Aisha Naziya Almahyra telah menjalin hubungan selama tiga tahun dengan kekasihnya yang bernama Ikhbar Shaqr Akhdan. Hubungan mereka sudah sangat jauh.
Hingga suatu hari kedua orang tua mereka mengetahuinya, dan memisahkan mereka dengan memasukan keduanya ke pesantren.
Tiga tahun kemudian, Aisha yang ingin mengikuti pengajian terkejut saat mengetahui yang menjadi ustadnya adalah Ikhbar. Hatinya senang karena dipertemukan lagi dalam keadaan telah hijrah.
Namun, kenyataan pahit harus Aisha terima saat usai pengajian seorang wanita dengan bayi berusia satu tahun menghampiri Ikhbar dan memanggil Abi.
Aisha akhirnya kembali ke rumah, tanpa sempat bertemu Ikhbar. Hingga suatu hari dia dijodohkan dengan seorang anak ustad yang bernama Ghibran Naufal Rizal. Apakah Aisha akan menerima perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9. Kedatangan Ghibran
Aisha keluar untuk menemui tamu yang mencarinya. Dalam hatinya bertanya, siapa orang itu? Di kota ini dia tidak begitu mengenali orang-orang kecuali ibu-ibu tempatnya mengikuti pengajian.
Aisha terkejut saat tahu yang datang adalah Ghibran dan sepasang suami istri yang dia yakini kedua orang tuanya. Dia tersenyum dengan mereka.
"Assalamualaikum," salam Aisha.
"Waalaikumussalam," jawab ketiga tamu Aisha dengan serempak.
Aisha menyalami ibu Ghibran dan mencium tangannya dengan hormat. Setelah itu pamit untuk membuatkan air minum. Ibunya yang menemani para tamu.
Di dapur Aisha jadi berpikir, untuk apa Ghibran datang dan juga membawa kedua orang tuanya. Dia membuat teh dan membawa sepiring kue.
"Silakan Pak, Bu dan Mas Ghibran. Hanya ini yang ada di rumah," ucap Aisha.
"Ini sudah lebih dari cukup," jawab Ghibran.
Setelah mencicipi kue yang Aisha beri. Ibunya Ghibran mulai bicara.
"Nak Aisha, kami ingin berbicara denganmu tentang sesuatu yang penting," ucap Ibunya Ghibran memulai percakapan.
"Sungguh? Tentang apa, Bu? Silakan saja Ibu bicara," ucap Aisha dengan lembut. Jantungnya berdetak lebih cepat, penasaran apa yang ingin ibunya Ghibran katakan.
"Begini, Nak. Ghibran meminta kami melamarmu untuk dijadikan istri. Apa kamu bersedia?" tanya ayahnya Ghibran.
Aisha terlihat terkejut mendengar permintaan tersebut. Dia lalu memandangi ibunya. Tampak wanita itu menganggukan kepalanya.
"Oh, saya tidak tahu apa yang harus saya katakan. Kami belum saling kenal. Hanya sekedar bertegur sapa saja. Apakah Mas Ghibran yakin ingin menjadikan aku istrinya?" Aisha beetanya balik
"Kami memahami ini tidak mudah bagi kamu, tapi Ghibran sangat menyukaimu sejak pertama melihatmu di mesjid," jawab Ayahnya Ghibran.
Aisha menatap pria itu dengan penuh tanda tanya. Bagaimana bisa Ghibran menyukai dirinya. Mereka hanya bertemu dua kali setahu Aisha.
"Aisha, sejak pertama aku melihatmu, aku telah menyukai kamu. Aku datang langsung melamar karena tidak mau pacaran. Aku ingin kita langsung menikah saja. Apa Ibu merestui niat baikku untuk melamar putri, Ibu?" tanya Ghibran.
"Setiap niat baik, pasti Ibu setuju saja. Tapi semua keputusan ada di tangan Aisha. Ibu tidak bisa memaksa. Yang akan menjalani Aisha," jawab Ibunya Aisha.
"Bagaimana Aisha, apa kamu menerima pinanganku?" tanya Ghibran.
Aisha menarik napas dalam. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Yang gadis itu takutkan adalah masa lalunya. Apakah Ghibran mau menerima.
"Maaf, Mas Ghibran. Aku tidak menolak pinanganmu. Tapi aku mohon beri waktu untuk menjawabnya."
"Tidak apa-apa, Aisha. Kami mengerti jika kamu butuh waktu. Aku akan menunggu jawabanmu!" ujar Ghibran.
"Tapi kami juga berharap kamu tidak menunda-nunda terlalu lama, karena kami ingin melihat anak kami bahagia," ucap Ayahnya Ghibran.
"Saya mengerti, Pak. Saya akan segera mempertimbangkan permintaan kalian," jawab Aisha.
Mereka melanjutkan pembicaraan ke topik lain dan mengobrol berbagai hal bersama. Beberapa jam kemudian, setelah makan malam bersama, keluarga Ghibran pamit pulang.
Beruntung tadi Aisha memasak cukup banyak, sehingga bisa menjamu Ghibran dan keluarga.
"Terima kasih sudah menyambut kami dengan baik, Aisha. Kami sangat berharap kamu mau menjadi bagian dari keluarga kami," ucap Ayahnya Ghibran
"Sama-sama, Pak. Terima kasih untuk segalanya."
"Kami akan menunggu kabar baik dari kamu secepatnya," ujar Ibunya Ghibran. "Ingatlah bahwa kami sangat menghargaimu dan akan menyambutmu dengan tangan terbuka."
Ibunya Ghibran menyukai gadis itu, karena kelembutan dan keramahannya. Kedua orang tuanya telah masuk ke mobil. Ghibran masih berdiri di samping mobil itu.
"Mas, aku ingin bicara denganmu empat mata besok. Aku akan mengabari di mana tempatnya. Apa kamu ada waktu?" tanya Aisha.
Dia harus jujur dan bicara semuanya pada Ghibran. Pria itu harus mengetahui masa lalunya sebelum melangkah lebih jauh.
"Bisa, Aisha. Besok aku tidak ada kegiatan. Kamu bisa mengatakan padaku di mana kita bisa bertemu," jawab Ghibran.
"Baiklah, Mas. Hati-hati," pesan Aisha.
"Ya, Aisha. Terima kasih."
Ghibran masuk ke dalam mobil, dan menjalankan pelan meninggalkan rumah kediaman wanita itu.
Setelah mereka pergi, Aisha duduk sendiri di ruang tamu, memikirkan tawaran tersebut. Dia merasa senang dengan Ghibran dan keluarganya, tetapi juga khawatir tentang komitmen mereka. Apakah Ghibran dan keluarganya bisa menerima semua masa lalunya.
Ibu menghampiri Aisha dan duduk di samping putrinya itu. Dia bahagia karena ada pria yang melamar putrinya.
"Apa yang kamu pikirkan lagi, Nak? Ghibran sepertinya pria yang baik," ucap Ibu.
Aisha memandangi wajah ibunya yang telah mulai tampak keriput. Pasti banyak beban pikirannya selama ini.
"Aku juga bisa melihat jika Mas Ghibran adalah pria yang baik, justru karena itu aku ragu menerimanya. Mas Ghibran tidak pantas untukku yang hina ini. Aku akan katakan semuanya mengenai masa laluku. Jika dia dan keluarga bisa menerima baru aku bisa melangkah lebih jauh lagi dengannya," ucap Aisha.
Dia akan jujur besok dan melihat apa tanggapan dari pria itu.
...----------------...