Anyelir Almera Galenka, tapi sudah sejak setahun yang lalu dia meninggalkan nama belakangnya. Wanita bertubuh tinggi dengan pinggang ramping yang kini tengah hamil 5 bulan itu rela menutupi identitasnya demi menikah dengan pria pujaan hatinya.
Gilang Pradipa seorang pria dari kalangan biasa, kakak tingkatnya waktu kuliah di kampus yang sama.
"Gilang, kapan kamu menikahi sahabatku. Katanya dia juga sedang hamil." Ucapan Kakaknya membuat Gilang melotot.
"Hussttt... Jangan bicara di sini."
"Kenapa kamu takut istrimu tahu? Bukankah itu akan lebih bagus, kalian tidak perlu sembunyi-sembunyi lagi untuk menutupi hubungan kalian. Aku tidak mau ya, kamu hanya mempermainkan perasaan Zemira Adele. Kamu tahu, dia adalah perempuan terhormat yang punya keluarga terpandang. Jangan sampai orang tahu jika dia hamil di luar nikah."
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang mendengar semua pembicaraan itu.
"Baiklah, aku akan ikuti permainan kalian. Kita lihat siapa pemenangnya."
UPDATE SETIAP HARI.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gilang Kalang Kabut
Setelah mendapatkan panggilan telepon dari Istrinya, Gilang menjadi semakin kalap. Bukan... Bukan kalap segera pergi, tapi dia justru semakin memacu tubuh Zemi dengan gerakan kasar.
"Ouuhhh... Sshhh... Gilang kamu gila!" Teriak Zemi ketika rasa nikmat itu berubah menjadi rasa sakit.
"Diamlah Zemi, aku harus segera keluar." Ucap Gilang semakin menggila.
"Aaahhhh..." Desahan panjang mengakhiri sesi per cintaan yang kesekian kalinya.
CUP
"Terima kasih, sayang kamu sangat nikmat. Tapi, maaf untuk beberapa waktu ke depan aku akan sangat jarang menemui kamu. Aku harus pura-pura menjadi suami baik di depan Anye, karena dia akan memberikan jabatannya usai melahirkan." Gilang memberi penjelasan.
"Apa maksudmu Gilang? Kamu akan meninggalkanku? Aku sedang hamil Gilang, aku butuh perhatian dari kamu." Ucap Zemi seolah tidak terima.
"Aku tahu, dan hanya anak dari rahim kamu lah yang akan aku anggap sebagai anakku. Tidak dengan anak dalam kandungan Anye, tapi aku butuh pengorbanan supaya hidup kita berakhir bahagia."
"Bersabarlah sebentar, kamu boleh mengatur rencana pernikahan kita mulai sekarang. Tapi kita menikah tidak di kota ini. Pilihlah satu tempat yang jauh dari jangkauan Anye. Aku tidak mau hari bahagia kita terganggu karena mungkin Anye akan datang untuk mengacaukan pesta."
CUP
Sekali lagi, Gilang mencium bibir tebal kekasih gelapnya itu.
Usai mandi dan memakai pakaian yang tersedia di apartemen Zemi, Gilang langsung berlari mencari taxi.
Sementara itu, Zemi mengerang marah.
"Kenapa harus ada Anye di antara kita, harusnya sejak awal kamu menikah denganku Gilang. Andai aku tidak dipaksa menikahi mantan suamiku yang bodoh itu." Gumam Zemi, masih dengan tubuh polosnya.
"Sebaiknya, aku segera mandi. Lalu pergi ke mall untuk mencari pernak pernik pernikahan. Aku juga harus pergi ke butik, aku ingin pernikahan keduaku ini berlangsung mewah. Karena inilah pernikahan impianku. Ahh... Gilang, kamu membuatku gila. Hanya kamu yang benar-benar bisa memuaskan hasratku, bahkan tidak dengan para gigolo-gigolo itu."
Ya, Zemi sama seperti Gina dan Mama Ambar. Mereka adalah wanita yang haus akan belaian. Tapi, setelah ada Gilang yang selalu bisa mengimbangi hasrat seksualnya. Zemi tidak lagi membayar orang. Cukup panggil Gilang, maka keduanya akan menggila tanpa kenal lelah. Zemi bahkan tidak peduli, meskipun Gilang berstatus suami dari Anye.
Gilang berlari menuju ruangan Anye, keringat membasahi kepala dan tubuhnya. Karena dia harus turun dari Taxi yang masih berada di ruas jalan karena terjebak macet.
Braakkk...
Hosh... Hosh... Hosh...
"Nye..." Panggil Gilang dengan suara serak karena nafas yang tidak beraturan.
"Kamu dari mana saja Mas? Semalam tidak pulang, sekarang terlambat."
"Maafkan aku Anye, aku ketiduran di rumah teman. Karena aku sedang memikirkan keputusan yang tepat. Sekarang aku sudah mendapatkan jawabannya. Ya, aku bersedia 24 jam di sisimu sampai 4 bulan..."
"Tapi, maaf Mas Gilang. Aku memberimu waktu sampai pagi hari. Sedangkan sekarang bahkan sudah hampir jam makan siang." Ucap Anye.
"Kamu tidak bisa mempermainkanku, Anye. Sudah aku katakan, aku ketiduran." Suara Gilang mulai meninggi dan menatap tajam ke arah istrinya.
"Aku tidak sedang mempermainkanmu, tapi aku sedang mendisiplinkanmu. Dan kamu gagal di hari pertama ujianku, bagaimana bisa aku mempercayakan perusahaan kepada orang yang tidak bisa menghargai waktu." Ucap Anye datar.
"Sekarang, pulang saja lah Mas. Biar aku yang bekerja, aku tetap akan memenuhi kebutuhan rumah dan keluargamu. Bukankah enak punya istri sepertiku?" Ucap Anye menyindir.
"Apa itu artinya, aku bebas melakukan apa saja Anye? Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu. Aku memang tidak suka bekerja, lebih baik aku menikmati hidupku."
Dreettt...
Ponsel Gilang berdering nyaring.
Ternyata, Mama Ambar yang menghubunginya.
"Halo... Iya Ma ada apa?"
"Gilang, kamu ada di mana? Apa Anye sedang bersamamu? Tanyakan kapan mobil Mama yang baru datang? Mama ingin shoping bareng Mbakmu hari ini, tapi malas jika harus menggunakan taxi." Ucapnya.
"Nye...?" Gilang bertanya dengan kode.
"Katakan pada Mama, yang sabar ya. Mungkin 30 hari lagi. Karena aku belinya yang super bagus, jadi harus inden dulu."
"Ma... Anye akan belikan mobil yang limited edition jadi Mama harus sabar menunggu, karena dia barang inden." Jawab Gilang sumringah.
"Oalah... Ya sudah tapi, kalau bisa 25 hari sudah datang."
"Benar, waktu pernikahan para pengkhianat kurang 25 hari lagi ternyata. Aku harus tanya Vano, apa surat perceraianku sudah mulai diproses." Ucap Anye pada dirinya sendiri.
"Mas, aku rasa aku butuh konsentrasi. Saat ini pekerjaanku banyak. Mas bisa pulang sekarang kan?" Usir Anye secara tidak langsung.
"Ya, baiklah aku pulang sekarang."
Setelah memastikan Gilang tidak ada, Anye menghubungi Vano melalui telepon.
Tut
"Halo, Vano apa semua berkas sudah beres?" Tanya Anye.
"Berkas kepemilikan sudah aman semua, berkas perceraian sudah bisa diambil. Kamu tinggal minta tanda tangan Gilang, kamu tidak perlu menghadiri sidang karena aku akan mewakilinya." Ucap Vano dengan suara tegas.
"Apakah, bukti-bukti yang kita kumpulkan juga sudah masuk pengadilan?"
"Sudah, justru itu karena adanya bukti itu bida memperkuat posisi kamu meskipun kondisimu sedang hamil."
"Ingat, tidak ada harta goni gini dan hak asuh anakku harus berada di tanganku juga."
"Beres, sekarang tinggal bagaimana cara kamu memberi tahukan pada Gilang."
"Oh... Aku akan berikan saat pernikahan mereka yang akan digelar 25 hari lagi, sebagai hadiah."
"Bagus, setelah itu apa rencanamu?"
"Belum tahu, tapi yang pasti aku tidak akan pergi. Aku akan tetap berada di kota ini, supaya mereka tahu jika aki bisa hidup tanpa mereka."
"Apa tidak berniat menikah lagi?"
"Cerai saja belum, malah ngomongin nikah. Kamu tuh yang kapan menikahi sahabatku, jangan digantung terus."
"Setelah masalah kamu selesai, aku rasa itu adalah waktu yang pas untuk aku menikahi Ratna."
"Baiklah, aku tidak mau diundang sebagai tamu. Tapi aku ingin diundang sebagai bagian dari keluarga. Jangan lupa." Ucap Anye.
Tut
Anye menutup sambungan telepon dengan wajah lega, jika orang lain bercerai ada drama nangis-nangis. Justru Anye menginginkan status janda secepat mungkin, bisa disandang olehnya.
Sementara itu, dengan wajah bahagia Gilang pulang ke rumah Anye. Ketika tiba di rumah, Gilang melihat Mama Ambar dan kakaknya sudah bersiap hendak ke Mall.
"Mama mau ke Mall sekarang? Aku ikut ya, ada banyak yang ingin aku beli." Kata Gilang, mengekor Mamanya naik taxi.
"Apa Anye tidak curiga, kamu semalam tidak pulang?" Tiba-tiba Mama Ambar khawatir, jika kedok mereka terendus sebelum rencana berhasil.
"Anye itu perempuan bodoh Ma, dan dia cinta mati denganku."
"Dia gak akan mungkin curiga, dirayu dikit aja luluh dia." Jawab Gilang masih bisa sombong.
"Baguslah kalau begitu, ingat Gilang kamu harus segera menikahi Zemi. Karena aku tidak mau, sahabatku menjadi korban PHPmu." Ucap Gina.
"Tentu saja, meskipun Zemi lebih tua dariku. Tapi Zemi lebih bisa memuaskanku di atas ranjang."
"Zemi tahu merawat diri, dia sexy aku sangat candu dengan tubuhnya." Ucap Gilang vulgar tanpa malu terdengar oleh sopir taxi.
"Karena Zemi adalah wanita berkelas yang jelas bibit bebet bobotnya. Tidak seperti istrimu yang hanya jelas punya perusahaan, tanpa tahu latar belakang keluarganya dari mana." Ucap Mama Anjani menghina Anye.
Begitu memasuki Mall, OKB yang baru setahun itu langsung kalap. Gilang mengambil banyak baju-baju sexy termasuk lingerie untuk Zemi. Tas, sepatu bermerek tak ketinggalan. Mama Ambar dan Gina juga sama mengambil banyak barang mewah.
Hampir setengah hari, mereka bertiga mengambil barang yang menurutnya adalah kebutuhan penting yang wajib dibeli.
"Ma, sudah yuk aku sudah capek berkeliling. Ayo kita bayar." Ucap Gina, sambil membawa banyak kantong belanjaan yang belum dibayar.
"Tunggu adik kamu dulu, dia belanja apa saja dari tadi di tempat pakaian dalam wanita." Ucap Mama Ambar sedikit kesal.
"Pasti beli untuk Zemi, Ma. Biarkan saja." Jawab Gina santai.
Tak lama kemudian, Gilang datang dengan senyum lebar merasa puas.
"Ayo, Ma kita bawa ke Kasir. Mama bayar pakai kartu Mama sendiri ya." Ucap Gilang.
Gilang menyerahkan belanjaannya lebih dulu. Tapi saat dia menyerahkan kartunya, Kasir mendadak menatapnya dengan serius.
"Maaf, Tuan kartunya tidak dapat digunakan. Sudah terblokir." Ucap Kasir.