kita mulai?" tanya Liam.
"Sebelum itu, aku ingin kau merekrut orang - orang ini untuk bergabung dalam tim ini. Sebagian dari mereka adalah orang - orang yang cukup kau kenal" kata Sophia.
Liam meneliti dokumen itu, satu persatu lembar berisi profil calon anggota dari tim yang akan dipimpinnya, sampai matanya berhenti pada salah satu profil yang dia kenal baik.
"Kenapa dia ada disini?" tanya Liam tak percaya.
Sophia melirik, "Dia terkenal dengan kemampuan hacking yang cukup tinggi bahkan dia berhasil menembus jaringan milik departemen militer beberapa tahun lalu. Dia cukup sulit ditangani, kau harus memastikan dia mau bergabung dengan kita" kata Sophia sambil tersenyum.
"Dia masih sangat muda, bahkan tidak ada bedanya dengan anak remaja. Apa kau yakin merekrutnya?" tanya Liam.
Baik Sophia maupun Henry sama - sama mengangguk.
Henry juga mengatakan jika Liam berhasil mengumpulkan anggotanya, maka dia bisa segera menjalankan misi pertama mereka.
...****************...
Sementara itu di tempat lain.
Elena menguap bosan, hari ini sudah dua kelasnya dibatalkan karena dosennya berhalangan hadir. Gadis yang baru saja menjadi mahasiswa untuk jurusan seni dan design itu tak henti - hentinya menatap arloji yang melingkar di tangannya berharap waktu segera berlalu dan dia bisa segera pulang lalu kembali mencari pekerjaan paruh waktu.
"Sial, kalau saja aku tidak dipecat. Mungkin aku akan kabur sekarang juga dan memilih bekerja daripada menunggu seperti orang bodoh disini" kata Elena mendesah kesal.
"Anu, permisi" sapa seseorang di belakangnya.
Elena menoleh dan mendapati Aaron, pria yang memancingnya untuk bertemu dengan Clovis. Segera saja gadis itu mengerutkan dahinya.
"Kau!!!!" Elena terlonjak dari kursi tempatnya berdiri, teriakannnya cukup mengundang perhatian banyak orang di kelasnya.
"Mau apa lagi kau menemuiku? Apa kau akan memancingku untuk bertemu dengan teman - teman begundalmu?!" Teriak Elena, tak peduli seluruh mata tertuju kepada mereka berdua.
Aaron seketika panik, "Bu-bukan"
"A-aku datang kemari karena ingin meminta maaf padamu. Apa kita bisa bicara diluar sebentar?" kata Aaron, pria berkacamata itu merasa tidak nyaman dengan tatapan penasaran orang - orang kepada dirinya dan Elena.
"Apa yang kalian berdua lakukan? Kenapa kalian tidak duduk" tegur dosen pengajar yang telah masuk kedalam kelas mereka.
"Kita lanjutkan ini nanti, setelah aku menghajarmu" ucap Elena.
Aaron mengangguk dan pergi ke bangku paling belakang dan pojok. Dimana tidak ada seorang pun yang mungkin akan menyadari keberadaannya.
Elena mendengus kesal, dan kembali duduk sampai salah seorang teman barunya berkata, "Elena, kau harus berhati - hati dengannya. Kusarankan agar kau tidak terlalu dekat dengan dia" katanya
"Memangnya kenapa?" tanya Elena.
"Entahlah, tapi banyak orang yang terlibat dengannya menjadi sial. Dia seperti memiliki kemampuan untuk menarik hal - hal buruk disekitarnya. Lihat saja dia tidak memiliki teman sama sekali" jawab teman sebangkunya itu.
Elena menoleh, menatap penasaran ke arah Aaron. Pria itu terlihat penakut, dan juga lemah. Selain itu dia juga tidak bisa bersosialisasi, bahkan dia harus mengulang mata kuliah yang mereka ikuti saat ini karena gagal dalam tugas kelompok karena tidak ada seorangpun yang bersedia satu kelompok dengannya.
Seusai kelas, Aaron segera pergi dari ruang kelas dan membuat Elena yang penasaran berlari mengejarnya.
"Bukannya dia mau bicara denganku? Kenapa malah kabur" kata Elena seraya mencari - cari keberadaan Aaron.
Setelah mencari cukup lama, mata Elena tertuju pada Aaron yang sedang berbicara dengan seseorang. "Dia berbicara dengan siapa serius sekali?" tanya Elena penasaran.
"Aaron!!!" panggil Elena.
Pria itu menoleh menampakkan seseorang yang dia kenal, "Paman Liam?! Kenapa paman ada di kampusku? Apa paman mengenal Aaron?!" tanya Elena.
"Kau kuliah disini?!" tanya Liam tak percaya.
"Iya benar, bukankah aku sudah bilang?" tanya Elena.
"Tidak, kau tidak pernah mengatakannya. Kau hanya mengatakan kalau kau tidak kebagian asrama di kampusmu tapi tidak dengan nama universitasmu" kata Liam.
"Lalu untuk apa kau kemari?" tanya Elena
Liam menunjuk Aaron, "Aku datang untuk merekrutnya menjadi anggota timku"
"Haaahhhhh... Merekrut pria penakut seperti dia?" tanya Elena tak percaya.
"Mustahil" ucapnya lagi.
*****