Steva memilih pergi dari genggaman Malvin sang kekasih yang telah memberinya hidup bergelimang harta.
Steva menikah dengan seorang pria bernama Razz, yang mampu membuatnya terpesona hanya karena menatap manik birunya yang cantik dan menggoda.
"Kau mempermainkanku, Razz...," celoteh Steva kala Razz hanya bermain-main saja di area bawahnya, sedangkan gelora Steva ingin meminta lebih.
"Aku tidak mempermainkanmu, Stev, tapi memainkan permainan," jawab Razz dengan suara berat yang tertahan karena gairah yang sudah membara.
"Tapi kau menyiksaku, Razz!"
"Tidak apa, Stev. Tersiksa dalam kenikmatan adalah suatu anugerah. Lepaskan saja!"
"Ahh...."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Min Ziy. Minfiatin FauZiyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HEH? MAIN TUBRUK
"Kau terlambat!" suara berat Tuan Razz menggelegar di seluruh ruang kamar, membentak Steva yang baru datang.
Razz duduk di tepian ranjang menghadap arah pintu di mana Steva kini tengah berdiri termangu.
"06:01," seru Steva saat ia melihat jam pada layar ponsel yang ia genggam.
"Itu namanya kau terlambat, Bodoh. Kau sudah terlambat satu menit," ucap Razz lantang.
'Glek.'
'Apa dia bercanda? Oughh,,, kuatlah wahai hati, orang yang sedang kau tangani ini memang berbeda, dia istimewa!'
"Kenapa kau masih diam saja? Apa kau benar hanya akan memakan gaji buta?" bentak Razz semakin kencang.
"Ah? I-i iya, tuan. Saya akan siapkan air mandi anda, dan semua keperluan anda."
Steva bergegas, ia menaruh tas dan ponselnya di atas meja rias, lantas ia berlari menuju kamar mandi.
"Ya Tuhan? Padahal dia juga baru bangun tidur, haruskah semarah itu karena aku terlambat, padahal terlambat juga cuma satu menit, apa dia menggunakan metode tentara? Kenapa dia selalu marah?" Steva ngedumel saat ia menyiapkan semua keperluan mandi Razz.
'Bugh.'
"Ah?" pekik Steva. Ia yang membalikkan badan cepat menabrak tubuh kekar Razz yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya yang kini berarti di hadapannya.
"Auw?" Steva mengelus keningnya yang sakit menabrak keras dada bidang Razz.
"T-tu tuan? Bagaimana anda bisa ada di sini? M-ma maksud saya, kapan anda datang?" Steva jadi serba salah mau bertanya.
"Ini adalah kamar mandiku, jadi aku bebas mau masuk kemari kapan saja, apa kau sebegitu bodohnya, hah? Sampai harus kujelaskan tentang hal sekecil ini?"
"Aaah? Iya, Tuan, Ah, tidak, Tuan!" Steva benar-benar gugup, ia kebingungan mencari kosa kata yang pas untuk menjawab ucapan Razz dengan benar.
"Buka bajuku," seru Razz mengangkat kedua tangannya ke atas persis anak TK yang mau dimandikan ibunya.
"Ahh?" Steva sempat kaget, tapi ia segera ingat jika itu memang salah satu bagian dari pekerjaannya.
Steva memegang kaos bagian bawah Razz lalu menariknya ke atas melewati kepala Razz hingga kaos itu terbuka menampakkan dada bidang Razz yang menggoda iman, apalagi kotak-kotak perut itu yang pasti lebih nikmat dari nasi kotak.
'Glek.'
Bulu-bulu halus itu terlihat sangat indah dan menggoda, rasanya Steva ingin agar ia bisa mendaratkan jari jemarinya pada dada bidang yang pasti akan terasa sangat nyaman untuk dijadikan sandaran.
"Apa kau memikirkan sesuatu? Atau kau bahkan sudah merencanakan yang lebih jauh?" seloroh Razz membuyarkan pikiran positif Steva.
"Aah? Tidak tidak, tidak, Tuan! Tidak ada yang seperti itu," elak Steva tentu saja.
Steva bergerak menyentuh pinggang Razz, ia berniat memelorotkan bokser yang Razz kenakan, seketika kedua mata Razz membola, jantungnya seakan berhenti berdetak.
"Apa yang kau lakukan? Kau ingin memper.ko.saku?" teriak Razz mendorong keras tubuh Steva hingga mundur darinya.
"Hah? Mana ada? Saya hanya sedang melakukan tugas saya untuk melepas pakaian bayi besarku," teriak Steva tak terima dengan tuduhan yang Razz lontarkan padanya.
Razz membulatkan mata mendengar Steva menyebutnya sebagai bayi besar.
"Em? Maksud saya, Tuan besar!" seru Steva memperbaiki kosa kata yang sudah salah ia lontarkan namun setiap yang terucap pertama kali, itulah kejujuran.
"B-ba baiklah, kalau begitu Tuan mandi dulu, saya akan siapkan yang lain, jangan sampai Tuan juga meminta saya untuk memandikan Tuan, ah, maksud saya, memandikan burung tuan? Oh Tuhan,,,,? Tidak, maksud saya? Ah, sudahlah, Tuan mandi saja, saya keluar dulu."
Steva cepat-cepat berhambur pergi keluar dari kamar mandi yang sudah membuatnya serba salah. Razz terkekeh setelah Steva benar-benar sudah keluar dari sana.
"Ada ya orang seperti dia? Ha ha ha...."
...****************...
"Bagaimana?"
Malvin duduk santai pada kursi kebesarannya di perusahaan, kedua kakinya menyilang di atas meja kerjanya dengan penuh keangkuhan, seorang pria berbadan tegap berpakaian rapi dengan setelan jas hitam berdiri di hadapannya.
"Maaf, Tuan? Saya belum menemukannya!" jawab pria itu menundukkan kepala tegas.
'Cyaacckk!'
Malvin membanting sebuah asbak rokok yang terbuat dari kaca kristal hingga pecah di atas lantai ruang kerjanya. Ia begitu marah mendengar laporan yang sudah membuatnya jengah.
Malvin mencari keberadaan Steva yang telah pergi meninggalkannya, tak pernah terpikirkan oleh Malvin jika Steva benar-benar berani meninggalkannya, ia berpikir jika malam itu Steva hanya sedang emosi sesaat. Setelah sebelum-sebelumnya Steva juga menjumpai dirinya yang berselingkuh dengan wanita-wanita cantik yang memuaskan dahaganya di atas ranjang, namun Steva kembali luluh, tapi kali ini, wanitanya itu benar-benar pergi dan tak kembali.
Malvin mencintai Steva, baginya, tak ada wanita yang seperti Steva, ia berbeda, namun Malvin memang masih belum bisa menghilangkan kebiasaannya yang suka menikmati donat wanita-wanita cantik yang berbeda-beda ukuran dan rasa.
"Cari dia sampai ketemu, aku tidak peduli bagaimana caranya, dimanapun dia berada, dia milikku, dan harus selamanya bersama denganku."
Malvin berdiri setelah mengatakan perintahnya pada pria di hadapannya, dan Malvin lekas bergegas keluar pergi meninggalkan ruangan.
Razz memakan menu sarapannya, duduk di tepian ranjang, sepiring nasi goreng berada di pangkuannya, Steva berdiri tak jauh darinya mengamati sang Tuan besar yang tengah makan dengan lahap.
"Kau sudah sarapan?" tanya Razz yang tak disangka oleh Steva.
"Hem? B-be belum, Tuan!" jawab Steva gugup.
"Makanlah setelah aku berangkat ke kantor," seru Razz yang mendapat anggukan dari Steva dan ucapan kata "Baik." lalu Razz memasukkan lagi satu sendok nasi goreng ke dalam mulutnya.
Steva rasanya ingin tertawa. Raut muka Tuan besarnya terlihat datar seperti ini malah terlihat lucu, meski wajahnya rusak, Steva sama sekali tak merasa jijik maupun risih, mata yang terus menatap lurus ke depan tanpa titik yang pasti itu begitu cantik memikat hati. Manik biru yang paling indah yang pernah Steva lihat.
Beberapa butir nasi menempel pada sudut bibir Razz saat sendok itu sudah Razz taruh meski sisa nasi gorengnya tidak habis.
"Mana minumanku?" tanya Razz pada Steva sambil mengulurkan piringnya ke arah depan.
Steva mengambil alih piring itu lalu memberikan segelas air putih pada Razz, dan Razz meminumnya.
"Ah, Tuan? Maaf, itu, em? Di sudut bibir anda, masih tertinggal sebutir nasi," ucap Steva menahan tawa.
Razz menggerakkan tangannya mengusapi area mulutnya, namun yang ia bersihkan tidak pada titik yang tepat, hingga sebutir nasi yang bertamu di dekat bibir seksi itu masih setia menempel.
"Bukan di situ, Tuan? Tapi di situ!" seru Steva gemas. Rasanya ia ingin langsung menjumput sisa makanan yang sengaja mengiming-imingi dirinya seakan berkata, '*Lihatlah, aku menempel pada bibir yang lembut dan seksi ini*.'
"Aaaiihh,, bukan, Tuan!" teriak Steva karena Razz belum juga berhasil mengambilnya.
"Ini...." Steva duduk di tepian ranjang Razz tepat di samping Tuan besarnya itu mengambil sebutir nasi yang mengganggu pandangannya.
"Apa begitu cara membersihkan sisa makanan di bibir?" teriak Razz yang seakan marah atas tindakan tidak sopan Steva.
"Ah, maaf, Tuan! Saya tidak sengaja,"
"Kau tidak tahu bagaimana cara membersihkan sisa makanan yang menempel pada bibir?" Razz mengulang kalimatnya yang bermakna sama.
"T-ti tidak, Tuan!" jawab Steva menggeleng, lebih baik mengalah, perkara menjumput sebutir nasi saja dipermasalahkan oleh Tuannya ini.
"Begini," ucap Razz yang tiba-tiba dengan gerakan cepat ia menubrukkan bibir seksinya pada bibir Steva yang sensual.
'***DEG***.'
...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...
andai razzz ada si dunia nyata thor
suka dn setuju bgt sm keputusan author 🥰
biarlah steva hidup dg cinta nya razz selamanya 😭
liora kah 🤔🤔
setuju sm dev aja biar mulai dg kehidupan yg bner² baru tnpa embel² masa lalu yg menyakitkan 🥰
apa mgkin jantungnya malvin sm razz dituker 🤭
sebenernya aku kesel bgt sm razz yg tega bohong bgtu cuma dwmi liora tp kasian juga klo tetiba mati,,hrusnya ngerasain kehilangan liora dulu 🤣🤣