NovelToon NovelToon
Di Nafkahi Istri Karena Suamiku Pemalas

Di Nafkahi Istri Karena Suamiku Pemalas

Status: tamat
Genre:Tamat / Lari dari Pernikahan / Konflik etika / Cerai / Penyesalan Suami / istri ideal / bapak rumah tangga
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: HRN_18

Kisah ini mengisahkan kehidupan rumah tangga yang tidak lazim, di mana sang istri yang bernama Rani justru menjadi tulang punggung keluarga. Suaminya, Budi, adalah seorang pria pemalas yang enggan bekerja dan mencari nafkah.

Rani bekerja keras setiap hari sebagai pegawai kantoran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Sementara itu, Budi hanya berdiam diri di rumah, menghabiskan waktu dengan aktivitas yang tidak produktif seperti menonton TV atau bergaul dengan teman-teman yang kurang baik pengaruhnya.

Keadaan ini sering memicu pertengkaran hebat antara Rani dan Budi. Rani merasa lelah harus menanggung beban ganda sebagai pencari nafkah sekaligus mengurus rumah tangga seorang diri. Namun, Budi sepertinya tidak pernah peduli dan tetap bermalas-malasan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HRN_18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

eps 9 Teman-Teman Pemalas

Sudut kota yang sedikit kumuh, terdapat sebuah warung kecil yang menjadi tempat nongkrong bagi sekelompok pria pengangguran. Mereka menghabiskan berjam-jam waktu di sana, bermain kartu atau sekedar mengobrol untuk mengusir kebosanan. Sebut saja mereka "Geng Pemalas".

Anggota tetap geng ini adalah Budi, Somad, Ujang, dan Rusli. Semuanya adalah suami-suami yang enggan bekerja dan hanya menggantungkan hidup pada penghasilan istri masing-masing. Kemalasan dan kebiasaan buruk ini sudah mereka jalani bertahun-tahun tanpa rasa malu sedikitpun.

"Eh, Bro! Pada hari Senin kemarin lagi liburkan? Aku lihat istrimu belanja banyak banget tuh," celetuk Somad, pemuda bertubuh gempal kepada Budi.

Yang ditanya hanya tertawa mengiyakan. "Hahaha... iya bro. Kemarin gue lagi malas keluyuran, jadi di rumah aja."

"Kasihan juga ya istri lo, Bro. Dia yang nyari duit, tapi kamu yang habiskan," Rusli membalas dengan nada sedikit menyindir.

"Biarin lah, namanya juga istri. Kewajiban dia lah banting tulang demi keluarga!" Budi membalas dengan enteng disertai tawa yang tidak peka.

Percakapan semacam itu sudah menjadi hal biasa di antara mereka. Membahas kemalasan dan menertawakan perjuangan para istri tanpa rasa malu. Hampir setiap hari, mereka akan kumpul di warung kecil itu untuk berkeluh kesah tentang masalah rumah tangga yang identik.

"Kalian tahu nggak? Kemarin istri gue ngancam mau cerai lagi tuh!" Ujang berkata di sela perdebatan tak bermutu mereka.

Yang lain langsung memandangnya dengan tatapan meremehkan. Beberapa bahkan tertawa mengejek mendenger keluhan Ujang.

"Halah, Bro! Udah biasa kali ya istri lo ngomong kayak gitu. Bilang aja besok-besok juga baikan lagi," timpal Budi dengan nada mengejek.

Ujang hanya mengangkat bahunya acuh. "Gue juga masih mending ada yang ngingetin. Istri kalian aja udah kepalang tanggung, pada alim nurut aja!"

Perdebatan sengit pun kembali terjadi di antara mereka. Saling menyalahkan satu sama lain dengan segudang argumen yang sama sekali tak masuk akal. Hingga akhirnya pemilik warung menegur mereka agar tak berisik.

"Makanya cari kerjaan Bro, jangan bergantung sama istri mulu. Nanti kualat lho!" celetuk Somad kepada Budi setelah perdebatan itu usai.

Budi mengibaskan tangannya acuh. "Nggak bakalan Bro! Gue yakin istri gue ngerti kok kewajiban dia untuk nyari duit."

"Tetep aja Bro, suami juga perlu tanggung jawab cari duit. Bukan cuma istri seorang," balas Rusli menimpali.

Sayangnya setiap nasihat yang dilontarkan teman-temannya itu selalu dibalas Budi dengan gurauan dan candaan tak serius. Baginya, pekerjaan bukanlah hal penting selama ada sang istri yang menafkahinya. Kemalasan telah begitu mengakar dalam dirinya, menjadikannya buta akan tanggung jawab sebagai suami sejati.

Tanpa mereka sadari, kebersamaan sesama para pemalas seperti inilah yang justru semakin memupuk sifat malas dan pengangguran mereka. Menjauh dari lingkungan buruk itu merupakan syarat mutlak yang seharusnya mereka lakukan sejak dulu.

Budi kembali bergabung dengan geng pemalas di warung kecil yang selalu menjadi tempat nongkrong mereka. Ia terlihat lebih murung dari biasanya, membuat teman-temannya penasaran ada apa gerangan.

"Kenapa lo hari ini Bro? Kok kayaknya lesu bener?" tanya Somad sembari menepuk pundak Budi.

Budi menghela napas panjang sebelum menjawab. "Istri gue ngancam mau cerai beneran kali ini, Bro..."

Sontak ketiga temannya yang lain terkejut mendengar pengakuan Budi. Pasalnya, selama ini mereka hanya menganggap enteng setiap pertengkaran Budi dan istrinya yang kerap berujung pada ancaman cerai.

"Lah, terus gimana Bro? Lo mau nurut aja sama ancaman istrinya?" Rusli balik bertanya dengan nada prihatin.

"Mana mungkin gue nurut!" Budi menyahut dengan nada tinggi. "Tapi bener lho Bro, istri gue kali ini kayaknya bener-bener serius mau cerai!"

Keempat lelaki pemalas itu pun lantas terdiam untuk beberapa saat. Sepertinya kali ini Budi benar-benar sedang menghadapi kemelut rumah tangga yang cukup pelik.

"Menurutku sih, lo akali aja istri lo, Bro," Ujang angkat bicara memberi saran.

"Iya, pura-pura cari kerja atau apalah, yang penting biar istri lo percaya dulu sama omongan lo," Somad mengangguk menyetujui.

Budi nampak berpikir sejenak. "Tapi kalau sampai ketahuan boong gimana? Bisa makin parah urusannya nanti."

"Ya gampang lah Bro. Lo berakting aja kalau emang masih mau bertahan sama istri lo. Lama-lama pasti dia percaya kok," Rusli meyakinkan Budi.

Mendengar saran-saran teman-temannya itu, Budi jadi sedikit lega. Ia merasa masih punya kesempatan untuk memperbaiki keadaan dengan berpura-pura mencari pekerjaan di depan istrinya. Dengan begitu, ia bisa terhindar dari perceraian yang sangat ditakutinya.

"Kalian bener juga sih, Bro. Nanti deh besok-besok gue coba akting kayak lagi nyari kerja. Siapa tahu bisa bujuk istri gue lagi," gumam Budi dengan sedikit senyum simpul mengembang di wajahnya.

Ketiga temannya yang lain mengangguk setuju. Mereka pun kembali melanjutkan kebiasaan mengobrol tak jelas seperti biasa, tanpa ada rasa bersalah sedikit pun terhadap kondisi keluarga mereka masing-masing.

Tanpa disadari, lingkaran pertemanan semacam inilah yang sebenarnya terus memupuk sikap malas dan pengangguran kronis yang mereka jalani. Solusi dan saran yang mereka berikan hanya akan menjerumuskan ke lingkaran setan kemalasan yang sama. Melepaskan diri dari pergaulan seperti itu merupakan langkah awal sebenarnya untuk sembuh dari penyakit pemalas yang akut.

Namun sayangnya, mereka semua terlalu buta untuk menyadari kebenaran itu. Aktingnya sebagai pencari kerja palsu pun akhirnya benar-benar dilakukan Budi sebagai upaya meyakinkan istrinya agar tidak benar-benar menceraikannya. Akankah rencananya berhasil? Hanya waktu yang akan menjawab.

Budi mendapat saran dari teman-teman pemalasnya untuk berpura-pura mencari pekerjaan. Lelaki itu pun mulai menjalankan aktingnya di depan sang istri, Rani. Setiap pagi, Budi berpamitan seolah-olah hendak mencari pekerjaan. Namun kenyataannya, dia hanya menghabiskan waktu di warung langganan bersama geng pemalasnya.

"Gimana Bro, aktingnya lancar kan?" Somad menyambut Budi dengan cengiran usil.

Budi mengangguk bangga. "Lancar jaya Bro! Istri gue sampai nggak curiga sedikitpun waktu gue bilang mau nyari kerja."

Yang lain pun memandang Budi dengan tatapan memberi selamat. Mereka merasa puas telah memberi saran yang brilian pada temannya itu agar terhindar dari perceraian.

"Lo emang jago berakting, Bro! Kayak beneran aja nyari kerja gitu," puji Rusli sembari menepuk pundak Budi.

"Siapa dulu dong, gue kan pinter akting boong di depan istri!" Budi membanggakan dirinya sendiri dengan percaya diri tinggi.

Geng pemalas itu masih setia nongkrong di warung kecil seperti biasanya. Menertawakan kelakuan masing-masing dan saling berbagi cerita kebohongan yang mereka lakukan pada para istri.

"Eh, tapi jangan lupa ya Bro! Kalo udah lama kebohongannya terbongkar, bahaya juga nanti!" ingat Ujang kepada Budi.

Budi mengibaskan tangannya santai. "Nggak akan ketahuan kok. Istri gue terlalu polos, gampang dibohongi!"

"Ya gue ingatkan aja sih, Bro. Kali aja suatu saat nanti ketahuan, bisa bahaya!" Ujang masih mencoba mengingatkan dengan nada serius.

Namun seperti biasa, Budi selalu mengabaikan setiap nasihat yang dilontarkan oleh teman-temannya. Kebohongan dan kepura-puraannya dianggap sangat sempurna untuk menipu Rani, istrinya sendiri.

Esoknya, Budi kembali berakting keluar rumah seolah mencari pekerjaan. Namun baru beberapa langkah meninggalkan halaman, dia sudah berpapasan dengan Rani yang baru saja pulang dari supermarket. Wajah Budi langsung memucat, waswas ketahuan oleh istrinya.

"Kamu mau ke mana, Bud?" tanya Rani dengan nada polos dan tatapan lurus kepada suaminya.

Budi meneguk ludah, berusaha mengatur ekspresinya agar terlihat natural. "I-ini gue mau nyari kerjaan, Ran. Kayak yang udah gue bilang."

Rani mengangguk paham. "Oh gitu, ya udah ati-ati di jalan ya, Bud! Semoga dapat kerjaan yang bagus!"

Setelah berkata demikian, Rani berlalu masuk ke rumah. Sementara Budi masih mematung di tempatnya berdiri dengan peluh membanjiri keningnya. Untuk sesaat, dia benar-benar merasa kalau aktingnya hampir saja terbongkar. Namun sepertinya keberuntungan masih berpihak padanya kali ini.

"Fiuhh... Untung saja dia nggak curiga lagi kali ini!" gumam Budi lega sambil melanjutkan langkahnya menuju warung nongkrong.

Akankah kebohongannya terus berlanjut tanpa pernah terbongkar di masa depan? Atau justru kecurigaan Rani akan tumbuh semakin menguat seiring berjalannya waktu? Budi benar-benar sedang berjalan di atas anak tangga kebohongan yang rapuh.

1
Almaa
dasar cowo👀
Almaa
deep bgt thor👀
HRN_18
🔥🔥🔥🔥
Diamond
Jalan ceritanya keren abis.
Oralie
Author, kapan mau update lagi nih?
HRN_18: sabar ,😩
total 1 replies
SugaredLamp 007
Menghanyutkan banget.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!