Berwajah ayu dan selalu berpakaian syar'i , lemah lembut, taat beribadah dan penurut adalah sifat yang dimiliki oleh seorang gadis bernama Cut Dara Maristha, memiliki darah kental Aceh karena kedua orangtuanya berasal dari Aceh. Gadis pemilik senyuman indah, seindah bulan purnama.
Naas, sebuah kecelakaan mobil merubah hidup Dara tiga ratus delapan puluh persen. Sang pemilik mobil yang menabrak dirinya, meminta agar Dara menikahi suaminya sebagai permintaan terakhirnya. Pria yang memiliki sifat dingin dan sangat membenci wanita alim dan lembut karena masa lalunya.
Apakah Dara akan menerima permintaan terakhir itu? Tidak ada yang tahu rencana besar sang maha pencipta untuk makhluk ciptaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon desih nurani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31
Jangan lagi hidup dalam masa lalu, kamu tidak akan kemana-mana jika kamu menyeret kenangan masa lalu dalam hidupmu.
~
Setelah selesai shalat maghrib dan mengaji, Dara langsung turun karena perutnya belum terisi dan terus memberontak.
"Maaf sayang, kamu lapar ya? Bunda shalat dulu tadi. Sekarang kita makan kok" ucap Dara mengelus perutnya, ia tersenyum sambil menuangkan air putih ke dalam gelas. Tak lama Arham keluar dengan pakaian santainya menuju meja makan, perutnya sudah berteriak dari tadi karena ingin menyantap masakan Dara yang sangat lezat. Arham memperhatikan Dara yang sedang mengaduk galas susu hamilnya.
"Bisa buatkan aku kopi?" tanya Arham menatap Dara, Dara tersenyum dan mengangguk pelan.
'Kenapa dia selalu tersenyum, apa dia tidak pernah sedih atau marah padaku karena semua sikapku padanya?' batin Arham.
Aroma kopi menyeruak masuk kedalam hidung Arham, pandangan Arham tak pernah lepas dari Dara. Ia memperhatikan seluruh tubuh Dara yang mulai terlihat sedikit perubahan. Kini Dara terlihat lebih gemukan.
"Berapa usia kandunganmu?" tanya Arham yang berhasil membuat Dara terkejut.
'Kenapa pak Arham menanyakan tentang usia kandunganku? Apa dia ingin menyuruhku untuk... Astagfirullah, apa yang kamu pikirkan Dara' batin Dara.
"Li.. Lima minggu" ucap Dara begitu gugup, Arham yang melihat itu pun mengernyit bingung.
'Kenapa dia terlihat ketakutan? Apa aku salah bertanya? Apa jangan-jangan... Ah sudah lah, kau tidak perlu memikirkannya' batin Arham.
"Besok kita akan pergi ke dokter" ucap Arham yang kembali membuat Dara terkejut.
"Tidak perlu pak" ucap Dara dengan cepat, Arham menatap Dara penuh tanda tanya. Bukan tidak mau, Dara hanya takut jika Arham mengetahui masalah kehamilannya.
"Kenapa? Apa aku benar kalau anak itu bukan anakku?" tanya Arham, Dara yang mendengar itu langsung menggelengkan kepalanya dengan kuat.
"lalu?" Arham menatap Dara penuh selidik, ia tahu jika Dara menyembunyikan sesuatu.
"Sa... Saya.. hoek..." belum selesai Dara bicara perutnya terasa sangat mual, Dara bangun dan memuntahkan isi perutnya di wastafle. Arham yang melihat itu sangat terkejut, ia ikut bangun dan menghampiri Dara.
"Hoek... hoek... " Dara terus memuntahkan cairan bening dari perutnya, saat Arham bandak menyentuh tengkuk Dara mual yang Dara rasakan semakin menjadi.
"Tolong menjauh hoek...." cairan bening terus keluar dari perut Dara hingga Dara merasa tubuhnya sangat lemas.
"Saya mohon, bapak menjauh. Saya mual mencium aroma tubuh bapak" ucap Dara sambil membasuh mulutnya dengan air, namun perutnya kembali di putar dan memuntahkan cairan bening terus menerus.
Arham sangat bingung, ia bingung harus melakukan apa. Dia juga mencium tubuhnya karena mendengar perkataan Dara.
'Tubuhku wangi, kenapa dia mual mencium aroma tubuhku? Dasar aneh' batin Arham. Ia kembali duduk di kursi sambil terus menatap gerak gerik Dara. Dara membalikan tubuhnya dan bersandar, ia memijit kepalanya yang terasa sakit.
"Apa kau baik-baik saja?" tanya Arham datar, Dara mengangguk dan berjalan dengan pelan untuk kembali duduk. Dara menopang keningnya dengan tangan, saat ini ia sangat lemas dan pusing.
"Akhhh... " pekik Dara saat meraskan perutnya kontraksi, memang setiap malam ia akan mengalami hal itu. Bahkan bisa berjam-jam Dara menahan rasa sakit di perutnya, Dara juga sudah cek pada dokter. Dokter mengatakan jika hal itu memang sering terjadi pada wanita yang memilki rahim yang lemah. Dokter juga sudah menyarankan Dara untuk menghentikan kehamilannya karena sangat bersiko dan dapat mengancam nyawa Dara. Namun Dara begitu keras kepala untuk tetap mempertahankan kandungannya.
"Ada apa?" tanya Arham yang sedikit panik, ia bangkit dari duduknya menghampiri Dara.
"Sakit" ucap Dara pelan sambil menyentuh perutnya, ia terus meringis sambil mencengkram ujung bajunya.
"Kita kerumah sakit" ucap Arham menggendong Dara, Dara menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Dara tidak mau. Ini sudah biasa terjadi setiap malam, Dara mau kekamar" ucap Dara mencengkram baju Arham.
"Jangan membantah" ucap Arham datar, Dara kembali di rasuki rasa takut.
"Dara tidak mau... Hiks Dara mau ke kamar. Dara mohon pak, Dara tidak mau ke rumah sakit hiks" tangisan Dara benar-benar pecah, Arham yang mendengar itu menjadi bingung sendiri.
"Baik lah, kita ke kamar" ucap Arham mengalah, ia membawa Dara menuju kamarnya.
"Kamar Dara di atas pak" ucap Dara yang sama sekali tak di hiraukan oleh Arham. Arham menidurkan Dara di atas ranjang King size miliknya.
"Tidurlah" ucap Arham sambil menatap wajah Dara, Arham hendak pergi namun Dara langsung menahan tanganya.
"Tolong sentuh dia" ucap Dara pelan, Arham sangat bingung dengan ucapan Dara.
"Dia menyukai tangan bapak" ucap Dara meletakkan tangan Arham di atas perutnya.
"Saya mohon, sebentar saja" ucap Dara menatap Arham dengan tatapan memohon. Saat ini Dara memang sangat membutuhkan Arham, hanya Arham yang bisa menghilangkan rasa sakit di perutnya.
"Baik lah, hanya sebentar" ucap Arham duduk di sebelah Dara, Dara memejamkan matanya yang mulai terasa berat. Arham menatap wajah Dara yang begitu polos, wajah yang begitu pas dengan hidung dan mata yang indah. Dara terlihat begitu gusar, Arham merasa iba dan merapatkan tubuhnya dengan Dara. Tangannya yang tadi hanya diam, kini mulai ia gerakan untuk mengelus perut Dara yang masih rata. Lalu tak lama terdengar suara isakan dari pada mulut Dara, Dara juga memeluk Arham dengan sangat erat seakan Arham akan pergi jauh darinya.
"Jangan pernah katakan lagi jika anak ini adalah anak orang lain, dia darah daging bapak. Dara tidak pernah berhubungan dengan laki-laki lain. Dara sakit pak, sakit saat bapak menuduh Dara seperti itu" ujar Dara semakin terisak. Arham yang mendengar itu merasa tertampar dan hatinya begitu sakit. Tak ada lagi ucapan yang keluar dari mulut Dara, Arham bersandar dikepala ranjang dan memejamkan matanya.
'Maaf aku sudah selalu menyakiti hatimu, masa laluku terus menghantuiku. Aku takut suatu hari nanti kau sama seperti wanita itu' batin Arham.