Mentari merupakan seorang perempuan yang baik hati, lembut, dan penuh perhatian. Ia juga begitu mencintai sang suami yang telah mendampinginya selama 5 tahun ini. Biarpun kerap mendapatkan perlakuan kasar dan semena-mena dari mertua maupun iparnya , Mentari tetap bersikap baik dan tak pernah membalas setiap perlakuan buruk mereka.
Mertuanya juga menganggap dirinya tak lebih dari benalu yang hanya bisa menempel dan mengambil keuntungan dari anak lelakinya. Tapi Mentari tetap bersabar. Berharap kesabarannya berbuah manis dan keluarga sang suami perlahan menerimanya dengan tangan terbuka.
Hingga satu kejadian membuka matanya bahwa baik suami maupun mertuanya dan iparnya sama saja. Sang suami kedapatan selingkuh di belakangnya. Hanya karena pendidikannya tak tinggi dan belum juga dikaruniai seorang anak, mereka pun menusuknya dari belakang.
Tak terima perlakuan mereka, Mentari pun bertindak. Ia pun membungkam mulut mereka semua dan menunjukkan siapakah benalu sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SEMBILAN
Hari berganti begitu cepat. Tak ada tanda-tanda aneh mengenai suaminya selama beberapa bulan ini. Bahkan sikap Shandi kian mesra dan romantis. Ia kerap mengajak Mentari jalan-jalan, kadang kala berlibur. Perasaan Mentari melambung tinggi. Angan hidup kan terus bahagia bersama sang suami pun menjadi motivasi. Sakin terbuainya kebahagiaan, Mentari sampai tak sadar benalu-benalu itu kian bercokol hingga perlahan melemahkan pohon rumah tangganya.
Ring ... ring ... ring ...
Ponsel Mentari berseru nyaring. Mentari yang sedang memeriksa laporan keuangan melalui tablet PC nya lantas segera menghentikan pekerjaannya. Melihat nama yang tertera di layar, seketika menerbitkan senyuman di bibir Mentari.
"Assalamu'alaikum kak," ucap Mentari. "Tumben telepon Riri sepagi ini, ada yang urgent kah?" tanya Mentari sebab tidak biasanya laki-laki yang ia sapa kakak itu menghubunginya di pagi menjelang siang seperti ini.
"Wa'alaikum salam. Seharusnya kakak yang tanya, kamu sakit?" tanya laki-laki itu to the point.
"Sakit? Nggak ah. Riri sehat wal'afiat. Alhamdulillah. Kok kakak bisa tiba-tiba telepon ngirain Riri sakit sih kak?" tanya Mentari bingung.
"Kamu serius? Awas ya kalau bohong! Kakak bakal marah besar kalau kamu sampai bohong sama kakak!"
"Riri serius kak. Riri benar-benar sehat. Ini aja Riri lagi nyantai sambil ngecek laporan keuangan," tukas Mentari.
Laki-laki di seberang telepon pun menghela nafas lega, "syukurlah kalau begitu," ujarnya. "Tapi ... kenapa suami kamu sampai ambil cuti tiga hari. Pas HRD bilang, suami kamu bilang kamu sakit dan masuk rumah sakit. Jadi dia harus jagain kamu selama di rumah sakit," tukas laki-laki itu yang sontak saja membuat Mentari shock saat mendengarnya.
'Cuti 3 hari? Mas Shandi bilang dia ada pekerjaan di luar kota. Jadi ... mas Shandi membohongiku? Jadi ... kemana dia sebenarnya? Kurang ajar. Lihat saja kalau sampai kau mempermainkanku, mas, aku takkan tinggal diam. Aku diam selama ini bukan karena takut, tapi hanya ingin menciptakan ketenangan dan kedamaian dalam rumah tangga kita. Aku memang mencintaimu, mas. Tapi kalau kau menipuku mentah-mentah, cinta itu bisa berubah jadi kebencian dalam sekejap. Apalagi bila kau melakukan itu dalam rangka melakukan pengkhianatan, maka bersiap-siaplah, aku akan membuat kalian menyesal,' batin Mentari bermonolog.
"Ri, Riri ... Riri ... kamu kenapa, Ri?" panggil laki-laki itu membuat Mentari tersentak.
"Ah, i-iya, kak. Maaf, Riri tadi melamun," ujar Mentari lirih.
"Hmmm ... Kirain kakak, kamu kemana. Jadi, Ri, sebenarnya suami kamu kemana? Kenapa dia sampai berbohong kayak gitu cuma untuk ambil cuti?" tanya laki-laki itu penasaran.
Mentari memejamkan matanya, ia pun tidak tahu sebenarnya apa yang dirahasiakan suaminya itu. Ia berangkat pagi-pagi sekali dengan penampilan rapi seperti biasanya. Mentari tidak ada perasaan curiga sedikitpun sebab memang tingkah lakunya tak ada yang mencurigakan. Sama seperti biasanya, tak ada yang aneh. Hanya saja, Shandi membawa koper kecil berisi pakaian gantinya untuk 3 hari ke depan. Bahkan Mentari sendiri yang menyiapkan pakaian ganti tersebut.
Jantung Mentari seketika berdegup kencang. Otaknya seakan blank. Tak bisa menerka apa yang sebenarnya terjadi. Yang ada di pikirannya saat ini hanyalah pasti ini ada sangkut-pautnya dengan keluarganya. Mentari harus mencari tahu dan menyelidikinya. Ya, harus, batinnya.
"Riri ... Riri juga nggak tahu kak. Riri juga bingung. Dia bilang ... dia bilang dia ada pekerjaan di luar. Riri ... Riri percaya aja. Riri pikir memang benar dia ada pekerjaan di luar. Kan beberapa bulan ini dia emang nggak pernah tugas ke luar, jadi Riri percaya aja. Sumpah kak, Riri ... bingung."
Mentari memijit pelipisnya yang mendadak pusing. Ia segera beranjak menuju dapur untuk mengambil air dingin. Ia butuh sesuatu yang dingin untuk mendinginkan dadanya yang seketika bergemuruh panas.
Di seberang sana, laki-laki itu terdiam. Ia ikut merasakan kecurigaan pada Shandi. Dia ternyata bukan hanya membohongi pihak kantor, tapi juga istrinya sendiri.
"Ri ... "
"Iya, kak," sahut Mentari lesu.
"Kamu tak apa?"
"Bohong kalau aku bilang nggak papa, kak. Tapi ... Mentari bingung harus melakukan apa."
"Butuh bantuan?"
"Untuk sementara ini, nggak kak. Biar Mentari bergerak sendiri dulu."
"Baiklah. Tapi kalau ada apa-apa, bilang kakak, oke! Kalau dia macam-macam, juga lupa laporin ke kakak. Kakak nggak mau kamu disakiti. Kakak yakin, ada sesuatu yang dia rahasiakan."
"Hmmm ... makasih ya kak! You are the best."
Setelah berbincang sejenak, Mentari pun menutup panggilan itu. Kemudian ia segera kembali ke kamar dan berganti pakaian. Ia berniat mengunjungi suatu tempat. Entah mengapa ia curiga telah terjadi sesuatu di belakangnya.
Setelah rapi, ia pun segera ke teras rumahnya. Sebuah mobil BMW I8 berwarna putih telah terparkir di depan pagar. Mentari pun bergegas keluar dan tak lupa mengunci kembali pagar rumahnya. Seseorang berpakaian serba hitam pun keluar dari dalamnya seraya membungkukkan sedikit badannya kemudian membukakan pintu belakang untuk Mentari. Mentari pun masuk ke dalam mobil itu seraya tersenyum pada sang sopir .
"Kita mau kemana nona?" tanya sopir yang bernama Pak Rudi tersebut.
"Kita ke jalan Merpati, pak. Nanti saya tunjukkan sendiri arahnya," tukas Mentari pada sang sopir.
Kemudian dalam hitungan detik, mobil pun melaju dengan kecepatan sedang. Tentu sang sopir tak ingin mencelakai Mentari. Majikannya tadi telah berpesan untuk mengantarkan Mentari kemanapun yang diinginkannya. Ya, sebelum Mentari menutup panggilan tadi, Mentari meminta dikirimkan mobil beserta sopirnya untuk mengantarkannya ke suatu tempat. Tak butuh waktu lama, Mentari pun telah sampai di tujuan. Namun, tempat yang ia kunjungi itu tampak begitu sepi.
"Pak, tolong bapak turun dan tanya ke tetangga rumah ini, kira-kira kemana ya orang-orang penghuni rumah ini! Kalau mereka tanya kenapa, buat aja alasan apa atau bilang bapak saudara mereka dari luar kota yang penting bisa tahu kemana orang-orang rumah itu," tukas Mentari pada sopirnya.
Pak Rudi pun mengangguk. Kemudian ia pun segera turun dan menanyakan ke beberapa tetangga.
"Bagaimana?" tanya Mentari.
"Non, kata mereka, mereka menginap di rumah calon besan mereka yang ada di komplek perumahan Bumi Asih," ujar Pak Rudi.
"Calon besan?"
"Iya, non. Soalnya besok, anak sulung mereka akan menikah jadi mereka langsung menginap di sana saja."
Jeduar ...
Mata Mentari seketika terbelalak.
"Anak sulung?" gumam Mentari tak habis pikir. Siapa lagi yang anak sulung kalau bukan Shandi, suaminya.
Seakan belum puas mengulik kebusukan keluarga suaminya, Mentari pun meminta pak Rudi segera mengantarkannya ke komplek perumahan Bumi Asih. Karena jaraknya yang tidak begitu jauh, hanya dalam waktu 30 menit, mereka pun telah tiba di komplek perumahan Bumi Asih. Mentari lantas meminta pak Rudi berkeliling agar ia bisa menemukan petunjuk keberadaan sang suami. Nasib baik, tiba-tiba Mentari menangkap sosok adik iparnya, Septian keluar dari sebuah rumah berpagar coklat dengan motornya. Tentu Mentari sangat hafal pemilik motor itu meskipun orang yang menungganginya menggunakan helm sebab dirinya lah yang membelikan motor tersebut untuk sang adik ipar. Belum lagi adanya janur kuning yang melambai tepat di depan rumah seakan ikut melambai padanya sambil tersenyum miris.
"Aku menemukanmu, mas. Ah, aku akan memberikan kejutan padamu besok. Kau akan menikah besok kan! Oke, lakukanlah. Tenang saja, aku takkan menghalangimu. Ini adalah pilihanmu kan. Aku pikir, imanmu kuat, mas. Tapi ternyata, imanmu tak lebih dari selembar tisu. Begitu tipis hingga dengan mudahnya kau ingin menduakanku," gumam Mentari getir.
...***...
...HAPPY READING 🥰🥰🥰...