Bagaimana perasaanmu jika istri yang sangat kamu cintai malah menjodohkan mu dengan seorang wanita dengan alasan menginginkan seorang anak.
Ya inilah yang dirasakan Bima. Dena, sang istri telah menyiapkan sebuah pernikahan untuknya dengan seorang gadis yang bernama Lily, tanpa sepengetahuan dirinya.
Bima sakit hati, bagaimanapun juga dia sangat mencintai istrinya, meskipun ia tahu sang istri tidak bisa memberikannya keturunan.
Bisakah Lily berharap Bima akan mencintainya? Meskipun Bima sangat dingin padanya, tapi Lily telah berjanji satu hal pada Dena. Sanggupkah Lily menepati janjinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon trias wardani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 8
"Pak. mb... Mbak.. Dena... Kemana?" Lirih Lily.
"Dena sudah pulang."
"Pulang?" Lily terkejut menatap Bima dengan refleks. "Kenapa mbak Dena gak pamit sama aku?"
"Kamu tadi tidur. Dena gak tega mau bangunin kamu." Bima mengambil sebuah kaos di dalam lemari dan memakainya di hadapan Lily yang sepertinya terpesona dengan roti sobek milik Bima.
Bima hendak membuka kancing celananya, namun urung di lakukan karena pandangan Lily juga mengarah ke tangannya yang sudah memegang kancing celana. Lily yang kedapatan melihat ke arah sana membuang mukanya ke samping.
Bima membuka lemari dan mengambil sesuatu dari sana kemudian berlalu ke kamar mandi.
'Aduhhhh udah jelas-jelas dalam perjanjian poin satu nomor tiga tidak boleh saling terpesona satu sama lain! Kenapa sih Ly?'.
Lily memukul jidatnya sendiri berkali-kali hingga tak sadar Bima sudah keluar dari dalam kamar mandi dan sudah mengganti celananya dengan celana pendek berbahan kaos setinggi lutut. Bulu-bulu kakinya lebat membuat Lily berhenti memukul jidatnya saat kaki berbulu lebat itu lewat di hadapannya.
"Kamu sakit Ly?"
"Enggak!"
"Tapi aku bisa sakit kalau lama-lama dekat dengan bapak!"
"Ya sudah aku mau makan. Dena sudah menyiapkan makanan untuk kita. Kalau kamu mau, turun ke bawah segera!" Lily mengangguk sebelum Bima keluar dari dalam kamarnya.
Lily bernafas lega, setidaknya untuk kali ini dia bisa bebas bernafas. Selama Bima berada di dalam kamar itu Lily merasa dirinya sangat sulit sekali untuk sekedar menghirup dan membuang nafasnya. Dia sangat takut di antara hembusan nafasnya Bima bisa mendengar betapa besar rasa kekaguman Lily terhadap suaminya.
Lebay deh Ly!
Lily membuka satu persatu hiasan yang ada di kepalanya, membuat rambutnya tergerai dengan indah. Sedikit kesulitan membuka resleting di belakang punggungnya tapi Lily terus berusaha meraih resleting dengan kedua tangannya. Lily menghirup nafas, menggoyang-goyangkan kedua tangannya berharap akan lebih lentur dan bisa meraih resleting gaun putih yang di pakainya. Sulit sekali. Lily terduduk di atas kasur menatap ke luar jendela. Tangannya masih ia coba untuk meraih resleting gaun tersebut. Gaun yang di belikan Dena khusus untuk Lily dikenakan hari ini. Bahkan cincin kawin pun Dena yang pilihkan.
"Eh, pak?!" Lily tersentak saat menoleh ke belakang. Tangan Bima menghalau kedua tangannya, dan kini dengan perlahan Bima menurunkan resleting gaun milik Lily.
"Gak usah pak,saya bisa sendiri!" ucap Lily namun tak di gubris Bima.
"Kalau kamu kesusahan kamu bisa panggil aku kan?!"
"Saya kira bapak sedang makan." Lily berusaha menahan gaun bagian depan agar tidak melorot. Jantungnya berdentum keras saat tangan Bima tak sengaja menyentuh kulit punggungnya.
"Aku mau ambil hp." Bima berdiri lalu mengambil hpnya di atas nakas lalu kembali keluar.
"Apa aku akan mati? Rasanya aku gak bisa nafas sedekat itu sama pak Bima!" Lily mengatur nafasnya yang naik turun. Dia segera mengganti bajunya dengan kaos biasa dan celana pendek setinggi paha. Sekali lagi Lily mengatur nafasnya mempersiapkan diri untuk turun dan makan.
Lily menyandarkan dirinya di pintu yang baru saja di tutupnya. Nafasnya masih kembang kempis seperti sudah lomba lari. Ia merasa tidak karuan saat akan turun ke lantai bawah.
'Aah ya ampun aku harus bagaimana kalau bertemu sama pak Bima?'
Perlahan Lily melangkahkan kakinya menuju ke arah dapur. Tubuhnya ia condongkan. Matanya melirik ke sana kemari tapi yang di carinya sudah tidak ada. Hanya ada bekas piring kotor di atas wastafel.
Fiuuuhhh. Lily bernafas lega. Setidaknya ia bisa menikmati makanan tanpa harus menahan nafasnya seperti tadi.
Lily makan dengan cepat.
'Enak sekali. Apakah ini masakan mbak Dena? Aku harus belajar masak sama mbak Dena supaya pak Bima senang.' batin Lily.
Lily pun segera menghabiskan makanannya.
Lily berjalan keluar, mencari sosok yang sudah sah menjadi suaminya sejak beberapa jam yang lalu, tapi ia tidak menemukan sosok itu. Lily kembali ke kamar karena lelah yang masih menderanya.
Beberapa notifikasi muncul di hpnya. Matanya membulat saat melihat notif dari seseorang.
Bima.
'Jangan tunggu aku pulang. Tidur saja duluan.'
Lily terdiam, melihat waktu Bima mengiriminya pesan sepuluh menit yang lalu.
Lily.
'Memangnya bapak dimana?'
Lily berfikir, dan ingat dalam perjanjian. Poin dua nomor satu. TIDAK BOLEH IKUT CAMPUR MASALAH SATU SAMA LAIN.
Lily menghembuskan nafasnya lalu kembali menekan tombol delete. Ia kembali menekan tiga huruf.
Lily.
'Iya.'
Kali ini Lily mengirimkannya.
Satu menit. Dua menit. Lima menit. Hingga tiga puluh menit, tidak ada balasan, bahkan di baca pun tidak.
'Aahh sudahlah. Aku gak seharusnya ngarepin balesan dari Pak Bima, toh aku hanya istri sementara saja.' ucap Lily mengingatkan dirinya sendiri.
'Hari pertama aku menikah, seharusnya aku bahagia dengan suamiku. Duduk manis di depan tv, sambil bercanda, atau dia tiduran di pangkuanku.'
Lily tertawa sendiri merasa bodoh dengan kehidupannya sekarang. Bayangan rumah tangga bahagia yang sedari dulu ia impikan sirna sudah karena Bima sudah pernah mengingatkan agar tidak pernah mencintainya. Atau Lily akan terluka karena Bima hanya mencintai Dena seorang.
Lily tertawa sendiri, menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih. Bergumam beberapa saat lamanya seorang diri.
'Ah sudahlah! Toh ini juga tidak terlalu merugikan diriku kan! Aku bisa puas memandangi wajah Pak Bima setiap hari di kantor ataupun di rumah. Ya, kalau dia sedang di rumah ini.'
Sudah cukup dialog Lily dengan hatinya dia tidak ingin membayangkan jika Bima sedang bersama Dena di rumahnya.
'Mas Bimbim. Gimana kabar kamu mas? maaf aku gak nunggu kamu. Kapan sebenarnya kita akan bertemu? Maafkan aku, aku sudah ingkar janji. Aku sudah menikah dengan orang lain dan mas Bimbim jangan khawatir, aku janji aku akan bahagia.'
Lily menatap foto yang telah dia ambil di laci nakasnya. Foto dirinya saat bersama anak laki-laki berbadan tambun. Bimbim si pemilik pipi chubby, anak lelaki yang sudah menyita perhatiannya sedari dulu. Sebelum hati Lily kemudian tertambat pada lelaki yang kini telah menjadi suaminya.
Semangat thor 💪💪