Ling Zhi seorang Ratu kerajaan besar, tiba-tiba terbangun di tubuh seorang wanita yang terbaring di sebuah ruangan bersalin. Dirinya berpindah ke masa depan, sebagai seorang ibu dan istri yang tidak diinginkan bernama Shera.
"Aku tidak pernah menunduk pada siapapun!"
Ikuti perjalanan nya menjadi seorang Ibu dan wanita hebat di masa depan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Nilam Sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayah VS Anak
Di sebuah sofa, tampak sepasang pria dan wanita tengah bermesraan saat ini. Saling menggenggam tangan seolah ada perekat yang melekat disana.
"Aku sangat senang bersamamu seperti ini, Aby."
"Aku juga, sangat! Dan tidak ada lagi yang menghalangi kita."
"Tapi, aku heran.... Kenapa Shera setuju berpisah dengan mu?"
"Kau tidak menginginkan nya? Tidak senang?" Naira menggeleng cepat.
"Bukan, tapi.... Kita tau bagaimana dia padamu."
"Anggap saja dia akhirnya berguna. Itu saja, jangan pikirkan hal lain."
"Tapi Aby, dia tidak meminta mu menemui anak kalian kan?" Tanya Naira yang sudah over thinking duluan.
Abraham langsung memeluk kekasihnya sambil mengatakan kata-kata yang membuat wanita nya senang. "Tentu saja tidak, tidak ada hal seperti itu. Aku tidak perlu melakukannya, karena aku hanya ingin anak darimu saja."
"Kau manis sekali." Keduanya tersenyum dengan wajah yang sudah sangat lekat. Perlahan, tampaknya bibir itu mulai ikut berdekatan, tapi sebuah nada dering membuat keduanya terganggu.
"Sebentar, Papa menelpon." Ucap Abra.
"Angkat lah."
"Ya pa." Abraham tampak bicara beberapa kali, hingga akhirnya wajahnya terlihat kesal dan langsung mematikan ponselnya.
"Ada apa?" Tanya Naira yang menyadari perasaan kekasihnya sedang tidak baik.
"Aku pulang dulu, ada sesuatu."
"Semuanya baik kan?" Tanya Naira memastikan.
"Iya, akan buruk jika aku tidak pulang."
"Papa mu tidak akan membuat hubungan kita berakhir kan Aby?" Naira kembali dihantui rasa ketakutan nya.
Abraham mengelus pipi lembut itu. "Tidak, aku pastikan. Aku akan menghubungimu kembali, aku pergi dulu. Aku mencintaimu."
"Aku juga, hati-hati." Abraham mengambil kunci mobil serta jas nya yang terbaring di sofa lain. Dan akhirnya menghilang dari sana, meninggalkan Naira.
***********
Dan benar saja, ketika Abraham tiba, dia sudah disambut oleh Joseph dengan Leo yang berada di gendongan nya. Dengan sang Mama yang juga disana, sepertinya kedua orang tuanya tengah bermain dengan cucu mereka. Lalu kenapa menganggu nya?
"Ada apa pa? Aku lihat keadaan baik-baik saja. Kenapa papa bicara seolah rumah ini akan runtuh?" Ucap Abraham.
"Kenapa? Memang apa yang kau lakukan sehingga jadi berat hati kesini?" Tanya Joseph.
"Tentu saja bekerja pa, aku di kantor."
"Oh ya? Kau bekerja menyenangkan wanita mu di apartemennya? Jangan pikir Papa tidak tau Abraham!" Abraham terkejut, tapi tidak lama. Seharusnya dia tau siapa Papa nya.
"Kalau Papa tau, lalu kenapa? Apa Shera yang...."
"Tidak perlu mengaitkan Shera dalam pembicaraan ini."
"Tapi begitulah yang biasanya terjadi, pa." Balas Abraham.
"Papa tidak akan melarang mu, jika kau kembali pada pilihanmu." Abra tentu senang dengan ucapan papanya.
"Papa tidak meminta sesuatu dari ku kan? Papa tidak meminta ku kembali pada Shera kan?" Joseph hanya tersenyum menanggapi ucapan putranya.
"Apa seperti itu pemikiran mu? Kau pikir Shera mau dimadu?"
"Siapa yang tau? Dia bisa melakukan hal apapun."
"Habiskan waktu bersama putramu." Ucapan sang papa tentu membuat kening Abra berkerut.
"Apa maksud Papa?"
"Leo akan pergi dengan ibunya. Dia tidak akan tinggal disini lagi, apa kau tidak ingin menghabiskan waktu bersama putramu? Dia akan pergi besok."
"Lalu? Pergi saja. Aku tidak akan melakukan nya, bisa saja itu hanya pancingan untuk membuat ku terikat dengan nya, dan berujung dengan ibunya."
"Abraham!" Teriakkan Joseph membuat Leo menangis karena terkejut dan membuat Shera langsung mengambil putranya.
"Kenapa sayang? Ada apa? Kau haus?"
"Maaf Shera, bisa bawa Leo dulu? Mungkin dia basah?" Shera mengambil pelan putranya dan tidak memperdulikan Abra disana.
"Ayo sayang." Setelah memastikan Shera telah menghilang, Joseph bangkit menuju putranya.
"Tenang suamiku." Viola tampak berusaha menenangkan suaminya.
"Dengar Abra, kau sangat keterlaluan. Apa sedikit pun hatimu tidak tergerak untuk itu?" Dia darah daging mu! Bagaimana kau bisa bersikap seperti itu?"
"Sudah untung aku membiarkan dia lahir pa, dan menyumbangkan benih ku untuk tumbuh di rahim Shera!"
"Pa!" Viola menutup mulutnya melihat sebuah tamparan mendarat di wajah putranya.
"Kalau Papa sangat menyayangi nya, lakukan saja. Jangan terus memaksa ku pa, aku juga punya keinginan hatiku sendiri. Aku hanya ingin anak dari wanita yang aku cintai."
"Baiklah, papa tidak akan melarang mu. Papa bebaskan kau! Lakukan apa yang kau sukai, dan begitu juga dengan Papa. Papa akan melakukan hal yang Papa sukai! Kau dengar Viola? Dengar perkataan putramu ini? Jika suatu saat dia mengemis padaku, untuk bertemu dengan cucu ku. Jangan harap aku akan melakukan nya! Bahkan termasuk dirimu, Viola."
"Aku tidak akan melakukannya!"
"Abra, sudah. Sudah nak, jangan memancing papa mu terus."
"Tapi aku mengatakan yang sebenarnya ma. Aku tidak akan mengemis pada Papa."
"Urus putramu itu! Dia membuat ku sangat kesal!" Joseph akhirnya melenggang pergi meninggalkan putra serta istrinya di sana.
***********
Shera yang baru saja mengganti popok putranya dikejutkan dengan kedatangan mertua nya. "Leo sudah bersih pa. Papa mau bermain lagi dengan nya? Dia tidak mau tidur, padahal sudah kenyang."
Joseph memang mendekat pada box bayi Leo, dan bukannya menggendong nya, tampak pria paruh baya itu mengeluarkan sesuatu dari kotak beludru di sakunya.
Shelina yang juga disana hanya diam melihat apa yang dilakukan oleh Joseph.
"Pa, ini?"
"Hadiah dari papa. Meksipun dia tidak tinggal disini, dia selamanya keturunan Jonathan. Kalung ini adalah kalung buyutnya. Hanya cucuku Leo yang berhak mendapatkan nya. Kakek sangat menyayangimu." Di leher mungil itu terpasang kalung yang indah yang memiliki Leo tidak terganggu. Ketika merasakan dekapan hangat kakek nya, Leo tersenyum.
"Shelina." Panggil Joseph.
"Ya paman?"
"Ayo, keluarkan keahlian memotret mu. Ambil momen kami, jika dia sudah mulai tumbuh nanti, dia akan ingat dengan kakek tampan nya."
"Tentu saja, tersenyum ke arah kamera!" Shelina mengambil beberapa foto dan membuat Joseph tersenyum puas dengan hasilnya.
"Pergilah malam ini, lebih cepat lebih baik." Kedua saudara itu saling memandang satu sama lain mendengar ucapan Joseph.
"Tapi pa."
"Lakukan saja, kalau tidak Papa bisa berubah pikiran. Nanti papa bawa Leo." Ada senyuman dari wajah Joseph, tapi Shera dan Shelina merasakan sesuatu di balik ucapan itu.
*********
Joseph menuju ruang kerjanya dan mengambil ponselnya menghubungi seseorang. "Aku ingin membuat surat wasiat, kita bertemu setengah jam lagi!" Ucapnya dan langsung mengakhiri panggilan.
Bersambung.....
Jangan lupa like komen dan favorit serta hadiahnya ya terimakasih banyak.