Menjalin asmara bertahun-tahun tak menjanjikan sebuah hubungan akan berakhir di pelaminan.
Begitulah yang di alami oleh gadis bernama Ajeng. Dia menjalin kasih bertahun-tahun lamanya namun akhirnya di tinggal menikah oleh kekasihnya.
Namun takdir pun terus bergulir hingga akhirnya seorang Ajeng menikahi seorang duda atas pilihannya sendiri. Hingga akhirnya banyak rahasia yang tidak ia ketahui tentang suaminya?
Bagaimanakah Ajeng melanjutkan kisahnya??
Mari kita ikuti kisah Ajeng ya teman2 🙏🙏🙏
Selamat datang di tulisan receh Mak othor 🙏. Mohon jangan di bully, soale Mak othor juga masih terus belajar 😩
Kalo ngga suka ,skip aja jangan kasih rate buruk ya please 🙏🙏🙏🙏
Haturnuhun 🙏🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ibu ditca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
08. Perkenalan
"Anak siapa ini???", tanya Ega yang heran dengan kedatangan Khalis yang tiba-tiba duduk di dekat mereka.
Ajeng tersenyum menatap gadis kecil yang memandangi dirinya.
"Ata atik'', kata Khalis.
"Nah lho, nih anak ngomong apa dah?", celetuk Ega. Ajeng mengusap puncak kepala Khalis.
"Makasih!", kata Ajeng tersenyum.
"Memang dia ngomong apa?", tanya Ega.
"Katanya gue cantik, Ga!", kata Ajeng narsis. Ega memutar bola matanya malas. Sahabatnya emang kadang-kadang seperti itu, narsisnya kelewat batas.
"Hey bocil, kamu ke sini sama siapa? Mana emak bapak mu?", tanya Ega. Khalis memutar badannya lalu menunjuk ke arah pintu. Di saat yang sama Bhumi sudah berdiri di ambang pintu.
Ega dan Ajeng sama-sama menoleh untuk melihat sosok yang berdiri di depan sana.
"Mas Bhumi!", sapa Ajeng.
"Yayah!", kata Khalis. Ajeng menoleh ke Khalis beberapa saat lalu kembali pada Bhumi.
"Oh...Khalis ke sini sama ayahnya?", tanya Ajeng. Khalis mengangguk pelan.
Ega menyenggol bahu Ajeng sambil komat kamit mulutnya, menanyakan siapa Bhumi sebenarnya.
"Masuk aja ngga apa-apa mas, ada Ega sama Khalis ini. Ngga bakal ada fitnah kok. Mas masuk ke sini juga paling udah di ijinin sama Bu Haji kan?", tanya Ajeng.
"Iya mba Ajeng!", jawab Bhumi.
Lha...Ajeng dapat dari mana kenalan spek mas-mas ganteng begini? Batin Ega.
"Gimana kakinya mba Ajeng, masih sakit?", tanya Bhumi. Ega memicingkan salah satu alisnya sambil memindai Bhumi.
"Alhamdulillah ngga parah mas, besok sore insyaallah bisa di bawa kerja kok", jawab Ajeng sambil menyikut Ega. Lalu ia berbisik pada sahabatnya
"Ngga sopan Lo liatin orang sampe segitunya ,Ga!", bisik Ajeng penuh penekanan.
Ega mendengus tipis. Bhumi tampak salah tingkah. Apalagi ia mendengar ucapan Ega yang tadi menggebu-gebu bakalan ini itu.
"Saya minta maaf ya mba Ajeng. Gara-gara keteledoran saya malah bikin mba Ajeng celaka."
Bhumi melotot karena tiba-tiba saja Khalis duduk di pangkuan Ajeng. Dan sepertinya Ajeng juga tak keberatan sama sekali seolah mereka punya kedekatan khusus. Padahal ini pertama kalinya mereka bertemu.
"Ngga apa-apa mas, saya juga yang salah karena tidak hati-hati."
Sekarang Ega paham, Bhumi lah yang tak sengaja menyenggol Ajeng sampai terkilir.
"Oh ...jadi mas nya yang udah nyenggol kamu Jeng?", tanya Ega. Bhumi tersenyum kaku.
"Ya Ga, tapi ya udah lah ngga perlu di perpanjang. Lagian mas Bhumi udah anterin aku ke sini. Pasti tadi masuk kerjanya telat ya?", tanya Ajeng.
''Ngga kok mba, cuma memang saya kebagian shift pagi sebelum kantor di buka."
Khalis mengusap-ngusap pipi Ajeng yang lembut. Gadis kecil itu seolah menemukan mainan baru.
"Kerja di mana?", todong Ega.
"Ega ih ...! Maaf ya mas, teman saya emang begini!", Ajeng merasa tak enak karena Ega yang memang lebih terbuka.
"Ngga apa-apa mba Ajeng! Saya satpam di bank Xxx. Astaghfirullah Khalis....jangan nakal nak!", pekik Bhumi saat tiba-tiba saja bocah kecil itu berada di belakang Ajeng lalu meminta gendong.
Ajeng terkekeh kecil.
"Ngga apa-apa mas, saya ngga keberatan juga!", jawab Ajeng.
"Emang mamanya Khalis ke mana, kok bisa nemplok-nemplok ke orang asing? Nanti gampang di culik lho mas anaknya!", kata Ega yang sudah melembut.
"Ibunya Khalis sudah di surga, mba Ega!"
Ega manggut-manggut sambil melirik Ajeng. Ajeng mendengus sedikit agar tak terdengar oleh Bhumi.
Ajeng tahu isi otak sahabatnya itu saat ini.
Perkenalan panjang lebar yang gak jelas itu pun selesai meski ada drama Khalis yang tak mau pulang. Gadis kecil itu memeluk erat Ajeng dan tak mau di ajak ayahnya.
"Besok lagi ya Khalisa, tantenya capek mau istirahat. Khalis juga harus pulang, kan mau bobo!", bujuk Bhumi.
"Nda au!", tolak Khalis.
Ajeng mengusap pipi Khalis yang basah karena air matanya.
"Khalis pulang dulu, besok main lagi ke sini ya?", sekarang Ajeng yang membujuknya.
"Nda au...!", Khalis kembali merengek.
"Khalis, ayah ngga suka kalo Khalis bandel begini! Ayo pulang, udah malam! Nanti nenek marah lho Khalis belom pulang!"
Mendengar ayahnya menyebut nenek, gadis kecil itu pun terpaksa mau berpindah ke ayahnya lagi.
Tapi bocah itu menyempatkan untuk mengecup pipi Ajeng lebih dulu. Ajeng tersenyum lebar, tapi tidak dengan Bhumi yang takut kalau sikap anaknya membuat Ajeng tak nyaman.
"Besok-besok ke sini lagi ya Khalis!", kata Ega. Ajeng dan Bhumi menoleh pada Ega bersamaan.
"Itu mas Bhumi, minta nomor wa nya sekalian. Barangkali nanti Ajeng ada perlu lho!"
"Ega!!", Ajeng sedikit geram karena ucapan sahabatnya tersebut. Bhumi pun mengeluarkan ponselnya. Ia pikir tak ada salahnya kalau meminta nomor Ajeng.
Setelah bertukar nomor wa, Bhumi dan Khalis pun pulang.
"Heh! Lo mah ya suka begitu! Ngga enak gue sama mas Bhumi. Omongan Lo itu lho ...buset deh!", Ajeng duduk menyilangkan kakinya.
"Gitu doang ngapa ngga enak sih! Kalem aja sist....!", kata Ega.
"Lo mau balik apa nginep ini?", tanya Ajeng.
"Nginap aja deh! Besok sore kita jatah shift bareng kan heheh...", jawab Ega.
"Serahhhh Lo!", sahut Ajeng.
Sementara itu, Bhumi menggendong Khalis yang sudah sesekali menguap. Gadis kecil itu rupanya sudah mengantuk.
"Tuh kan udah ngantuk, malah ngga mau di ajak pulang!", kata Bhumi. Khalis sudah tak lagi terdengar suaranya. Benar saja, sampai depan rumah, Khalis sudah terlelap di gendongan ayahnya.
Saat memasuki rumah, ayah dan ibunya sedang menonton televisi. Bhumi langsung masuk ke kamarnya tanpa menyapa kedua orang tuanya lebih dulu.
"Bhumi kenapa, Bu?", tanya Ali, ayahnya Bhumi.
"Biasa lah yah, tadi berantem sama Resti!"
Ali menggeleng pelan. Sebenarnya ia kasihan pada Bhumi. Sudah menjadi single parent, ia juga jadi tulang punggung untuk keluarganya. Kalau tanggungan Bhumi hanya Khalis, itu wajar. Tapi nyatanya? Bhumi menanggung semuanya.
"Besok ayah mau cari kerja lagi!", kata Ali.
''Halah! Besoknya udah kelewat lama. Dari pada nyari melulu, mending bantu ibu di warung! Dapat kerja kagak, ngabisin bensin iya!", kata Bu Tini yang langsung meninggalkan ruangan itu.
"Astaghfirullah!", gumam Pak Ali.
💐💐💐💐💐💐💐
terimakasih 🙏
km tuh cm gede mulut doank resti... tpi kenyataan nol besar... krja gaji cm cukup buat beli make up... tpi songongmu g ktulungan...
biar tau rasa tuh ibumu yg pilih kasih...