Dewasa 🤎
Jika aku boleh memilih...
Aku lebih suka
mencintai seseorang yang tidak mencintaiku.
Setidaknya, disitu aku mengetahui
bahwa aku benar-benar mencintainya
dengan tulus tanpa mengharapkan apapun.
~anonim~
Quote diatas menggambarkan perasaan seorang Farel kepada Nada.
Awalnya Nada hanyalah adik dari temannya, seiring waktu perasaan itu berubah menjadi cinta.
Kisah ini menceritakan perjuangan Farel mendapatkan cinta Nada, juga perjuangan mereka untuk dapat saling mengerti dan menerima. Saat Farel berhasil menikahi Nada, mereka berusaha mengerti arti kata pernikahan yang sesungguhnya.
Full of love,
Author ❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mom fien, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diary Nada
POV Farel.
Sudah seminggu lebih kami tinggal bersama, tapi usahaku untuk mendekatinya masih sia-sia, kami benar-benar seperti teman kos yang tinggal serumah.
"Sabar Rel, baru juga seminggu", kata Nael saat aku curhat mengenai Nada.
"Coba ajak Nada ke pantai, kayanya terakhir liburan ke pantai itu udah setahun yang lalu deh".
"Boleh juga idenya, thanks El".
"Aku pulang Nada", ucapku setengah berteriak, karena sepertinya ia berada di kamar.
"Nada...", kuketuk kamarnya namun tidak ada jawaban, lalu terdengar suara air dari dalam kamar mandi, aku mundur perlahan dan kututup pintunya.
Aku membereskan tas kerjaku lalu mengambil minum dan duduk di sofa.
Di ujung sofa yang sama tergeletak laptop Nada sedang terbuka. Aku penasaran ia sedang mengerjakan apa? Mungkin ia punya proyek animasi baru...
Dear diary,
Tadi pagi aku menginjak tumpahan kopi kak Farel, aku tau dia sudah berusaha membersihkannya tapi masih lengket, jadi aku harus membersihkan ulang, kenapa aku harus tinggal bersama orang yang teledor?.
Ya aku ingat kejadian tadi pagi, kupikir aku sudah membersihkannya dengan benar, aku melanjutkan membacanya lagi.
Tinggal bersama kak Farel seperti membuka mistery box, aku ga tau akan mendapatkan perasaan seperti apa setiap harinya. Ada kalanya dia manis, ada kalanya dia menyebalkan, ada kalanya aku bingung harus bersikap senang atau kesal terhadapnya. Aku seperti baru mengenal sisi kak Farel yang lain.
Tulisannya berhenti di kalimat itu, aku mystery box? Lalu terdengar suara Nada membuka pintu kamar. Aku segera mengembalikan laptop itu diposisi semula dan bangkit berdiri menjauhi sofa.
"Hai...", ucapku kaku, aku seperti tertangkap basah melakukan kesalahan.
"Hai?", ucap Nada bingung.
"Makan apa kita Nada?", tanyaku berusaha menutupi kecanggungan.
"Mau makan sekarang kak? Aku membeli sop iga, terus aku belajar membuat perkedel kentang juga tadi, baru aku mau tanya mau tambahan lauk apa, aku ga tau kakak pulang cepat hari ini".
"Tadi ada meeting di luar, beres meeting aku langsung pulang ga kembali ke kantor. Mau makan sekarang Nada?", tanyaku sambil berjalan ke arah dapur dan melihat makanan yang sudah disiapkan Nada.
"Kakak sudah lapar?".
"Iya aku belum makan siang, tadi saat meeting aku hanya makan makanan ringan".
"Ok, aku panaskan dulu sop nya".
Aku duduk di meja makan melihat Nada memanaskan sop, lalu mengambilkan nasi, memindahkan sop ke mangkok dan membawanya ke meja.
"Piring kamu mana Nada, kamu ga ikut makan?", tanyaku saat ia duduk dihadapanku.
"Ini makan malam aku kak", ucapnya menunjuk pada sepiring perkedel.
"Aku belajar sama mba Ina, tapi sepertinya masih jauh dari mirip, jadi aku rasa aku yang akan menghabiskan semua itu".
Mba Ina adalah salah satu mba yang mengurusku sejak kecil. Aku segera mencoba perkedel buatan Nada, memang ini jauh dari rasa dan seleraku, tapi itu tidak penting. Ini adalah masakan pertama yang ia coba buat untukku, apalagi ia sampai berusaha belajar dari mba Ina, rasa nya aku ingin memeluknya dan berkata terima kasih karena sudah mau mencoba.
"Aku akan menghabiskan ini", tunjukku sambil mengunyah perkedel.
"Sekarang kamu ambil piring buat kamu Nada, atau kamu mau kita makan sepiring berdua? Terdengar romantis kan Na?", ucapku tersenyum jahil.
"Sudah cukup kak, aku makan ini aja", balasnya sambil berusaha menarik piring kearahnya.
Aku memegang tangannya erat, meskipun ia berusaha melepaskan diri dari tanganku tapi aku tetap memegangnya sambil berkata,
"Terima kasih Nada, kamu ga tau betapa ini berarti bagiku, aku ga perduli rasanya, saat ini aku bahagia karena kamu mau mencoba, sekarang ayo kita makan, sebelum aku berubah pikiran dan berdiri untuk memelukmu meski kamu akan membenciku kemudian".
Aku tau ia terkejut saat mendengarnya, aku melepaskan pegangan tanganku, ia tampak canggung untuk sesaat dan pergi ke arah dapur untuk mengambil sop iga bagiannya. Aku tersenyum melihatnya, ia tampak manis menuruti perkataanku, kini aku semakin yakin bahwa Nada juga sebenarnya berusaha menerimaku, apalagi aku dikatakan mystery box olehnya. Manis...? Ia juga mengatakan kata itu untukku. Akhhh aku sungguh ingin memeluknya saat ini, bukan hanya memeluknya bahkan. Sebelum fantasiku menjadi liar sebaiknya aku memulai pembicaraan lain agar kami tidak saling berdiam diri karena canggung.
"Apa sudah keluar jadwal sidangmu Nada?".
"Sudah kak, aku sidang tanggal 3 November nanti".
"3 November...", ulangku sambil membuka kalender di handphone.
"Akhhh hari jumat, aku sepertinya harus keluar kota tanggal itu, coba nanti aku lihat apa bisa aku jadwalkan ulang".
"Aku cuma sidang kak, ga perlu sampai kakak harus jadwal ulang gara-gara aku".
"Tapi aku kan mau berada disana saat kamu dinyatakan lulus, seengganya kita harus merayakannya bukan?".
"Kak Farel ayolah ini cuma sidang, aku juga akan bertambah gugup kalau kakak berada disana. Lagipula ini cuma sidang, tidak perlu dirayakan".
"Baiklah", ucapku pasrah.
"Ada acara kantor dimana kak?".
"Ada undangan peresmian cabang milik distributor hari Sabtu siang di Medan. Kebetulan aku belum pernah kantor cabang Sumatra, papa memintaku sekalian menangani beberapa urusan untuk area Medan dan sekitarnya, jadi mungkin aku baru pulang ke rumah Kamis malam".
"Oooo...", ucapnya sambil menyuap makanannya.
"Apa kamu mau menyusulku ke Medan Nada? Kamu bisa wisata kuliner disana", aku mencoba peruntunganku mengajaknya pergi bersama.
"Lain kali aja kak, lagipula kakak kan baru perkenalan ke kantor cabang, aku ga mau ganggu kakak kerja".
"Kalau begitu, kalau bukan dalam rangka kerja apa kamu mau pergi jalan sama aku, liburan ke pantai mungkin? Yang deket aja seperti Anyer mungkin?", tanyaku ragu.
Ia menatapku kemudian berkata, "Ya boleh kak".
Rasanya aku ingin berteriak karena senang,
"Kalau kita pergi hari Jumat sepulang aku dari Medan bagaimana? Jumat pagi aku kekantor untuk berdiskusi sama papa soal masalah kantor di Medan, perjalanan dari sini ke Anyer hanya sekitar 2 jam, kita bisa tiba di sana sebelum jam makan malam".
"Kenapa kita ga pergi hari Sabtu pagi aja, memang kakak ga cape?".
"Ga kok, lagipula akan lebih menyenangkan bangun siang dengan udara pantai bukan, ayolah Nada pleaseee...".
"Baiklah".
Aku bisa merasakan aku tersenyum sangat lebar karena bahagia. Entah mimpi apa semalam, karena banyak hal yang membuatku bahagia saat ini.
Semenjak hari itu, aku suka diam-diam membaca diary Nada, kebetulan Nada tidak memproteksi laptopnya dengan password. Diary Nada menjadi semacam panduan bagaimana aku bisa menyesuaikan diri dengan keinginannya. Karena isi diary itu semua hanya tentangku, bagaimana ternyata ia tidak menyukaiku yang suka sembarangan mengambil baju dari dalam lemari, jadi ia harus membereskan ulang, bagaimana kadang aku teledor saat membersihkan sisa cemilanku di malam hari, bagaimana kadang ia berharap aku membawakannya sesuatu jika aku bercerita tentang makan siang atau makan malam bersama klien, dan banyak hal lainnya. Aku sungguh belajar menjadi Farel yang lebih baik untuknya.