“Gunduli kepala mereka, jika mereka tetap tidak mau mengakui kesalahan mereka! Bisa-bisanya mereka berzin.a di lingkungan kita!” ucap warga menggebu-gebu penuh amarah.
Entah ibli.s apa yang merasuki warga. Hingga mereka menghakimi Hasan dan gadis amnesia yang bersamanya, dengan sangat keji. Hanya karena warga memergoki Hasan dan gadis tersebut tengah berpelukan di dalam mobil bersuasana gelap. Kedua sejoli itu dituduh akan melakukan zina. Ditambah lagi, keduanya tidak bisa menyerahkan kartu identitas.
Bukan hanya mobil Hasan yang remuk setelah diamuk warga. Karena Hasan juga terluka parah. Si gadis amnesia yang dituduh menjadi pasangan zina Hasan, juga nyaris dibotaki. Padahal alasan kedua sejoli itu bersama karena kecelakaan lalulintas yang sebelumnya keduanya alami. Hasan tak sengaja menabrak si gadis dan membuat si gadis menjadi amnesia total. Keduanya yang tidak saling kenal, tengah saling menguatkan satu sama lain melalui pelukan.
Namun, demi menyelamatkan nyawa satu sama lain, kedua sejoli itu menerima untuk dinikahkan paksa. Lantas, pernikahan seperti apa yang akan keduanya miliki jika alasan mereka menikah saja karena fitnah yang begitu keji?
[Merupakan bagian dari novel : Kembar Genius Kesayangan Bos Mafia Kejam & Rujuk Bersyarat Turun Ranjang ]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
9 : Mulai Bahagia
Pada akhirnya, Hasan lebih memilih membawa Cinta pergi dari kontrakan yang baru saja susah payah ia bersihkan. Demi keamanan bersama, apalagi ke depannya Cinta akan sering Hasan tinggal.
Diam-diam, Cinta merasa rugi bandar lantaran Hasan tak sampai mengambil uang sewa yang sudah ia bayarkan. Dengan langkah berat Cinta mengikuti tuntunan Hasan. Termasuk juga ketika akhirnya mereka masuk taksi online yang Hasan pesan. Cinta tetap belum bisa merasa nyaman.
“Sembilan ratus ribu itu banyak loh. Kenapa enggak diambil saja. Ibaratnya, tadi kita cuma numpang bersih-bersih,” sedih Cinta sambil menatap sedih gang kontrakan mereka berada. Ia sengaja duduk agak berjarak dari Hasan.
Karena terlalu sedih merelakan uang sembilan ratus ribunya, Cinta yang memang kelelahan akhirnya ketiduran. Hasan yang masih diam, berangsur memangku kepala Cinta.
“Aku melakukan ini karena aku sayang banget ke kamu. Aku enggak mau kamu kenapa-kenapa. Enggak apa-apalah kehilangan sembilan ratus ribu. Aku juga ikhlas sudah ngepel sampai encok. Yang penting kamu tahu, kontrakan murah memang identik dengan kualitasnya yang sering memaksa kita buat bersabar.”
“Sekarang, biarkan aku memulai, agar kamu enggak kekurangan apa pun di hubungan versi kita, ya!” batin Hasan sambil mengelus sayang dagu Cinta.
Dari semua wajah Cinta, hanya dagu yang tidak terluka. Karena hidung Cinta saja dihiasi dua luka baret.
Setelah menjalani perjalanan hampir dua jam lamanya, akhirnya mereka sampai di kontrakan pilihan Hasan. Kontrakan yang pintu masuknya saja sampai dijaga oleh seorang satpam.
Hasan membangunkan Cinta dengan sangat hati-hati.
“Kak Hasan paham banget bagaimana caranya memperlakukan wanita,” batin Cinta sambil mengikuti tuntunan Hasan.
Hasan sempai meletakan tangan kirinya yang tak.menggandeng tangan Cinta, di ubun-ubun Cinta. Agar kepala Cinta tidak terb.entur mengingat Cinta terlihat masih sangat mengantuk.
Setelah mengobrol singkat dengan satpam yang berjaga dan menunjukan layar ponsel bukti sewa salah satu kontrakan di sana, Hasan memboyong Cinta masuk.
“Beda banget. Yang ini vibesnya, vibes elite. Tapi suamiku dapat uang dari mana? Di sini pasti mahal!” batin Cinta yang meski masih ngantuk, sengaja memaksakan diri untuk mengawasi sekitar.
Kontrakan mahal yang mereka datangi, layaknya rumahan pada kebanyakan. Setiap kontrakannya masih dempet, tapi memiliki teras maupun halaman cukup luas. Jalan antara kontrakan depannya pun jauh lebih luas dari keadaan jalan di kontrakan yang baru mereka tinggalkan.
“Kak ...?” panggil Cinta lirih.
“Hhmm ...?” Hasan sudah langsung mengalihkan perhatian sekaligus tatapannya kepada Cinta.
“Kontrakannya mirip rumah KPR,” ucap Cinta yang meski amnesia, sedikit banyaknya mengenai kehidupan termasuk uang, masih paham.
Tanggapan Hasan yang langsung terkejut kemudian diam, membuat Cinta curiga.
“Ini jangan-jangan, bukan kontrakan, melainkan KPR mahal?” desak Cinta.
“Ketimbang ngontrak, sekalian beli rumah lebih untung, kan? Setiap bulan kita bayar, dan ada masa depan buat memiliki rumahnya. Nah kalau ngontrak, sementara biaya sewa sama biaya ngontrak sama saja. Ya mending yang jadi milik,” balas Hasan.
Cinta tidak bisa membalas.
“Sama-sama keluar uang, tapi kalau beli rumah sekalian, kita juga jadi punya rumah,” lanjut Hasan yang kemudian berkata, “Jangan pikirkan biaya angsuran tiap bulan. Sama saja dengan bayar kontrakan. Bedanya, beli rumah begini kita lebih untung. Suamimu bukan pengangguran, jadi jangan pusingkan biaya angsuran yang menang sama saja dengan biaya ngontrak!”
Cinta tetap tidak menjawab. Namun jemari tangannya yang tidak digandeng Hasan, berangsur membentuk setengah hati dan ia tempelkan di pipi kanan Hasan. Detik itu juga, Hasan yang paham maksud Cinta, langsung tersipu. Dunia Hasan seolah menjadi berputar lebih lambat seiring bintang-bintang kecil uang seolah berterbangan dari dadanya.
“Oalah, ... gini ya, indahnya jatuh cinta. Pantas si Rain sibuk mepet Hasna sejak Hasna masih bayi!” batin Hasan.
Rumah yang sudah memiliki garasi. Halaman yang mencukupi dan bisa dihiasi taman atau malah untuk berkebun. Belum apa-apa, Cinta sudah langsung merasa betah dan menganggap itu merupakan rumahnya.
“Kalau begini kan, meski harus keluar kota, aku bisa tenang ninggalin kamu di rumah sendirian. Perumahannya juga lumayan rame. Sudah banyak yang ditungguin. Ini taman mau ditanami, apa direnovasi bikin kolam kecil?” ucap Hasan.
Kemudian, yang mereka lakukan ialah bersih-bersih. Di sana belum ada apa pun. Namun menggunakan ponselnya, Hasan memesan sederet keperluan. Hingga lagi-lagi, Cinta mempermasalahkan kemampuan keuangan suaminya.
“Kakak kan cuma sopir, kok apa-apa serba dibeli? Kok apa-apa, bisa berkecukupan?” ucap Cinta yang kemudian juga berkata, “Aku enggak bermaksud meren.dahkan pekerjaan Kakak. Namun logikanya memang begitu. Atau, Kakak malah melakukan pinj.ol?”
Hasan buru-buru menggeleng. “Ini murni tabunganku. Ini ... tabungan dari kecil. Aku kan sudah nguli sejak di dalam kandungan,” ucap Hasan ragu-ragu menunjukkan ponselnya. Hasan malah memberikan ponselnya, kemudian keliling rumah untuk mengawasi keadaan rumah barunya.
“Tabungannya lumayan loh. Masih di atas lima puluh juta. Eh tapi, ini foto siapa?” pikir Cinta yang langsung menghampiri Hasan.
“Foto aku sama bos aku. Itu keluarga bosku,” yakin Hasan. Padahal jauh di lubuk hatinya, Hasan berdalih bahwa itu malah merupakan foto keluarganya. Orang tua, dan juga saudara perempuannya.
Tak lama kemudian, barang pesanan Hasan datang. Ada kasur, satu set meja dan sofa, kompor, lpg, rice cooker, dan juga beberapa panci dan wajan. Termasuk piring dan perlengkapan alat makan. Alat bersih-bersih seperti sapu, kemoceng, pengki, dan alat pel juga sudah mereka miliki.
Rumah yang awalnya masih kosong, kini sudah jadi rumah layak huni. Suasana rumah jadi hidup, dan senyum semringah mulai menghiasi kebersamaan mereka.
“Ini seru!” ucap Hasan sambil mengawasi sekitar. Ia menuntun Cinta dan mengajaknya duduk di sofa panjang yang ada di ruang keluarga.
“Kurang televisi, AC, kulkas,” ucap Hasan berusaha istirahat karena sibuk beres-beres membuatnya yang masih sakit, kelelahan.
“Jakarta enggak pakai AC ya kayak dipanggang. Pakai kipas angin nah alamatnya masuk angin,” ucap Hasan yang kemudian melirik Cinta. Ia dapati Cinta yang meski berkeringat dan tak kalah kelelahan darinya, juga tengah tersenyum semringah.
Hasan sengaja modus. Ia menyandarkan kepalanya ke bahu Cinta. Yang membuat Hasan diam-diam kegirangan lantaran Cinta sudah langsung merangkulnya, mengelus kepalanya penuh sayang.
“Enggak tahu kenapa, aku merasa, inilah kehidupan yang aku impi-impikan selama ini. Apa jangan-jangan, memang begini yang aku impikan, ya?” pikir Cinta.
“Jam berapa, ini? Waktunya kita minum obat. Oh, iya lupa ... kita belum makan. Gimana kalau coba masak nasi sama bikin mi instan? Ih kayaknya seru banget!” ucap Cinta sangat antusias.
“Berasa sedang main drama-dramaan. Sebahagia ini, tapi ini nyata!” batin Hasan tak kalah bahagia dari Cinta.