Di dunia yang penuh gemerlap kemewahan, Nayla Azzahra, pewaris tunggal keluarga konglomerat, selalu hidup dalam limpahan harta. Apa pun yang ia inginkan bisa didapat hanya dengan satu panggilan. Namun, di balik segala kemudahan itu, Nayla merasa terkurung dalam ekspektasi dan aturan keluarganya.
Di sisi lain, Ardian Pratama hanyalah pemuda biasa yang hidup pas-pasan. Ia bekerja keras siang dan malam untuk membiayai kuliah dan hidupnya sendiri. Baginya, cinta hanyalah dongeng yang tidak bisa dibeli dengan uang.
Takdir mempertemukan mereka dalam situasi tak terduga, sebuah insiden konyol yang berujung pada hubungan yang tak pernah mereka bayangkan. Nayla yang terbiasa dengan kemewahan merasa tertarik pada kehidupan sederhana Ardian. Sementara Ardian, yang selalu skeptis terhadap orang kaya, mulai menyadari bahwa Nayla berbeda dari gadis manja lainnya.
dan pada akhirnya mereka saling jatuh cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Asila27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
rencana dua sahabat
Di sudut kantin kampus sendiri. dua pemuda tampak duduk berseberangan sambil bercanda dan saling mengejek. Mereka adalah Ardi dan reza, dua sahabat yang selalu bersama.
"Bro, kayaknya kita harus mulai mikirin masa depan," ucap Ardi tiba-tiba, ekspresinya serius.
Reza yang masih asyik memandangi dua gadis yang baru saja keluar dari kantin, nayla dan Dina, tak langsung menanggapi ucapan sahabatnya. Matanya masih terpaku pada sosok dua gadis cantik itu yang semakin menghilang.
Melihat itu, Ardi mendengus kesal. Ia mengerlingkan mata dan menepuk bahu sahabatnya.
"Yaelah za! Gue ajak ngomong malah lo asyik mandangin cewek. Ingat, lo udah punya pacar. Lagian, yang lo lihat juga udah pergi!" kata Ardi yang menyadarkan Reza.
reza tertawa kecil dan mengangkat bahu. "Mumpung ada pemandangan bro. Hidup lo tuh terlalu datar. Lo harus belajar menikmati keindahan." ucap Reza menasehati sahabat nya.
"Lah, apa hubungannya sama gue? Gue ngajak ngobrol soal masa depan, lo malah sibuk merhatiin cewek!" gerutu Ardi.
"Emang lo tadi ngomong apa?" tanya reza polos.
"Tuh kan! Gara-gara cewek, lo jadi budek," sindir Ardi jengah.
Reza tertawa , "Serius bro. Gue beneran nggak denger."
Arsi menghela napas panjang.
"Gue bilang, masa sih kita mau hidup begini terus? Nggak pengen buka usaha? Gue capek dipandang sebelah mata." ucap Ardi dengan serius.
Reza kini langsung memasang ekspresi serius mendengar pertanyaan Ardi..
"Gue juga kepikiran sih ar. Cuma gue bingung mau usaha apa."
"Lo ada ide?" tanya Ardi ke Reza.
"Belum. Tapi menurut gue, yang penting kita kumpulin modal dulu. Abis itu baru kita pikirin usaha yang cocok," usul Reza.
"Iya juga ya," Ardana mengangguk setuju.
"Gini aja, setelah kita lulus, kita cari kerja dulu. Minimal setahun buat ngumpulin tabungan bagai mana.!" kata Ardi mendapatkan ide.
"Setuju, bro! Gue yakin kita bisa sukses!" sahut reza penuh semangat.
"Udah yuk cabut. Gue masih ada urusan," kata Ardi sambil beranjak berdiri.
tanpa terasa hari sudah sore.
Sore itu, Nayla baru saja pulang kuliah. Saat sampai di gerbang rumah, ia menyapa satpam yang berjaga, Pak Karjo.
"Sore Pak Karjo."
"Sore juga, Non. Kok langsung pulang? Biasanya mampir ke suatu tempat dulu," tanya Pak Karjo ramah.
"Lagi males keluar," sahut Nayla ringan.
"Papa udah pulang belum?" tanya Nayla.
"Udah Non. Tadi pulang lebih awal." jawab pak Karjo dengan sopan.
"Oh, ya udah. Saya masuk dulu ya."
Setelah memarkir kan mobil nya di garasi, Nayla melangkah masuk ke rumah. Ia berpapasan dengan salah satu pembantu nya.
"Non nayla udah pulang?" sapa pembantu itu.
"Udah Bik. Papa ada?" tanya Nayla.
"Ada, Non, lagi di ruang tamu."
"Kalau gitu, bikinin aku jus jeruk, ya? Nanti antar ke ruang tamu aja." pinta nayla
"Siap Non!"
kemudian Nayla langsung, masuk ke ruang tamu, langkahnya langsung terhenti. Matanya membelalak kaget.
"Kamu ngapain di sini?!" serunya tajam sambil melihat orang yang paling di benci nya.
Di sana, berdiri seorang pria yang sangat dikenalnya Iqbal, mantan pacarnya.
Iqbal berdiri dan tersenyum tipis.
"Aku datang ingin menjelaskan kesalahpahaman kita Ay. Tolong dengerin aku dulu." jawab Iqbal.
Mendengar itu, emosi nayla langsung memuncak.
"Kesalahpahaman? Apa yang aku lihat dengan mata kepala ku sendiri itu bukan kesalahpahaman! Kita udah putus, dan aku nggak mau dengar penjelasan apa pun dari kamu!" kata Nayla dengan tegas.
Pak Andi, ayah Nayla, yang sedari tadi duduk di sofa dalam diam. mencoba menenangkan putrinya.
"Sayang, nggak boleh begitu." kata pak Andi.
"Papa! Kenapa Papa malah nyuruh dia masuk rumah? Kenapa nggak langsung usir aja?" bentak Nayla kesal.
Iqbal menarik napas panjang, lalu menoleh ke Pak Andi.
"Maaf Om, kalau kedatangan saya nggak diinginkan. Saya pamit dulu." kata Reza mencoba mencari muka dengan papa nya Nayla.
Pak Andi hanya mengangguk.
"Hati-hati, salam buat ayah kamu." jawab pak Andi yang tidak menghentikan keinginan Iqbal.
"Iya Om. Saya sampaikan."
Sebelum pergi, Iqbal kembali menatap Nayla.
"Ay aku harap kamu mau ngasih aku kesempatan buat jelasin semuanya." pinta Iqbal untuk terakhir kali nya.
Nayla menatapnya dingin.
"Nggak ada kesempatan kedua. Aku muak lihat kamu. Sekarang pergi!" teriak Nayla.
Iqbal hanya tersenyum tipis sebelum akhirnya melangkah keluar. Namun, dalam hati, ia berkata:
"Tunggu aja Ay. Setelah aku berhasil mendekati papa kamu, gue bakal taklukan kamu. perusahan ku lagi butuh suntikan dana dari perusahaan pap mu. Kalau nggak? aku juga nggak bakal repot-repot ngejar cewek macam kamu.!" batin Iqbal. ternyata Iqbal mendekati Nayla hanya untuk urusan bisnis. supaya bisnis orang tua nya selalu mendapatkan suntikan dana dari perusahan papa nya Nayla.
Setelah kepergian Iqbal, nayla menoleh ke ayahnya dengan kesal.
"Papa, tumben banget pulang awal. Biasanya lupa kalau punya anak di rumah." seru Nayla.
Pak Andi menghela napas.
"Papa kerja juga buat kamu Sayang. Buat masa depan kamu." jawab pak Andi.
"Ya udah, terserah Papa. Aku ke kamar dulu." jawab Nayla yang malas berdebat dengan papa nya.
Saat Nayla hendak naik ke lantai atas, pembantu rumahnya datang membawa segelas jus jeruk.
"Non, ini minumannya gimana?"
"Antar ke kamar aja, Bik," jawabnya cepat sebelum melangkah pergi.
Keesokan harinya, di kampus, Nayla berjalan berdampingan dengan Dina.
"Eh, Din, kemarin gue kesel banget pas pulang kampus," keluh Nayla.
Dina menoleh. "Kesel kenapa lagi?"
"Gimana gue nggak kesel? Baru masuk rumah, eh, udah lihat cowok brengsek itu."
"Cowok brengsek? Siapa?" tanya Dina mengeryitkan kening nya.
"Siapa lagi kalau bukan Iqbal!" jawab Nayla dengan wajah kesal.
"Hah? Ngapain dia ke rumah lo?" tanya Dina terkejut
"Ya ngemis-ngemis minta kesempatan buat jelasin."
Dina mendengus. "Terus, lo kasih kesempatan?"
"Ya nggak lah! Gue bego apa? Udah jelas dia selingkuh di depan mata gue!"
Dina tersenyum puas. "Bagus deh kalau lo udah sadar. Gue kira lo masih bucin."
"Najis! Gue muak lihat mukanya!"
Dina tertawa kecil. "Udah, lupakan aja. Yang penting jangan kasih dia kesempatan lagi."
Namun Saat mereka berbelok di tikungan, tiba-tiba brakk! Nayla kembali bertabrakan dengan seseorang.
"Ih, kenapa sih di kampus ini orang-orang jalannya nggak pake mata?" gerutunya sambil memungut buku yang berserakan.
Lalu terdengar suara laki-laki yang familiar. "Maaf, Mbak! Nggak sengaja."
nayla mengangkat wajah dan langsung terbelalak.
"Elo lagi?!" teriak Nayla dengan marah saat menyadari orang yang menabrak Ardi kembali.
Ardi tersenyum kikuk. "Serius, Mbak, gue nggak sengaja." kata Ardi.
"Lo hobi banget sih nabrak gue?" bentak nayla kesal.
Dari samping, Dina hanya bisa terkikik melihat pertengkaran kecil itu. Ia berbisik pelan ke Nayla.
"Duh, si Ardi ini ganteng juga ya."
nayla melirik temannya dengan tajam. "Din, gue colok mata lo sekarang juga ya kalau masih ngomong begitu" marah nayla
Dina hanya tertawa kecil.
"Ya jangan Nay, ini mata masih pengen mandangin tuh cowok ganteng." jawab Dina.
"Idih, jaim dikit kek jadi cewek Din." kata Nayla yang merasa risih mendengar sikap centil Dina.
Dina yang melihat Nayla sewot hanya tertawa kecil. "Udah deh, gak usah sewot-sewot amat."
"Bagaimana gue gak sewot?! Tuh cowok gak punya mata apa?! Hobinya nabrak gue mulu! Bikin mood gue ilang aja!" ucap Nayla kesal.
Dina yang melihat Nayla marah-marah mencoba menasihatinya. "Udah deh, gak usah marah-marah! Nanti cepet tua baru tau rasa."
Nayla yang mendengar nasihat Dina yang menurutnya tidak bermutu langsung melotot. "Temen apaan lo?! Malah doain gue yang jelek-jelek!" ungkap Nayla kesal.