Ini adalah kisah antara Andrean Pratama putra dan Angel Luiana Crystalia.
kisah romance yang dipadukan dengan perwujudan impian Andrean yang selama ini ia inginkan,
bagaimana kelanjutan kisahnya apakah impian Andrean dan apakah akan ada benis benih cinta yang lahir dari keduanya?
Mari simak ceritanya, dan gas baca, jangan lupa like dan vote ya biar tambah semangat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rumah pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27 - Perang Dimulai
Malam itu, suasana di rumah kayu semakin hening. Andrean baru balik dari patroli keliling rumah bersama Arman. Mereka baru aja nyusun ulang perangkap sederhana di sekitar rumah—benang tripwire, alarm getar buatan, dan beberapa trik lain yang Arman bawa dari pengalaman freelance-nya.
Di ruang tamu, semua peralatan udah disiapin di atas meja kayu yang agak reyot. Laptop, peta area persembunyian Lia, dan catatan Kayla soal pergerakan orang-orang Lia tersusun rapi. Ada juga walkie-talkie, headset, dan HP burner buat komunikasi.
Andrean duduk mantengin layar laptop, rokok udah setengah abis di jarinya. Arman berdiri di sampingnya, tangan nyilang di dada, matanya awas tiap kali suara angin berisik di luar.
Di dapur, Kayla lagi mantau anak-anak. Angel nunggu di meja makan, Lian dan Anelia udah tidur di kamar kecil lantai atas, sementara Reyhan masih selonjoran di sofa dengan jaket nutupin badannya.
Kayla jalan pelan ke ruang tamu, nyerahin headset ke Andrean.
“Channel udah gue setel. Kalau ada apa-apa, langsung kabarin,” suara Kayla tegas, walau matanya keliatan berat nahan capek.
Andrean ngangguk. Dia tau Kayla juga waspada.
“Gue bakal pastiin ini cepet selesai,” kata Andrean pelan.
Angel berdiri di pintu dapur, liatin mereka berdua.
“Lo yakin cuma bertiga?” tanya Angel pelan.
Dia keliatan kuat, tapi suara itu nggak nutupin kekhawatirannya.
Andrean ngejawab dengan anggukan mantap. “Arman udah tau rutenya. Gue percaya dia.”
Arman yang lagi ngecek senjata, ngelirik Angel sambil senyum tipis. “Santai aja. Kita cuma mau jemput Reno dan bawa pulang bukti. Bukan perang.”
Kayla duduk di samping Angel, tangannya ngeremas bahu temennya itu pelan. “Kita tetap di sini. Kalau ada apa-apa, komunikasi jalan. Kita backup dari jarak jauh.”
Angel tarik napas panjang, lalu ngangguk. Dia bangkit, meluk Andrean sebentar.
“Hati-hati,” bisiknya.
Andrean balas meluk, cium kening Angel sebentar. “Tunggu gue.”
Arman nutup pintu pelan, ngebawa suasana rumah makin senyap waktu mereka berdua berangkat.
Kayla duduk lagi di ruang tengah, di depan laptop yang nyambung ke komunikasi Arman dan Andrean. Angel duduk di depannya, matanya nggak lepas dari layar sambil ngecek kondisi anak-anak lewat baby monitor kecil yang mereka pasang.
---
Di Mobil - Perjalanan Menuju Villa
Arman nyetir, Andrean duduk di samping, headset nempel di telinganya. Suara Kayla kadang muncul di earpiece.
“Situasi aman. Gue cek CCTV di jalur keluar masuk kota, belum ada yang aneh,” lapor Kayla.
Andrean ngerespon datar. “Copy.”
Dia ngecek peluru satu per satu di magazine pistolnya, lalu ngecek lagi peta di tablet kecil yang Arman pegang.
Arman ngelirik sebentar. “Masih dua jam ke lokasi. Lo siapin mental, bro. Ini mungkin lebih berat dari yang lo kira.”
Andrean senyum tipis. “Gue udah nggak ada waktu buat takut.”
---
Di Rumah Kayla & Angel - Base Camp
Kayla terus mantau peta digital. Angel bantu jagain pintu sambil sesekali nengokin anak-anak. Reyhan bangun sebentar, duduk di tangga liat mamanya kerja.
“Mama, papa aman kan?” tanya Reyhan polos.
Kayla narik napas panjang, meluk Reyhan. “Aman. Papa kamu kuat.”
---
Di Villa Tempat Reno Disekap
Mereka tiba jam sebelas siang. Villa itu berdiri di tengah kebun luas, penjaga bersenjata di tiap sisi.
Arman nunjuk ke jalur belakang. “Kita masuk lewat sini. Lo handle Reno, gue cari dokumen.”
Andrean ngangguk. Dia liat sekeliling, pastiin nggak ada yang aneh.
Proses penyusupan berlangsung cepat. Mereka berdua ngendap di balik semak-semak, lalu masuk lewat dapur yang nggak dikunci. Di dalam, suara sepatu penjaga terdengar jelas.
Andrean langsung nyelinap ke ruang bawah, nemuin Reno yang diiket di kursi besi.
“Reno,” bisik Andrean sambil ngebuka ikatannya.
Mata Reno merah, wajah babak belur. “Lo mesti buru-buru... mereka udah curiga.”
Arman nyaut di walkie-talkie. “Gue dapet dokumennya. Exit sekarang.”
Begitu mereka keluar lewat jalur semula, suara alarm mendadak bunyi. Anak buah Lia nongol dari arah pagar depan, nembak liar.
Andrean nutupin Reno sambil lari. Arman di depan, buka jalan sambil bales tembakan.
Mereka berhasil loncat ke mobil pickup butut yang udah disiapin, melaju kenceng ngebelah jalan tanah.
---
Kayla denger suara tembakan dari walkie-talkie, napasnya nahan. Angel berdiri kaku di belakangnya.
Beberapa menit kemudian, suara Andrean muncul di headset.
“Kita aman. OTW pulang.”
Kayla nutup mata, lega. Angel nangis pelan, tapi senyum.
“Balik cepet,” bisik Angel.
---
Malam Itu
Reno duduk di sofa, luka-luka diobatin Angel dan Kayla. Arman ngeberesin semua dokumen, laptop nyala dengan file-file rahasia.
Andrean duduk di depan Reno. “Sekarang, lo ceritain semua.”
Reno narik napas panjang, lalu mulai buka suara tentang semua bisnis kotor Lia, jalur pengiriman, orang-orang penting yang terlibat, bahkan beberapa nama pejabat besar.
Kayla ngerekam semua pengakuannya. Angel nulis ulang di kertas cadangan.
Mereka kerja dalam diam, mata Andrean tetap awas.
---
Keesokan Harinya
Andrean nyiapin diri buat langkah berikutnya. Lia bakal nyadar mereka nyelamatin Reno, dan sekarang bakal nyari balas dendam.
Tapi Andrean nggak mau nunggu diserang lagi.
Dia, Arman, dan Kayla susun rencana buat nyebarin bukti ke media dan orang-orang yang bisa ngejatuhin Lia dari dalam.
Angel duduk di samping Andrean, pegang tangannya.
“Kali ini... kita habisin dia, ya?”
Andrean senyum dingin. “Iya. Kali ini, kita selesaiin.”
---
BERSAMBUNG...