Kepergian wanitanya menyisakan luka yang teramat dalam bagi Agra. Dari sekian banyaknya waktu yang ia tunggu, hanya pertemuan yang ia harapkan,
Setelah pengingkaran janji yang sempat ia terima, pertemuan masih menjadi keinginannya dalam setiap tarikan nafasnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Misshunter_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bos Plin-Plan
"pagi bun.." seru Agra, ia hampiri Bunda yang tengah menyiapkan sarapan dimeja makan, ia mencuri kecupan singkat dipipi kiri bunda, setelahnya Agra tarik kursi yang tak jauh darinya,
"ada angin apa sih bang. Tumben banget ada apa nih, pasti ada mau nya" gerutu bunda
"mau apa sih bun, mau apapun sekarang abang udah bisa beli sendiri" ujar Agra jumawa
"namanya juga orang jatuh cinta bun" sela Nala
mendengar itu Kinanti dan Ikram saling pandang seperkian detik, sebelum mereka alihkan tatapnya pada si sulung Agra
"sibuk banget sih dek, kata siapa abang jatuh cinta"
"mbak Alea. Iyakan mbak?"
Agra alihkan tatapnya pada Alea, seolah mengatakan kamu mengatakannya pada dia?. Sementara Alea yang mendapat tatapan begitu hanya tersenyum segaris
"cinta lama bersemi kembali. Haduh, ternyata benar ya bun, orang lama pemenangnya, padahal mbak Gisa udah seugal ugalan itu mencintai bang Agra" gerutu Nala
Kinanti hanya menghela nafas lelah, "bang!" panggilnya, ia menggeleng kecil saat Agra mendongak kearahnya
Agra yang mengerti maksud bunda, hanya mengangguk kecil, setelahnya ia memilih menghabiskan sarapan pagi nya
tiga puluh menit waktu yang Agra butuhkan untuk bisa sampai dikantor,
"pak bos.." sapa Rehan asisten Agra, saat Agra sampai dilobby kantor
"Hari ini ada pertemuan dengan salah satu kolega di Skylight hotel" beritahu Rehan
Agra berjalan sembari membenahi jas yang memeluk tubuhnya itu, "jam berapa Re?"
"sebelum makan siang pak" lanjutnya, keduanya masuk dalam kubikel persegi yang membawanya kelantai paling tertinggi
Ruangan pribadi menjadi tujuannya saat ini, ia duduk dikursi kebesaran yang sudah menemaninya bertahun tahun, semua yang ia miliki saat ini murni pemberian mendiang papah Tama, perusahaan turun temurun dari kakek yang berhasil Agra kembangkan
tiga kali ketukan terdengar dan setelahnya pintu terbuka, Gisa muncul disana "pagi pak Agra" sapanya, ia angsurkan beberapa berkas kehadapan Agra
"sebanyak ini Gis?" ujar Agra dengan tatap tak lepas pada lembaran kertas dalam genggamannya
"iya pak, hanya perlu koreksi saja. Harusnya kemarin selesai, karna berhubung bapak tidak kekantor, pak Rehan yang handel beberapa" terang Gisa
Agra mendongak menatap tepat pada bola mata Gisa, Agra terkekeh kecil "Harus seformal ini ya Gis?"
"ha?emm.. Maaf pak" ia menunduk hormat
"ini kaya bukan kamu, Gisa" celetuk Agra
Gisa mengerutkan kening heran, apa maksud Agra bukankan ini yang dia mau, dulu saja dia marah marah padanya seperti orang kesetanan dan sekarang setelah semuanya berakhir, dia malah bersikap semanis ini? Cihh.. Menjengkelkan
gak boleh dibiarkan, bisa bisa hati Gisa yang selembut awan ini bisa porak poranda lagi hanya dengan sedikit ucapan manis dari manusia setengah setan ini, "Maaf pak, saya ijin kembali" pamitnya, saat tangannya baru saja memegang gagang pintu, Agra berlari dengan cepat menahannya
Gisa langsung berbalik, karena saat ini Agra berada dibelakangnya. Wangi maskulin menguar memenuhi indera penciuman nya, aroma khas dari Agra selalu berhasil membuat Gisa jatuh cinta, ia mendongak takut takut karena jarak mereka yang terlalu dekat "Pak Agra. Mau.. Mau apa pak?"
ia menyentil dahi Gisa pelan, "saya bukan bapak kamu! Berhenti panggil saya bapak!"
"seluruh karyawan disini manggil 'bapak'. Apa yang salah?"
Agra mengangguk angguk, "begitu kah? Tapi yang lain tidak mengganggu bagi saya, hanya suara kamu yang sedikit.. Menggelitik ditelinga. saya tidak terbiasa dengan panggilan itu yang keluar dari bibir kamu"
duaarrr....
Bos sialan maki Gisa dengan kaki gemetar, lihatlah mulutnya itu, memang boleh dia membuat perasaanya terbang seperti ini "Ja..ja.. Jadi?" sahutnya terbata bata
Gisa pejamkan matanya takut saat Agra mendekat ketelinga nya, mengikis jarak diantara mereka, "Sayang.." bisik Agra
bola mata Gisa terbuka sepenuhnya dengan rasa keterkejutan, Gisa dorong kuat tubuh kekar Agra "maaf pak. Saya permisi" ia berjalan cepat meninggalkan Agra yang malah tertawa senang menggoda nya,
entahlah, tiba tiba saja ia ingin menggoda Gisa setelah perpisahannya hari lalu, hanya menggertak begitu saja langsung membuat Gisa terbirit birit ketakutan.
Beberapa jam kemudian, Agra dan Rehan sudah berada direstoran Skylight hotel tepat sebelum jam makan siang, menilik jam yang melingkar dipergelangan tangannya, sudah sekitar sepuluh menit mereka menunggu, "kamu tidak salah Re? Mereka belum juga sampai"
"mungkin sebentar lagi pak" sahut Rehan
"saya tidak punya banyak waktu hanya untuk menunggu seperti ini" gerutu Agra tak sabaran
hingga tiba tiba..
"pak Agra" sapa seorang pria yang mungkin sebaya dengan Agra,
Agra mendongak, rahangnya langsung mengetat saat tatapnya menemukan wanita pujaan hatinya berdiri tepat disamping rekan bisnis Agra dengan tangan yang melingkar disana,
"maaf lama menunggu, kalau bawa wanita selalu saja ada sedikit yang harus dipermasalahkan terutama make up nya yang selalu ingin on point" ujar nya diikuti tawa
Rehan ikut tertawa karena menurutnya tidak ada yang salah, wanita memang begitukan?
Agra pegangi dadanya yang tiba tiba saja terasa sesak dan panas. menarik nafas dan menghembuskannya perlahan, supaya ia dapatkan tenang
"silahkan duduk pak Errent" ujar Agra mempersilahkan dengan senyum terpaksanya, sementara tatapnya menghunus tajam kearah Kiara yang saat ini enggan menatap mata Agra
"kalian tinggal disini?" ujar Agra, mengingat tempat pertemuan mereka atas dasar keinginan Errent
"tidak, kami hanya menginap barang untuk semalam dua malam. Supaya lebih dekat saja dengan pertemuan lainnya termasuk dengan anda pak Agra"
Agra melipat bibirnya mengerti, "Wah iya, anda benar sekali"
Rehan hanya ikut tersenyum tanpa menyadari suasana canggung antara bos dan wanita disamping rekan bisnis bos nya
sementara Kiara, ia biarkan tatapnya menyapu sekitar, mengalihkan kemana saja supaya tatapnya tak bersirobok dengan Agra, meskipun Agra sudah tahu Kiara hanya wanita bayaran, tetap saja bertemu langsung disaat seperti ini membuatnya canggung
"jadi bagaimana pak Agra, bisa kita mulai?"
setelahnya pembahasan seputar kesepakatan bisnis dan keuntungan yang akan sama sama mereka dapat mengalir begitu saja, melupakan sejenak urusan pribadi.
**
1 jam sebelumnya,
"huuhh.." ia atur nafasnya yang masih tersengal sengal, sembari mengenakan celana kainnya
belum sempat ia mengambil kemeja putih yang berserakan itu, dengan cepat wanitanya memunguti dan membantunya mengenakan pada tubuh kekarnya "makasih sayang" ungkapnya
"Errent, apa aku bisa menunggu disini saja?" ujarnya sembari berdiri dihadapan Errent, mengancingkan kemeja kekasihnya sebutir demi sebutir
Errent benahi anak rambut yang menghalangi wajah cantik kekasihnya, "Kenapa Ki?"
"ya percuma saja aku ikut nanti, aku gak ngerti sama sekali tentang dunia bisnis" rajuk Kiara
Errent terkekeh, "kamu hanya perlu duduk temani aku, itu saja sayang"
"harus?" ulang Kiara
Errent mengangguk pasti dengan senyuman manisnya "Harus! Setelah selesai temani aku, kita jalan jalan oke, supaya kamu tidak bosan disini"
"benarkah?" seru Kiara antusias
"tentu. Untuk kamu apapun akan aku lakukan, asal kamu tidak memilih pergi dari samping ku" ia kecup kening Kiara penuh sayang
Errent salah satu pria yang Kiara temui di Club malam yang juga menjadi klien nya dulu, hingga sampai dimana Errent yang selalu membuntuti Kiara dan mencoba untuk mendekatinya hingga sampai kini mereka menjalin hubungan meski Errent tahu Kiara hidup didunia malam bak piala bergilir.
**