“Aku bukan barang yang bisa diperjualbelikan.” —Zea
Zea Callista kehilangan orangtuanya dalam sebuah pembantaian brutal yang mengubah hidupnya selamanya. Diasuh oleh paman dan bibinya yang kejam, ia diperlakukan layaknya pembantu dan diperlakukan dengan penuh hinaan oleh sepupunya, Celine. Harapannya untuk kebebasan pupus ketika keluarganya yang serakah menjualnya kepada seorang mafia sebagai bayaran hutang.
Namun, sosok yang selama ini dikira pria tua berbadan buncit ternyata adalah Giovanni Alteza—seorang CEO muda yang kaya raya, berkarisma, dan tanpa ampun. Dunia mengaguminya sebagai pengusaha sukses, tetapi di balik layar, ia adalah pemimpin organisasi mafia paling berbahaya.
“Kau milikku, Zea. Selamanya milikku, dan kau harus menandatangani surat pernikahan kita, tanpa penolakan,”ucap Gio dengan suara serak, sedikit terengah-engah setelah berhasil membuat Zea tercengang dengan ciuman panas yang diberikan lelaki itu.
Apa yang akan dilakukan Zea selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BEEXY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 8 - Taktik Kabur
Saat Zea yakin dengan pintu kecil di taman mansion itu, dia segera menyusun rencana berniat untuk mengelabui Federico dibantu dengan ilmu beladiri yang ia miliki.
Rencana dimulai dengan Zea yang duduk di meja makan, dia telah menghabiskan setengah dari makanan yang telah disiapkan oleh Federico. Dia lalu meminta lelaki itu untuk datang dan mengecek soal makanannya yang terasa tidak enak.
"Kau tahu? aku tidak bisa menghabiskannya karena rasanya aneh,"ucap Zea mengelabui Federico.
Lelaki itu yang percaya saja pada Zea akhirnya mendekatkan tubuhnya ke meja makan.
"Padahal saya sudah yakin kalau makanan ini sesuai dengan selera anda." Fedrico masih belum menyadari maksud terselubung dari Zea.
Saat lelaki itu lengah mencicipi sisa makanan Zea, saat itu pula gadis itu langsung menarik tubuh Federico dan menjepitnya di meja, membuat lelaki itu tidak bisa bergerak. Namun fedrico bisa melawan dan membuat keadaan terbalik dengan Zea yang malah terjepit di meja makan tersebut.
"Apa yang kau lakukan? kenapa kau menyerangku?"tanya Frederico bingung, tangan kirinya masih menahan punggung Zea.
"Lepaskan aku ..." Zea mencoba memutar otaknya karena rencana itu tampaknya tidak berhasil. "Aku hanya mencoba melatih seni bela diriku, kau tahu aku adalah anak taekwondo yang memiliki sabuk hitam. Aku hanya mencoba saja, apakah aku bisa menjatuhkanmu dengan kekuatanku? Oh ternyata aku tidak bisa, kau sangatlah kuat. Aku melakukannya agar aku tidak lupa dengan teknik-tekniknya saja. Aku tidak benar-benar ingin menjatuhkanmu seperti tadi."
Fedrico menyipitkan matanya dengan dahi mengkerut, menatap penuh kecurigaan pada argumen Zea. Tapi lelaki itu malah melepaskan Zea begitu saja. "Jika yang kau berikan alasan itu adalah Tuan Alteza, kau tidak akan selamat. Tapi untuk kali ini aku akan memaafkanmu."
Zea menghela nafas, ternyata mudah juga menaklukkan Federico sang bawahan Giovanni Alteza itu. Namun tetap saja dia harus memikirkan cara bagaimana membuat Federico tidak terus-menerus mengekkorinya kemana-mana karena Zea harus keluar dari mansion itu secepat mungkin sebelum Giovanni Alteza menyadarinya.
Zea akhirnya menemukan sebuah cara baru untuk kabur dari Federico.
Setelah makan siang, Zea bertanya kepada Fedrico di mana dia bisa melatih ilmu bela dirinya dengan tenang. Saat Zea mengatakan itu Federico masih menimbang-nimbang sebuah tempat yang sekiranya cocok untuk Zea melatih seni bela dirinya.
"Kurasa ada sebuah ruangan yang cocok untukmu." Federico lalu bicara dengan nada santai tapi juga formal.
"Ah, sangat bagus. Tunjukkan aku tempatnya." Zea tersenyum sumringah, dia merasa rencananya akan berhasil. "Tapi yang aku inginkan adalah sebuah ruangan yang tertutup agar aku bisa fokus."
Federico mengangguk mengerti lalu mengantarkan Zea ke sebuah ruangan yang berada di bagian ujung kanan lantai 2 mansion itu. Lelaki itu dengan lihai membuka kunci ruangan.
Saat pintu terbuka dengan gerakan cepat Zea yang sejak awal sudah memasang kuda-kuda langsung menendang punggung Frederico hingga lelaki itu tersungkur masuk ke dalam ruangan. Dia langsung mengambil kunci tersebut dan menutup akses satu-satunya ruangan.
"Maafkan aku Fedrico tapi aku harus pergi dari mansion ini ... Dan aku tidak bisa melakukannya saat kau terus berada di sampingku. Kau bisa meminta ganti rugi kepada Tuanmu si Alteza itu. Katakan saja padanya aku tidak takut."
Lalu Zea berlari dengan kunci yang bergelantungan di tangannya. Tanpa gadis itu sadari sejak tadi CCTV terus memperhatikan gerak-geriknya. Jelas CCTV itu terhubung dengan ponsel milik Giovanni Alteza yang setelah menyadari propertinya mencoba melarikan diri, Gio segera mengakhiri pertemuan direksi hari itu dan bersiap kembali ke mansion.
Setelah meminta Asher untuk menyiapkan mobil. Di sepanjang perjalanan lorong perusahaan, Gio terus menyeringai dan bersmirk. Dia memikirkan hukuman macam apa yang pantas untuk gadis pembangkang seperti Zea.
Tak lama kemudian Asher datang menemui Gio. "Mobil anda sudah siap Tuan Altezza."
" Untuk sementara tolong tangani pekerjaanku di sini, analisis beberapa kontrak yang meminta kerjasama dengan Alza. Lalu kirimkan aku laporannya nanti malam."
Asher mengangguk dan memahami pekerjaannya. Hal itu sudah sering lelaki itu lakukan saat Giovanni sedang berada di dunia bawah atau saat Gio memakai topeng mafia.
Gio kemudian kembali melanjutkan perintahnya, "Hack Semua sistem yang ada di mansion. Jangan sampai gadis itu menemukan jalan untuk keluar."
"Dimengerti tuan Altezza."
Setelah mengatakan itu, Giovanni segera berjalan dengan langkah besar menuju mobil mewahnya dan membiarkan pekerjaan ditangani oleh Asher sekretarisnya yang paling kompeten, kepercayaan Giovanni.
Di dalam mobil Giovanni mengeluarkan sebelah pistol dari dashboard mobil. Bibirnya menyeringai kejam membayangkan hal yang mungkin akan diterima oleh Zea karena berani menentang perintahnya.
Tidak ada yang berani membangkang seperti itu, tidak tunduk pada kehebatan Giovanni. Tapi menurut Gio, Zea cukup berani.
\=\=
Sesuai dengan prediksi Giovanni, Zea menggunakan gawai yang ada di mansion itu untuk mencari tahu jalan keluar. Zea membuka Google maps tapi tidak menemukan apapun karena jaringan tiba-tiba low.
Seluruh listrik di mansion pun mendadak padam. Tapi itu tidak membuat Zea menyerah, Dia segera berlari saja ke area Taman mansion yang terbengkalai itu lalu berlari ke pintu kecil yang menghubungkan dengan dunia luar.
Zea membuka pintu itu dengan tergesa-gesa, takut kalau saja Giovanni benar-benar telah menyadari kalau Zea kabur dari mansion. Walaupun gadis itu telah mengurung Federico, Tapi tetap saja rasa takut itu selalu ada.
Saat pintu terbuka, Zea bisa melihat pemandangan di sekitarnya bukanlah Jalan Raya melainkan padang hutan dengan pohon pinus tinggi di sekitarnya..
"Sialan."
Zea melupakan satu fakta bahwa saat pertama kali dia dibawa ke sini malam itu sangat larut hingga dia tidak dapat melihat jalanan dengan jelas. Zea tidak menyangka kalau mansion itu benar-benar berada di tengah hutan yang tampaknya luasnya berakter-hektar.
“Sepertinya benar akan sangat sulit untuk keluar dari sini, tapi kau tidak boleh menyerah, Zea ... keputusanmu untuk keluar dari mansion itu sudah bulat dan tidak ada yang dapat menghentikan mu lagi, apapun yang terjadi aku akan menghadapinya. Bahkan binatang buas pun akan ku hadapi,” ucap Zea dengan penuh kesungguhan sampai tangannya terkepal ke langit.
Dengan seluruh tekadnya Zea berlari, yang bahkan Zea pun tidak tahu apakah hutan tersebut memiliki ujung, karena yang perlu dilakukan hanyalah berlari dan pergi sejauh-jauhnya dari mansion itu dan tidak lagi bertemu dengan Giovanni.
Sandal yang ia pakai untuk berlari pun terasa makin berat, duri-duri serta kerikil menghunus telapak kakinya. Sialan Dia merasakan sakit. Padahal dia belum cukup jauh dari mansion. Zea masih bisa melihat dengan jelas mansion tersebut.
" Ayo aku harus pergi dari sini."
Zea berhenti sejenak untuk mengistirahatkan kakinya. Dia duduk di rerumputan dengan kaki terbujur, Zea sesekali memijat kakinya sendiri dan melihat luka lecet di punggung kaki. Nafasnya juga terengah-engah. Saat dia hendak bangkit tiba-tiba seseorang berada di depannya dan menawari tangan untuk membantu Zea berdiri.
"Kau ... siapa?"
Zea melihat sosok pria berbadan tinggi dengan wajah tampan dan rambut bergelombang. Wajah itu tampak sangat asing untuknya namun pria itu tersenyum manis pada Zea.