cerita ini masih bersetting di Dunia Globus di sebuah benua besar yang bernama Fangkea .
Menceritakan tentang seorang anak manusia , dimana kedua orang tua nya di bunuh secara sadis dan kejam serta licik oleh sekelompok pendekar kultivator .
Trauma masa kecil , terbawa hingga usia remaja , yang membuahkan sebuah dendam kesumat .
Dalam pelarian nya , dia terpisah dari sang kakak sebagai pelindung satu satu nya .
Bagai manakah dia menapaki jalan nya dalam hidup sebatang kara dengan usia yang masih sangat belia .
Bisakah dia mengungkap motif pembunuhan kedua orang tua nya , serta mampu kah dia membalas dendam ? .
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alvinoor, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Orang Tua yang Baik Hati.
Kakek Go Guan memeluk tubuh anak kecil itu dengan erat, di dekap nya di dada nya tubuh kecil yang sedang menangis itu.
"Sudahlah nak, kakek minta maaf, sekarang kamu sudah aman bersama kakek, ayo ikut kakek ayo, panggil saja kakek dengan kakek Guan, ayo!, ayo ikut kakek!" bujuk kakek Go Guan sambil membimbing tangan Cin Hai.
Sambil menangis dan memanggil sang kakak, Cin Hai berjalan mengikuti langkah kaki kakek Guan pulang ke perguruan silat Sin Houw.
Anak itu sudah tidak tahu lagi, apa yang harus dia lakukan, dia melangkah mengikuti di belakang kakek Guan.
Kakek Guan berjalan di depan dengan menggotong seikat besar kayu bakar.
Sesampai nya di perguruan Sin Houw, kakek Guan mengajak Cin Hai masuk kedalam perguruan lewat pintu belakang.
Seorang wanita tua yang di panggil orang orang nenek Mou Ni, istri dari kakek Guan, sangat terkejut melihat kedatangan sang suami, yang membawa seorang anak kecil itu.
"Kek!, siapa dia?, anak siapa yang kau bawa itu?" tanya nenek Mou Ni bingung.
"Nek!, anak ini tadi terhanyut di sungai Chong, awal nya kukira sudah tewas, eh setelah ku periksa, ternyata masih hidup nek, ya jadi nya kubawa aja dia pulang, ayo siapkan makan nek, kasihan dia nampak nya kelaparan!" ujar kakek Guan menyuruh nenek Mou Ni menyiapkan makanan.
Sebenar nya kakek Guan dan nenek Mou Ni ini bukan orang sembarangan, mereka murid murid Lau Bian Cu, ayah dari sang leluhur perguruan Sin Houw, yaitu Lau Bin Ong, sang leluhur perguruan Sin Houw saat ini.
Mereka ini asal nya seorang yatim-piatu yang diasuh oleh Lau Bian Cu semenjak mereka kecil, serta dijadikan murid oleh nya.
Akhirnya karena merasa saling cocok, kedua orang ini menikah, dan memilih hidup di lingkungan perguruan silat Sin Houw untuk membantu kegiatan di perguruan silat itu.
Meskipun terlihat seperti itu, tetapi sepasang suami istri ini memiliki tingkat kultivasi yang cukup mumpuni untuk kalangan manusia kebanyakan, yaitu tingkat Alam Raja menengah.
Nenek Mou Ni ketika melihat keadaan Cin Hai yang berpakaian compang camping serta rambut yang tidak terurus, hati wanita tua itu sangat terenyuh sekali.
Dia sejak lama menginginkan anak, namun hingga kini usia tua, mereka belum juga di karuniai anak.
Sehingga dengan ada nya Cin Hai di tempat itu, seakan menjadi berkah bagi mereka berdua.
Dipeluk nya tubuh Cin Hai dengan erat, "nama mu siapa nak?" tanya nya perlahan.
"Nama saya Cin Hai nek!" jawab Cin Hai singkat.
Kini dia sudah tidak lagi menangis, hanya menarik nafas panjang, untuk melapangkan dada nya.
Ketika dia ingin bertanya tentang orang tua Cin Hai, sang suami memberikan isyarat agar jangan menanyakan masalah itu kepada nya, sehingga nenek Mou Ni membatalkan pertanyaan nya.
Sementara kakek Guan pergi menemui Lau Bai An sang Patriak perguruan untuk melaporkan masalah Cin Hai kepada nya, nenek Mou Ni segera membawa Cin Hai kebelakang, untuk membersihkan badan nya.
Setelah selesai membersihkan badan Cin Hai di belakang rumah nya, nenek Mou Ni pun menyisir rambut anak kecil itu.
Kini Cin Hai berubah total dari yang semula Kumal dan dekil, kini menjadi seorang anak yang sangat tampan sekali.
Bukan main gembira hati nenek Mou Ni melihat kenyataan itu.
Tidak seberapa lama, kakek Guan datang dengan membawa dua pasang pakaian hasil pemberian dari sang Patriak perguruan.
"Waaaoooo cucu kakek sangat tampan, ayo kita makan yok!" ajak kakek Guan pada Cin Hai.
Tanpa banyak bicara, Cin Hai mengikuti kakek Guan ke dapur, untuk makan.
Kakek Guan dan nenek Mou Ni sangat menyayangi Cin Hai sang cucu angkat mereka.
Meskipun mereka tidak memiliki anak, tetapi, kedua orang tua ini menganggap Cin Hai cucu kandung mereka.
Meskipun begitu, Cin Hai tidak pernah menceritakan pada kedua orang ini, tentang masa lalu nya.
Mulai saat itu, Cin Hai ikut kakek Guan dan nenek Mou Ni di perguruan Sin Houw.
Meskipun tidak diakui secara resmi menjadi murid perguruan itu, tetapi kakek Guan dan nenek Mou Ni secara diam diam mendidik Cin Hai dengan jurus jurus silat tinggi serta melatih nya berkultivasi.
Sebenar nya suatu pantangan bagi murid perguruan Sin Houw mengajarkan ilmu bela diri Sin Houw kepada orang lain, tanpa ijin dari tetua perguruan itu.
Tetapi karena kakek Guan dan nenek Mou Ni menganggap Cin Hai bukan orang lain, sang leluhur, meskipun mengetahui nya, tetap pura pura tidak tahu saja.
Karena kakek Guan dan nenek Mou Ni murid dari ayah sang leluhur perguruan sekarang, sehingga cuma sedikit orang yang mengetahui jika sepasang suami istri ini sebenarnya, seorang pendekar kultivator juga.
Ditambah lagi dengan tempat kediaman mereka di tingkat bagian bawah di ujung paling belakang perguruan, membuat semua kegiatan mereka tidak ada yang memantau nya.
Tempat tinggal sepasang suami istri ini berada di belakang perguruan berbatas kebun pisang dan singkong yang rimbun.
Setiap hari nya, pekerjaan mereka, adalah merawat kebun kebun ini, serta beberapa taman perguruan.
Sebenar nya, leluhur perguruan itu bukan nya tidak mengetahui keberadaan Cin Hai, secara diam diam dia memantau semua tentang Cin Hai.
Mula mula dia penasaran dengan kabar yang disampaikan oleh Lau Bai An putranya yang kini menjabat patriak perguruan itu, tentang Go Guan yang menemukan anak kecil di tepi sungai.
Sebenar nya Go Guan dan Mou Ni adalah adik seperguruan oleh leluhur perguruan itu, tetapi tidak banyak orang yang tahu.
Secara diam diam, dia memperhatikan perkembangan Cin Hai.
Dia tahu jika anak itu di didik oleh kedua adik seperguruan nya itu.
Dia tidak ambil pusing, karena dia anggap tidak membahayakan kelangsungan perguruan itu.
Dia hanya memperhatikan perkembangan Cin Hai dari kejauhan.
Diam diam dia bangga dengan daya ingat serta kecerdasan anak itu, cuma dengan sekali melihat saja, dia bisa meniru gerakan silat serumit apa pun juga.
Pada satu malam, saat kakek Guan membimbing Cin Hai berkultivasi, tiba tiba leluhur Lau Bin Ong datang ke tempat tinggal nya.
Dengan rasa bersalah, kakek Guan buru buru menghadap kepada leluhur Lau Bin Ong.
"Maaf kakak!, maafkan saya!" ucap kakek Guan.
"Tidak apa apa adik Guan, aku tidak marah, teruskan saja, aku cuma mau minta tolong pada cucu mu, mulai besok mengambilkan air untuk aku mandi" ujar leluhur Lau Bin Ong.
"Baiklah kak, akan saya suruh dia mengambilkan air untuk kakak mulai besok!" jawab kakek Guan.
Mulai ke esokan hari nya, Cin Hai bekerja mengambilkan air untuk leluhur Lau Bin Ong.
Mula mula dengan dua gentong kecil, bolak balik dari sungai ke puncak bukit Tung Hai, hingga gentong gentong milik leluhur penuh, barulah dia berhenti.
Setelah selesai mengambil air di sungai, biasa nya Cin Hai mencari kayu bakar di hutan belakang perguruan silat.
Sore hari nya, barulah dia berlatih jurus silat, bahkan kadang kadang di dalam hutan, saat mencari kayu bakar, dia menyempatkan diri nya untuk berlatih jurus silat.
Setiap kali dia mengambil air di sungai, dia menyempatkan berhenti beberapa saat di teras pertama kedua ataupun ketiga, sekedar untuk melihat anak anak lain latihan silat, apa yang dia lihat, dia rekam di otak nya, saat di dalam hutan, barulah dia berlatih sendirian.
Karena kecerdasan nya dan daya ingat nya yang memang luar biasa, sehingga dalam waktu yang singkat, hampir seluruh jurus jurus silat berbagai tingkatan, sudah dia kuasai.
Sebenar nya tugas mengambil air bukan dilakukan Cin Hai sendirian saja, tetapi ada banyak anak anak yang melakukan nya, tetapi yang paling kecil, tentu saja Cin Hai.
Tetapi semenjak ada Cin Hai, anak yang lain seakan mendapat keringanan kerja, bahkan tidak jarang, dengan tekanan dan ancaman, mereka memaksa Cin Hai untuk melakukan tugas yang seharus nya mereka lakukan, karena tugas Cin Hai hanya mengisi gentong besar milik leluhur di puncak bukit saja.
Tanpa pernah mengeluh sedikit pun juga, Cin Hai terus melakukan itu semua.
Awal awal nya dia merasa sekujur tubuh nya sakit semua, nenek Mou Ni dengan kasih sayang, memijat dan membaluri sekujur tubuh cucu kesayangan itu dengan ramuan minyak khusus.
Setelah beberapa purnama berlalu, kini tubuh Cin Hai terlihat sangat kekar dan tenaga pisik atau Gwa Kang nya semakin meningkat pesat sekali.
Kini dia mampu memikul dua ember besar sekaligus sambil berjalan tanpa berhenti ke puncak bukit Tung Hai tempat kediaman leluhur Lau Bin Ong tinggal.
Melihat perkembangan yang ada pada Cin Hai, tentu saja diam diam leluhur Lau Bin Ong menjadi sangat gembira.
...****************...
kalau ma ling kue bisa bikin kenyang tuh.. 😅