Yoanda menikah dengan Bagas karena perjodohan kakek nya, tapi Yolanda sangat menyukai dan mencintai Bagas karena selain tampan tubuh Bagas ideal sehingga membuat Yolanda jatuh hati kepada Bagas, tapi Bagas sedikit pun tidak menyukai Yolanda karena postur tubuh yang subur dan tidak ideal.
Selama menikah dengan Yolanda Bagas tidak pernah menyentuh nya sama sekali, Bagas malah membenci Yolanda, hingga suatu saat Yolanda melihat Bagas dengan wanita cantik dan sangat mesra.
Setiap hari Bagas selalu menyakiti hati nya dan bahkan memfitnah dan mengusir nya dari rumah hingga hidup Yolanda terlunta-lunta karena aset yang pernah di berikan keluarga Bagas diambil nya.
Hingga suatu saat Yolanda berpikir akan merubah hidup nya dan akan melakukan balas dendam kepada Bagas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 💫✰✭𝕸𝖔𝖒𝖞𓅓 𝕹𝕷✰✭🌹, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilema
Aku termenung di dalam kamar, aku bingung harus ngapain, kalau aku pergi, aku pasti akan semakin di benci oleh mas Bagas karena kakek pasti menyalahkan nya, tapi kalau aku bertahan, pasti mas Bagas dan ibu nya akan terus-terus san menyiksa aku.
Aku kembali teringat kepada Ricard di pantai tadi, aku merasa nyaman dengan nya, entah kenapa dengan mengingat Ricard hatiku sedikit tenang.
Kuambil ponsel yang sejak pagi tadi tidak ku sentuh, ternyata banyak sekali panggilan dan chat dari Lea.
Langsung aku menghubungi nya karena takut Lea kepikiran, seharian ini aku sama sekali tidak membuka ponselku.
"Mbak, seharian ini kemana aja? Mbak ngga kenapa-kenapa kan? Aku ini khawatir mbak, kenapa panggilan ku ngga ada satu pun mbak terima?" Lea memberikan beberapa pertanyaan seperti tidak bernafas.
"Satu-satu Le, aku bingung menjawab nya kalau seperti ini." Ucap ku yang memang bingung harus menjawab pertanyaan yang mana dulu.
"Ya sudah dari pada bingung lebih baik sekarang mbak ceritakan hari ini kemana saja, tadi ada orang yang datang yang ingin langsung bertemu dengan mbak."
"Siapa?" dengan kening yang berkerut aku bertanya.
"Namanya pak Soni, dia ingin memesan lukisan tapi dia ingin langsung berbicara dengan mbak."
"Besok mbak ke galeri, kamu sudah save kan kontak nya?"
"Sudah mbak, memang nya seharian tadi mbak kemana? Aku khawatir mbak pergi ke jembatan terus nyemplung."
"Ide yang bagus, kalau aku menghilang, berarti aku nyemplung ke sungai."
Begitulah Lea, kalau dia lagi kesal, tapi di balik kekesalan nya kepada aku, Lea menyayangi aku, hanya dia sekarang yang aku punya, aku tidak punya siapa-siapa lagi di dunia ini.
"Sudahlah, mbak itu selalu menutupi masalah sendiri, ya sudah aku mau istirahat besok harus ke sungai."
"Mau apa ke sungai?" Aku heran dengan ucapan Lea.
"Mau nyari mbak yang nyemplung." ucap Lea dengan nada kesal dan langsung mematikan telepon nya.
Aku hanya tersenyum sambil menatap ponsel ku, aku simpan kembali ponsel ku di atas meja rias, ku coba melupakan semua yang terjadi sampai aku pun tertidur.
*******
Seperti biasa pagi-pagi aku menyiapkan sarapan untuk mas Bagas, mereka bertiga sudah pada masuk ke ruang makan.
"Hai jelek, mana kopi nya." teriak mas Bagas yang semakin terang-terangan menghina aku.
"Sebentar mas." Aku lalu menyeduh kopi untuk mas Bagas.
"Istri lelet macam itu masih kamu pelihara, mending pelihara kuda nil dari pada pelihara wanita seperti ini." ucapan ibu mertua ku lagi-lagi membuat aku sakit hati.
Entah kapan dia akan pulang dari rumah mas Bagas, soalnya aku mendengar pembicaraan semalam kalau ibu mertua mau tinggal beberapa hari di sini karena suami nya lagi tugas di luar kota.
Jangan kan untuk satu minggu, baru satu hari saja sudah membuat hati ku sakit terus, aku ngga bisa membayangkan nya kalau dia tinggal lebih lama di sini.
Aku memberikan kopi yang di pesan suami ku, lalu ikut duduk dan sarapan dengan mereka.
Ku lihat Elena bangun dari duduk nya dan membuatkan kopi, aku pikir kopi buat dirinya sendiri ternyata kopi itu dia berikan kepada suami ku.
"Mas, ini kopi nya kalau susu nya nanti malam saja ya." Ucap Elena dengan nada manja nya.
Ku lihat mas Bagas tersenyum mesra kepada Elena, lalu menyeruput kopi buatan Elena.
"Kopi buatan kamu enak sekali sayang, manis nya pas seperti kamu." Kembali mas Bagas memuji wanita penghancur itu.
"Kalau kopi yang di seduh dia gimana?" Tanya Elena dengan mata yang melirik sinis kepada ku.
"Kopi yang di seduh dia pahit sepahit wajah dan bodi nya." Rasa sakit hati ku sudah tidak bisa ku tahan lagi, aku pergi meninggalkan ruang makan tanpa menunggu mereka selesai makan.
"Hai kamu mau kemana, kamu ngga lihat apa kita belum selesai sarapan."
"Ngga sopan."
"Kuda Nil, apa begitu sikap kamu sebagai seorang istri."
Teriakan mereka bertiga tidak aku hiraukan lagi, aku sudah ngga kuat menghadapi nya, aku langsung mengambil kunci mobil dan pergi meninggalkan rumah mas Bagas.
Dengan kecepatan sedang aku menjalankan mobil menuju galeri, sepanjang perjalanan aku termenung memikirkan apa yang harus aku lakukan, jujur aku bingung antara harus pergi atau bertahan karena aku memikirkan kakek mas Bagas yang sudah baik kepada ku selama ini.
Sesampai nya aku di galeri aku di sambut dengan omelan Lea yang masih marah karena kemarin ngga ada kabar dariku.
"Mbak, kemarin kemana? jangan buat aku khawatir dong mbak, ngga ada masalah kan?" seperti biasa Lea selalu memberikan banyak pertanyaan.
"Aku lagi bingung Le, bingung dengan hidupku harus bagaimana." jawabku sambil duduk, Lea ikut duduk dan menunggu ceritaku selanjut nya.
"Semakin kesini mas Bagas semakin berani menyakiti hati aku, selingkuhan nya di bawa ke rumah, mereka selalu berbuat mesra di hadapanku, apalagi sekarang di tambah dengan ibu mertua ku yang ikut menghinaku, aku bingung antara harus pergi atau bertahan di rumah itu, kalau aku bertahan aku pasti akan makan hati terus, tapi kalau pergi aku takut terjadi apa-apa sama kakek nya mas Bagas, karena hanya dia yang menyayangiku saat ini." Lolos juga air mata ku di depan Lea, aku bercerita dengan deraian air mata.
"Kenapa ngga mbak lawan saja sih mereka itu, kalau wanita itu sudah tinggal di rumah mas Bagas berarti?" Aku mengangguk karena aku paham dnegan pertanyaan Lea.
"Ya, mereka tidur satu kamar, karena dari awal menikah aku tidak pernah tidur dengan mas Bagas sama sekali, mereka jijik berdekatan dengan aku, kamu lihat sendiri kondisi aku seperti apa, aku bukan wanita cantik dnegan postur tubuh yang seksi., sedangkan wanita itu mempunyai segala nya."
Kulihat Lea mengusap mata nya, aku tahu dia ikut menangis mendengar ceritaku.
"Mbak, bagaimana kalau mulai sekarang mbak merubah penampilan, buktikan kepada mereka kalau mbak juga bisa seperti wanita itu." Lea memberikan saran padaku.
"Tidak Le, karena merubah fisik membutuhkan uang yang sangat banyak, sedangkan kamu tahu sendiri penghasilanku berapa, dan kamu juga tahu kan keinginanku selama ini, aku ingin mewujudkan dulu keinginan aku itu."
Lea dan aku terdiam dengan pikiran kita masing-masing, Lea tahu apa yang aku impikan selama ini.
"Selamat siang, apa benar ini dengan galeri milik nya ibu Yolanda?" tanya seorang pria yang sudah berdiri di depan pintu masuk galeri.
Aku dan Lea spontan membalikan tubuh dan menatap kearah nya.