menceritakan tentang seorang gadis mantan penari ballet yang mencari tahu penyebab kematian sang sahabat soo young artis papan atas korea selatan. Hingga suatu ketika ia malah terjebak rumor kencan dengan idol ternama. bagaimana kisah mereka, yukkk langsung baca saja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon venn075, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Jihoon duduk berhadapan langsung dengan pria yang selama ini selalu menjadi bayang-bayang di balik namanya — ayahnya, Han Seok Joon. Seorang pengusaha besar yang namanya lebih dulu menguasai dunia industri dan keuangan sebelum Jihoon dikenal sebagai idol K-pop ternama.
Publik tak pernah tahu siapa ayah Jihoon sesungguhnya. Mereka hanya mengenal Jihoon sebagai bintang besar yang merintis karier dari bawah, tanpa embel-embel keluarga. Itu semua memang disengaja — Jihoon sendiri yang memutuskan untuk berdiri dengan namanya sendiri, lepas dari bayang-bayang kekuasaan Han Seok Joon.
Namun kini, di ruang kerja megah milik sang ayah, keduanya duduk berhadapan — bukan sebagai ayah dan anak, melainkan dua pria yang sama-sama memiliki tujuan dan prinsip.
"Aku membaca semua berita itu," ujar Han Seok Joon membuka percakapan. Suaranya tenang, namun penuh tekanan. "Gadis itu… Cassi Seaggel. Nama yang tidak sembarangan. Pewaris langsung Seaggel Group, salah satu kekuatan besar dari London. Kau tahu artinya apa, Jihoon?"
Jihoon menatap ayahnya tanpa gentar. "Aku tahu siapa dia."
Han Seok Joon tersenyum tipis, bukan senyum kebapakan — melainkan senyum milik seorang pebisnis yang mencium peluang. "Aku tidak menyangka… setelah sekian lama kau menjauh dariku, justru kau membawa nama sebesar itu ke hadapanku. Kalau kau memang serius, aku mendukung penuh hubungan ini."
Jihoon terdiam, menatap tajam ke arah pria di depannya. Ia tahu, kalimat itu bukan bentuk restu seorang ayah, melainkan perhitungan matang seorang pebisnis. Ayahnya melihat Cassi sebagai 'aset' — bukan sebagai perempuan yang layak dicintai.
"Jangan salah paham," Jihoon akhirnya membuka suara, dingin dan tegas. "Aku tidak butuh restu dari seseorang yang hanya melihatnya sebagai bagian dari rencana bisnis."
Han Seok Joon menyipitkan mata. "Kau pikir aku sebodoh itu? Aku mendukungmu, Jihoon. Bukankah selama ini itu yang kau inginkan dariku?"
"Tidak," sahut Jihoon cepat. "Yang kuinginkan… hanya agar kau tidak mencampuri hidupku. Dan kali ini aku memperingatkanmu, Ayah… Jangan pernah menyentuh Cassi. Jangan dekati dia, jangan jadikan dia bagian dari urusanmu."
Seok Joon tertawa kecil, namun sorot matanya dingin. "Kau mulai belajar bicara seperti pria dewasa rupanya. Tapi dunia ini tidak sesederhana itu, Jihoon. Gadis sepertinya… akan menarik banyak tangan yang ingin menggenggam."
Jihoon berdiri, menatap ayahnya lurus tanpa ragu. "Aku akan pastikan tanganmu bukan salah satunya."
Tanpa menunggu jawaban, Jihoon berbalik dan melangkah keluar, membiarkan sang ayah duduk seorang diri — menatap punggung anaknya yang perlahan menjauh, untuk pertama kalinya menantang garis darah dan kekuasaan yang selama ini membesarkannya.
Jihoon tahu, pertarungan sesungguhnya baru saja dimulai. Dan ia tak akan pernah membiarkan Cassi terjebak dalam permainan ayahnya — atau siapa pun di dunia ini.
---
Senja mulai turun saat Cassi duduk di ruang kerjanya, menatap layar ponsel dengan sorot mata kosong. Suara deru lalu lintas di luar jendela tidak lagi terdengar di telinganya — semua seolah meredam di tengah lautan pikiran yang menyesakkan.
Layar ponsel terus menampilkan berita demi berita, unggahan demi unggahan yang isinya sama — foto dirinya di konser Jihoon. Bukan foto resmi, bukan pula hasil liputan media. Itu adalah foto yang diambil secara para penggemar yang hadir, dari sudut yang terlalu sempurna untuk sekadar kebetulan.
Salah satu foto yang kini tersebar luas di jagat maya menampilkan sosok Cassi dalam balutan pakaian gelap dan tertutup, berdiri di area VIP dengan wajah setengah terlihat. Namun yang membuat publik heboh adalah cara Jihoon menatap ke arah tempat itu — seolah hanya ada satu orang yang dilihatnya malam itu.
"Siapa perempuan itu?!"
"Gaya tubuhnya… auranya… itu Cassi Seaggel, bukan?"
"Kenapa Jihoon menatap ke arah yang sama sepanjang lagu terakhir?!"
Komentar demi komentar memenuhi setiap unggahan. Video yang merekam momen singkat itu bahkan viral — sudut pengambilan gambar seolah disengaja untuk memperlihatkan ‘hubungan’ yang tak pernah mereka akui.
Belum selesai kegaduhan di media sosial mereda, gelombang baru justru datang lebih besar. Foto lain mulai beredar — kali ini jauh lebih provokatif dan sulit disangkal.
Sebuah potret diambil diam-diam di belakang panggung, entah oleh siapa. Dalam foto itu, Jihoon dan Cassi terlihat berdiri cukup dekat. Sudut pengambilan gambar sengaja diatur — seolah memperlihatkan keduanya tengah berbicara dengan tatapan intens. Wajah Jihoon tampak serius, sementara Cassi berdiri tenang dengan kepala sedikit menunduk, menatap Jihoon tanpa senyum.
Namun yang paling memicu spekulasi adalah jarak di antara mereka — terlalu dekat untuk sekadar percakapan biasa, apalagi antara idol dan seorang penonton. Di balik layar konser yang seharusnya menjadi ruang pribadi, foto itu justru memberi kesan seolah ada hubungan yang lebih dari sekadar kenal.
"Lihat cara Jihoon berdiri… tatapannya berbeda."
"Itu Cassi, tidak mungkin salah. Kenapa dia bisa ada di belakang panggung?"
"Jadi selama ini mereka memang dekat?"
Narasi liar bermunculan di setiap kolom komentar. Foto itu menyebar cepat, ditambah spekulasi bahwa momen tersebut terjadi setelah konser berakhir — tepat sebelum Cassi meninggalkan venue.
Cassi menarik napas panjang, mencoba tetap tenang. Namun jauh di dalam dirinya, ada kegelisahan yang sulit ditepis. Jika publik saja bisa menduga, berapa lama lagi waktu yang ia miliki sebelum kabar ini sampai ke telinga keluarganya di London?
Ia menatap layar ponsel itu lama, lalu memejamkan mata sejenak. Ayahnya… kakeknya… keluarga Seaggel tidak pernah memberi ruang untuk skandal atau rumor, sekecil apa pun. Terlebih jika menyangkut dirinya — pewaris perempuan yang selama ini lebih memilih berada di balik bayang-bayang bisnis keluarga.
Cassi membuka matanya perlahan. Wajahnya tetap tenang, bahkan terlalu tenang untuk seseorang yang baru saja melihat hidup pribadinya menjadi santapan publik. Namun jemari tangannya yang menggenggam ponsel itu sedikit bergetar.
"Aku terlalu ceroboh," bisiknya lirih.
Ia tahu, ini baru awal. Dan ketika kabar ini sampai ke London… badai yang sesungguhnya akan segera datang.
---
Di balik megahnya kantor pusat Seaggel Group di London, Erland Mattew Seaggel duduk tenang di kursi kerjanya yang besar, menatap layar monitor dengan sorot mata tajam. Wajahnya datar, nyaris tanpa ekspresi, namun jemarinya mengetuk pelan permukaan meja — pertanda pikirannya tengah bekerja cepat.
Berita tentang Cassi telah sampai padanya. Ia membaca setiap judul, menelaah setiap foto yang beredar, termasuk gambar di belakang panggung yang kini menjadi pusat spekulasi.
Setelah beberapa saat terdiam, Erland melirik kepala tim medianya yang berdiri gelisah di hadapan. "Lakukan pengalihan isu," ucapnya dingin. "Gunakan berita ekspansi proyek baru di Timur Tengah. Pastikan media lebih sibuk membicarakan itu."
"Bagaimana dengan klarifikasi, Tuan?" tanya sang kepala tim, ragu.
Erland menggeleng pelan. "Tidak ada klarifikasi. Untuk saat ini, diam adalah langkah terbaik. Biarkan mereka berspekulasi… tapi jangan biarkan berita ini berkembang di luar kendali."
Suara pria itu rendah namun tegas. Keputusan telah diambil — Seaggel Group akan bergerak di balik layar, menahan badai sementara waktu, sambil mengamati arah angin sebelum menentukan langkah selanjutnya.