Alena ..
Seorang gadis cantik berusia 25 tahun, yang kini tengah bekerja di salah satu kantor terkemuka di Feltonia, harus merelakan kekasih nya untuk menikahi sang adik, Liana ..
Bukan tanpa alasan, Liana sangat nakal di usia nya yang bahkan masih remaja, orang tuanya kelimpungan untuk mengurus gadis itu, sehingga orang tua mereka memilih Raffa yang merupakan kekasih dari putri pertama mereka untuk menikahi sang adik..
Raffa menolak mentah-mentah permintaan calon mertuanya, dia enggan menikahi adik dari kekasihnya tersebut, hanya saja mau bagaimana jika Alena sendiri yang meminta nya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noona_kimjeykey1921, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Alena dan Raffa
Liana berjalan kembali ke rumah. Dia mencoba menahan tangisnya agar ibunya tidak khawatir ketika melihat dirinya.
Ceklek ..
Liana membuka pintu rumahnya, dia sedikit lega ketika melihat jika tidak ada motor milik ayahnya di rumah. Itu berarti, Ditto sudah berangkat ke toko miliknya.
"Lian? Kau sudah pulang Nak?"
Dewi yang tengah bersantai di ruang tamu pun segera menghampiri putrinya ketika melihat kedatangan Liana.
"sudah Bu .. Apa ayah sudah berangkat ke toko?"
"sudah Nak, kemari lah .. duduk bersama ibu."
Liana mengangguk, dia mengikuti ajakan Dewi dan duduk di atas sofa ruang tamu.
"bagiamana? Apa yang Vero katakan?"
Liana terdiam, Gadis itu menunduk. dia tidak tahu harus berkata seperti apa sekarang.
"Bu, Vero tidak mau menikah dengan Lian. Dia malah memutuskan hubungan kami Bu. Apa yang harus Lian katakan pada ayah? Lian tidak mau di nikahkan dengan kak Raffa Bu."
Dewi mengangguk, tangannya terulur mengusap lembut pucuk kepala putrinya. Dia tahu bagaimana perasaan Liana.
"kenapa Vero tidak mau menikahi mu? Bukankah kalian saling mencintai?"
"Lian tidak tahu Bu. Mungkin Vero sudah bosan pada Lian."
Liana terpaksa berkata seperti itu. tidak mungkin jika dia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi antara dirinya dan juga Vero. Dan Dewi segera membawa Lian kedalam dekapannya.
"Bu, tolong Lian bu. tolong ibu bicarakan pada ayah jika Lian tidak ingin di nikahkan dengan kak Raffa. Lian berjanji jika Lian tidak akan nakal lagi Bu, Lian akan patuh."
"baiklah Nak, ibu akan berbicara pada ayah nanti. tapi, kau harus menepati ucapanmu jika kau tidak akan nakal lagi."
"iya Bu, Liana janji."
Dewi mengangguk, dan mengusap lembut punggung putri bungsunya tersebut.
"yasudah Bu, bolehkah Lian ke kamar? Lian sedikit tidak enak badan."
"tentu sayang, istirahatlah. Apa kau ingin pergi ke dokter?"
"tidak perlu bu, Lian akan baikan jika istirahat."
"ahh baiklah sayang .. Pergilah istirahat."
Liana mengangguk, dia beranjak meninggalkan ruang tamu, dan berjalan menuju kamarnya.
***
Sementara itu, saat ini Alena dan juga Raffa sudah berada di dalam mobil. Mereka sudah berangkat dari apartemen Alena sejak pagi tadi. Dan sebentar lagi mereka akan sampai di tempat tujuan.
Raffa menoleh ke arah Alena. Dia melihat jika kekasihnya sedikit gelisah saat ini, dan Raffa begitu tahu kekhawatiran Alena.
"sayang .. Kau tidak perlu gelisah seperti ini, kita akan hadapi semuanya bersama-sama."
"aku hanya gugup Raff."
"untuk apa kau gugup? yang akan kita temui bahkan orang tuamu. seharusnya, aku yang gugup disini, bukan kau."
Alena hanya tersenyum. Benar apa yang Raffa katakan. Seharusnya, Raffa-lah yang merasa gugup saat ini, tapi kenapa malah sebaliknya?
"kau tenang oke? Semua akan baik-baik saja, percaya padaku."
"baiklah Raff .."
Dan tanpa terasa 4 jam sudah mereka lewati, dan saat ini mobil milik Raffa sudah terparkir di halaman sebuah rumah sederhana milik orang tua Alena.
"hah, aku benar-benar rindu rumah ini." gumam Alena.
Raffa hanya tersenyum, dengan tangan yang terulur mengusap lembut pucuk kepala kekasihnya.
"yasudah, ayo kita masuk."
Alena mengangguk, keduanya segera turun dari mobil dan berjalan memasuki bangunan tersebut.
ceklek ..
"Bu .. Lena pulang .." teriak Alena.
Gadis itu menyeret lembut tangan Raffa untuk masuk semakin kedalam. Dan senyumnya mengembang, saat melihat wanita paruh baya yang kini tengah berjalan tergesa menghampiri dirinya.
"Lena?"
Dewi segera memeluk tubuh putri sulungnya dan mengecup pucuk kepalanya lembut. Sungguh, Dewi benar-benar merindukan Alena. Putri yang selalu mandiri dan bersikap dewasa.
"bagaimana kabar mu sayang? Ibu rindu, kau jarang sekali pulang ke rumah."
"aku baik ibu, bagaimana dengan kabar ibu dan ayah? Maafkan Lena karena Lena sibuk hingga tidak memiliki waktu untuk pulang."
Dewi mengangguk, dia mengurai pelukannya dan kembali membubuhkan kecupan di dahi Alena.
"ibu dan ayah baik sayang .. Dan .."
pandangan Dewi beralih pada pemuda tampan yang sejak tadi tersenyum memperhatikan interaksi dirinya dan juga putrinya.
"nak Raffa? Bagaimana kabar mu nak?"
Raffa tersenyum ke arah Dewi, dan Dewi memeluk tubuh pemuda tersebut, sebelum mengurainya kembali.
"Raffa baik Bu, Raffa harap ibu dan ayah pun selalu baik."
"tentu saja Nak, dan ayo duduk. kalian pasti lelah karena sudah melakukan perjalanan panjang hari ini."
Alena mengangguk, dia kembali menarik tangan Raffa dan membawanya ke arah sofa.
"tunggu sebentar, ibu akan ambilkan air untuk kalian."
"tidak perlu repot-repot Bu, Lena akan ambil sendiri jika ingin." ucap Alena.
"itu kau .. Tapi Raffa? Dia pasti sungkan untuk mengambilnya sendiri."
Alena hanya terkekeh, dan dia membiarkan ibunya untuk berlalu dari hadapannya.
"ibu terlihat sangat bahagia saat kau pulang Lena."
"kau benar Raff, kau tahu sendiri jika aku jarang sekali pulang bukan ini."
Raffa mengangguk, membenarkan ucapan Alena. dan tidak lama kemudian, Dewi sudah datang kembali membawa nampan berisi Air putih dan juga makanan ringan.
"ini diminum Nak, maaf karena ibu hanya punya ini. Ibu bahkan tidak tahu jika kalian akan pulang."
"iya Bu. Dan lagi, tidak perlu repot-repot Bu."
"tidak repot sama sekali Nak Raffa. Ibu malah senang karena kalian pulang."
Raffa dan Alena hanya mengangguk. Sebenarnya, mereka ingin sekali berbicara mengenai hubungan serius Alena dan juga Raffa. Hanya saja, saat ini bukanlah moment yang pas untuk membicarakan hal itu.
"Lian dimana Bu?" tanya Alena.
meski Lian selalu membencinya dan selalu bersikap tidak ramah padanya. tapi, bagaimana pun juga, Lian tetaplah adiknya. Dan Alena tidak mungkin berbuat seperti apa yang Liana lakukan padanya.
"Lian di kamar. sepertinya Lian sakit, dan ibu memintanya untuk beristirahat di kamar."
"apa sudah ke dokter Bu? Dan lagi, Lian sakit apa?"
"ibu sudah mengajaknya untuk pergi ke dokter. Hanya saja, Lian menolak, ibu tidak bisa memaksa Lian. kau tahu sendiri bagaimana sikap adikmu. Dan Lian hanya mengatakan jika mungkin dia masuk angin. wajahnya begitu pucat."
Alena mengangguk, dia ingin sekali mengunjungi Liana di kamarnya. Hanya saja, mungkin nanti jika dia sudah beristirahat.
"Nak Raffa, apa kau ingin tidur? Jika ingin, ada kamar tamu yang sudah ibu bersihkan."
"baiklah Bu, kebetulan Raffa lelah, dan Raffa ingin beristirahat sebentar."
Dewi mengangguk, dan menatap ke arah Alena yang juga tengah menatapnya.
"Lena, bawa Raffa ke kamar tamu. Dia pasti lelah. Dan kau juga beristirahat lah di kamarmu."
"iya Bu .. Ayo Raff, aku antar ke kamar tamu."
Raffa mengangguk, dia berpamitan pada Dewi sebelum berlalu dari ruang tamu. Sungguh, mengemudi selama 4 jam membuat tubuhnya pegal.
Hingga saat ini, Raffa tiba di kamar tamu. Dia segera merebahkan tubuhnya di sana. Dia bahkan hanya tersenyum pada Alena sebelum memejamkan matanya.
Sedangkan Alena? Gadis itu hanya menggeleng, sebelum keluar dari kamar tersebut dan berjalan menuju kamarnya sendiri untuk beristirahat.
5 like + 1 /Rose/buatmu kak.
Semangat ya kak.