Bagaimana jika perawan tua dan seorang duda tampan dipertemukan dalam perjodohan?
Megan Berlian yang tajir melintir harus mengakhiri kebebasanya di usia 34 tahun dengan menikahi Morgan Erlangga, seorang dokter bedah tulang
yang sudah berusia 42 tahun dan memiliki dua anak remaja laki-laki.
Megan, gadis itu tidak membutuhkan sebuah pernikahan dikarenakan tidak ingin hamil dan melahirkan anak. Sama dengan itu, Morgan juga tidak mau menambah anak lagi.
Tidak hanya mereka, kedua anak Morgan yang tidak menyambut baik kehadiran ibu sambungnya juga melarang keras pasangan itu menghasilkan anak.
Megan yang serakah rupanya menginginkan kedua anak Morgan untuk menjadi penerusnya kelak. Tidak peduli jika keduanya tidak menganggapnya sama sekali.
Ikuti kisah mereka, semoga kalian suka ya...🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reetha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jadi Salah Lagi?
Drrrrt drrrrt drrrrt.
Megan menatap datar layar ponselnya yang menyala karena sebuah panggilan.
PAK DOKTER memanggil.
Dengan malas Megan menjawab sambil terus mengunyah sarapan paginya yang baru saja ia terima dari kurrir go food.
[Ya,] jawabnya sambil berharap semoga tidak ada kabar buruk tentang Erick. Hah! Kata siapa Morgan akan mengabarinya tentang kondisi putranya itu?
[Anda dimana?] tanya Morgan tak kalah singkat.
[Di apartemen tempat tinggalku.]
Atau apa dia mau berterima kasih atas pengawal yang aku kirim?
[Apa kau sebodoh itu mengirim pengawal untuk menjaga Erick?]
Jadi salah lagi? Ternyata Megan salah mengira. Morgan tidak akan semudah itu merasa senang atas apa yang Megan lakukan.
[Dok, berhenti ngomong kasar! Aku ini mantan pasienmu! Tolong tetap menempatkan etika saat berbicara!]
[Kalau begitu suruh orang-orang itu pergi. Dokter pasti merasa tidak nyaman dengan keberadaan mereka. Apa kau pikir penjahat akan kembali ke tempat yang sama?]
[Aku hanya berjaga-jaga agar tidak terjadi lagi. Sudahlah, anda sudah terlalu banyak bicara, dok]
[Kau berani membantah perkataanku?] Morgan terdengar masih sama geramnya. Megan hanya mampu menggeleng. Ia tahu, Morgan masih sangat marah karena kehilangan Reyhan yang berhasil kabur.
[Sudah ya Dok, aku sedang sarapan.]
Tuut!.....
Megan mengakhiri panggilan sepihak, tak peduli Morgan suka atau tidak.
"Ah! Orang ini mengganggu waktu sarapanku saja."
Megan kembali mengunyah dengan elegannya, menikmati suapan demi suapan dengan santai, sampai sebuah suara kembali mengalihkan perhatiannya.
Perasaan aku tidak punya janji atau semacamnya.
Megan melangkah untuk membukakan pintu.
"Re-reyhan?"
Megan berusaha menetralkan rasa terkejutnya ketika membuka pintu sudah ada Reyhan disana yang ia kira kurrir laundry, dengan mengenakan topi serta masker, persis buronan.
"Boleh aku masuk? Aku sangat lapar!"
Tak sadar Megan menggeleng. Bisa saja ini hanya modus. Kita tidak pernah tahu apa niat sesungguhnya, jadi tetap harus curiga.
"Kau takut padaku? Ada hal penting yang harus aku bicarakan denganmu." Wajah Reyhan yang nampak memelas membuat Megan tak tega. Apa lagi barusan pria itu menyebutkan kata lapar.
"Aku akan menyerahkan diri. Tapi ... bisa kita bicara sebentar saja?" pinta Reyhan berusaha meyakinkan Megan.
Meski lebih besar rasa was-wasnya, Megan akhirnya memutuskan untuk mempersilakan mantan kekasihnya itu masuk, sambil memikirkan cara agar bisa menangkap pria ini.
Keduanya kini duduk berhadapan. Megan memberi sisa sarapan yaang ada untuk disantap Reyhan.
"Jadi benar kau akan menikahinya? Yang kulihat ... dia sangat muda."
"Bukan, bukan dia orangnya."
Reyhan nampak mengerutkan kedua alisnya. Sungguh tatapan penuh selidik.
"Apa aku mengenalnya?"
"Tidak juga."
Hah! Aku saja tidak mengenalnya.
"Kapan kalian akan menikah?"
Entahlah, aku juga cuma menghayal.
"Dalam waktu dekat."
Reyhan tidak berhenti bertanya membuat Megan merasa sangat tidak nyaman, namun sudah terlanjur mengada-ngada.
Drrrrt, drrrt
PAK DOKTER kembali memanggil, Megan menjawabnya dengan hati penuh gembira. Entah apa yang hendak dikatakan oleh sang dokter, Megan merasa senang akan hal ini.
Panggilan suara itu ia alihkan menjadi panggilan video.
[Hai!] Megan menyapa seraya melambaikan tangannya. Wajah dokter Morgan yang tampan terlihat panik. Pasalnya beberapa saat lalu Megan menanggapinya dengan ogah-ogahan.
Apa-apaan ini? Dia mau main-main denganku? Cari mati? Morgan sibuk membatin.
[Sayang, apa semalam kau tidur nyenyak?]
Meski rasa gugup mendominasi, Megan berhasil mengaktifkan kamera belakang tanpa sepengetahuan Reyhan tentunya, agar Morgan bisa langsung melihat buronan itu berada di tempatnya. Tidaklah susah bagi Morgan untuk mendatangi tempat tinggal Megan.
Reyhan terlihat menghentikan tangannya yang sedari tadi sibuk menyuapi mulut untuk mengisi perut laparnya.
Morgan yang jelas terlihat masih dalam mode geram itu sontak berdiri ditempat.
[Sayang, aku sedang ada tamu. Sampai jumpa besok ya,]
Megan bahkan tidak membiarkan Morgan berbicara satu kata pun dan segera menutup telepon. Bisa Megan tebak bahwa duda dua anak itu pasti sedang berlari seperti orang gila untuk bisa menangkap Reyhan segera.
Kali ini anda akan sedikit berterima kasih padaku, dokter.
Lima menit berlalu, Reyhan sudah menyelesaikan sarapannya.
"Megan, aku akan pergi."
"Benarkah kau akan ke kantor polisi?"
"Tentu saja. Tapi sebelumnya ... bolehkah aku memelukmu?"
Megan merasa keringat dingin keluar dari setiap titik pori-porinya. Gugup.
Megan mengangguk. Apalah artinya sebuah pelukan, pikirnya. Yang terpenting urusan hati sudah kelar. Ia tak lagi punya rasa pada lelaki ini.
Reyhan memeluknya.
"Sudah, jangan terlalu lama." Megan merasa sangat tidak nyaman dengan pelukan ini.
"Apa aku boleh egois? Aku menginginkan lebih dari ini." bisiknya menggoda membuat Megan emosi seketika.
"Sudah, jangan macam-macam. Ayo berpisah baik-baik. Aku tahu kau orang baik, Reyhan. Kau tidak mungkin tega padaku." tutur Megan, pujian yang terdengar sangat tulus. Ia setengah mati menahan amarah yang bergejolak dalam hatinya.
"Aku tidak bisa, sayang, aku tidak ingin melepasmu." Reyhan menangkup wajah di depannya berusaha ingin melakukan silahturahmi bibir.
Bruk... Megan mendorongnya sekuat tenaga sebelum bibir mereka benar-benar menempel satu sama lain.
"Simpan angan-anganmu itu, Reyhan! Aku tidak akan berikan tubuhku untuk orang yang bukan suamiku!" Megan lagi-lagi harus menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya agar Reyhan dapat mengerti.
"Bagaimana kalau aku tidak mau?" Wajah Reyhan berubah sangat bringas, seolah sedang kelaparan dan terlihat segera ingin melahap Megan.
"Reyhan, jangan mendekat! Jangan sentuh aku sedikitpun." Rasa jijik terhadap pria ini benar-benar membludak.
Untuk pertama kali dalam hidupnya Megan menyesal tinggal sendirian tanpa memiliki pelayan. Jika ada orang lain yang tinggal dengannya, Reyhan tidak mungkin seberani ini.
"Saat ini hanya ada aku dan dirimu. Megan, kau bahkan tidak bisa melarikan diri." Reyhan tahu, mangsa besar di depannya ini ingin segera berlari ke luar.
Megan tak pernah menyangka jika Reyhan memiliki jiwa penjahat dalam dirinya. Ini sama sekali berbeda dengan Reyhan yang biasanya lemah lembut. Apa lagi sampai merencanakan pembunuhan terhadap Erick, Megan tidak pernah berpikir Reyhan orang seperti itu.
"Jangan mendekat! Kau mungkin belum mengenalku dengan baik. Aku adalah Megan Berlian dan aku mampu membuatmu mati ditanganku. Menjauh dariku." Megan membentak dengan lantang akan tetapi langkahnya terus saja mundur. Itu membuat Reyhan mengulum senyum.
"Megan, Megan... Mulutmu memang berani, tapi tubuhmu bergetar ketakutan"
Reyhan terus melangkah maju, pelan tapi pasti.
Seperti yang orang tahu, Megan akan bertindak sesuai perkataannya. Ia pun berlari untuk bisa menggapai sesuatu.
Dan Reyhan tidak membiarkan itu. Tangan dan kakinya tentulah lebih cepat dari seorang wanita. Hanya dengan beberapa langkah tubuh Megan sudah berada dalam genggaman.
Megan terus meronta.
Bruk! Tubuhnya dihempas oleh Reyhan ke atas sofa empuk. Jiwa iblisnya tidak lagi memberi pengampunan. Kancing-kancing kemeja yang dikenakan Megan jatuh bertebaran di lantai.
Megan tidak lantas terima nasib sialnya begitu saja. Tendangan mautnya berhasil menjatuhkan Reyhan dan membuatnya menjerit kesakitan yang tiba-tiba ia rasakan tepat di tubuh adik kecilnya.
"Aaargh, Megan!" geram Reyhan seraya membungkuk menahan rasa pedih si Joni kecil.
Dengan sekuat tenaga Megan berlari ke arah pintu keluar, tidak peduli lagi dengan apapun.
.
.
Ah! Lanjut di part sebelah guys! oia, jangan lupa dukungannya guys!