Safa, gadis dari kalangan atas terpaksa menawarkan diri untuk menjadi istri dari Lingga, seorang CEO terkemuka demi menyelamatkan Perusahaan orang tua angkatnya.
"Ayo kita menikah. Aku akan melahirkan anak untukmu, asal kamu mau menolong Papaku"
"Kau yakin mau menikah dengan ku?"
"Aku yakin!"
Safa menjawabnya dengan tegas. Tanpa memikirkan suatu saat nanti hatinya bisa goyah dan mencintai Lingga.
Tapi sayangnya hati Lingga telah mati, dia hanya mencintai Asyifa tunangannya yang telah meninggal dunia. Lingga menikah hanya karena paksaan orang tua serta untuk melahirkan penerus keluarganya.
"Dia sangat mencintai anaknya, tapi tidak dengan wanita yang melahirkan anaknya" ~ Safa ~
Bagaimana nasib Safa saat Lingga pulang membawa wanita yang wajahnya begitu mirip dengan Asyifa? Apa yang akan Safa lakukan disaat dia sendiri sedang berjuang antara hidup dan mati?
Akankan Safa bertahan atau merelakan suaminya bahagia dengan wanita itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nasehat Bi Sri
Safa membawa nampan berisi bubur yang telah ia buat khusus untuk suaminya itu. Dia berharap semoga Lingga suka dan mau memakannya.
Perlahan Safa mendorong pintu kamar Lingga. Kemudian menutupnya kembali dengan pelan, tapi Safa tidak sadar kalau saat ini Lingga sudah bangun dan telah duduk di tepi ranjang.
"Siapa yang menyuruhmu masuk ke sini?!!"
Deg...
Mendengar suara Lingga yang serak dengan tatapan tajam tertuju padanya, bukannya takut, Safa justru merasakan sakit pada hatinya. Lingga marah karena Safa memasuki kamarnya, tapi Lingga sebenarnya juga harus tau kalau dia terpaksa masuk ke dalam sana karena menghawatirkan pria itu.
"Maaf Mas. Aku tadi terpaksa masuk ke sini karena ka.."
"Keluar!" Perintah Lingga dengan suara rendah. Kali ini Lingga juga tak menatap Safa yang tangannya sudah bergetar memegang nampan.
"Tapi aku ke sini untuk mengantar bu.."
"Kau tidak ingat apa yang aku katakan saat kau pertama kali datang ke sini? Kau mulai berani?" Hardik Lingga dengan suaranya yang sedikit meninggi.
"Maaf"
"Keluarlah!" Pinta Lingga lagi namun kali ini dengan suara yang begitu rendah hampir mendesis.
"Iya Mas" Dengan penuh kekecewaan Safa berbalik meninggalkan kamar Lingga. Bubur yang tadi ia buat juga turut dibawanya keluar.
Air mata sudah tak terbendung lagi saat ini. Sambil menuruni anak tangga, Saga terisak dengan pelan. Dia tak lagi menutupi tangisannya dari Bi Sri ataupun asisten rumah tangga yang lainnya. Toh mereka juga sudah tau bagaimana hubungannya dengan Lingga.
"Loh Non, kok turun lagi?" Bi Sri belum melihat air mata Safa yang sudah membanjiri wajah cantiknya.
"Non!" Bi Sri menghampiri Safa yang terus menundukkan wajahnya.
"Bi" Safa mengangkat wajahnya.
"Ya Allah, Non Safa kenapa?" Bi Sri langsung mengambil nampan yang masih dipegang Safa kemudian meletakkannya di meja makan.
"Bi, apa masuk ke kamar Mas Lingga itu kesalahan yang begitu besar Bi? Bibi tau sendiri kan kalau saya masuk ke sana karena mengkhawatirkan Mas Lingga?"
"Iya Non, Bibi tau. Jadi Den Lingga marah karena Non Safa masuk ke kamar Den Lingga?"
Safa mengangguk sambil sesenggukan karena tangisannya.
"Rasanya sakit sekali Bi. Saya masuk ke sana karena saya khawatir, tapi...hiks.." Safa hanya bisa menangis saat ini. Dia baru sadar kalau cintanya begitu besar pada Lingga, karena kalau tidak, Safa tidak mungkin meras sesakit itu hanya karena kemarahan Lingga.
"Sabar Non, sabar" Bi Sri memeluk Safa yang masih menangis. Dia sudah menganggap Safa sebagai anaknya sendiri, jadi dia ikut sakit melihat Safa menangis dengan pili seperti itu.
"Sekarang Non Safa tenang dulu. Biar Bibi yang ke atas membawa buburnya untuk Den Lingga"
Safa mengangguk membiarkan Bi Sri membawa bubur yang tadi ia siapkan untuk Lingga. Safa masih bertahan di meja makan, terdiam di sana dengan air matanya yang masih mengalir.
Mungkin saja sejak tadi tangisannya itu terdengar oleh asisten rumah tangga yang lain, tapi Safa tak peduli lagi.
"Bibi masuk ya Den?" Karena tak ada jawaban dari dalam, Bi Sri langsung masuk ke kamar Lingga.
Bi Sri melihat Lingga duduk bersandar di ranjang dengan mata yang tertutup.
"Den Lingga makan dulu ya, habis itu minum obatnya" Bi Sri meletakkan nampannya di atas nakas.
"Terima kasih Bi" Lingga membuka matanya dan melirik ke mangkuk berisi bubur dan ada beberapa obat yang telah dibuka dan disiapkan dalam piring kecil serta segelas air putih.
"Ayo Den dimakan dulu, biar bisa minum obatnya" Bi Sri mengambil mangkuk bubur yang masih terasa hangat itu untuk Lingga.
Lingga menerima mangkuk dari Bi Sri kemudian mulai menyuap buburnya meski sedikit demi sedikit.
"Bibi itu nggak tau kalau Den Lingga sakit, untung saja Non Safa tadi bilang sama Bibi kalau Den Lingga tidak keluar kamar dari tadi malam. Jadi Bibi nekat bangunin Den Lingga. Tapi waktu Bibi masuk, ternyata Den Lingga demam tinggi. Non Safa awalnya nggak berani masuk ke sini Den, tapi waktu Bibi bilang kalau Aden demam, Non Safa langsung panik dan masuk ke sini untuk lihat keadaan Den Lingga" Bi Sri sengaja menceritakan kejadian yang sebenarnya tapi dengan caranya sendiri agar Lingga menyalahkan Safa karena melanggar perintahnya.
"Non Safa kelihatan khawatir sekali sama Den Lingga. Dia mengompres Den Lingga, terus ganti baju Den Lingga yang basah karena keringat sambil menunggu dokter datang. Dari tadi yang menemani Den Lingga di sini ya Non Safa sambil terus mengompres Den Lingga"
Lingga hanya diam sepanjang Bi Sri bercerita. Namun Bi Sri yakin jika telinga Lingga berfungi dengan baik.
"Enak nggak den buburnya?" Tanya Bi Sri yang membuat Lingga mengangguk.
"Itu Non Safa yang buat khusus buat Aden. Katanya, orang sakit pasti pencernaannya sedang tidak berfungsi dengan baik, makanya Non Safa buat bubur biar mudah dicerna"
"Kenapa Bi Sri menceritakan semua itu? Apa yang dia katakan?" Lingga akhirnya bersuara.
"Jangan salah paham dulu Den, Bibi bilang seperti ini bukan karena maunya Non Safa. Bibi hanya mengatakan kalau Non Safa begitu khawatir saat Den Lingga sakit. Non Safa masuk ke sini juga karena terpaksa, dia ingin melihat suaminya yang sedang sakit"
"Lain kali tolong jangan biarkan dia masuk ke dalam sini Bi!"
"Iya Den, Non Safa juga pasti tau kalau Den Lingga melarangnya"
Bi Sri tau, selama berbulan-bulan Safa tinggal di rumah itu, Safa tak sekali pun menginjakkan kakinya ke kamar Lingga. Baru kali ini, dan itu pun karena rasa khawatirnya pada sang suami.
"Maaf Bibi kalau ikut campur dengan urusan rumah tangga Den Lingga, tapi apa Den Lingga tidak mau membuka hati untuk Non Safa?" Bi Sri menatap majikan yang ia rawat sejak kecil itu.
"Non Safa wanita yang baik Den, dia juga Ibu dari anak Den Lingga. Kalian suami istri yang sah secara agama dan negara, apa hubungan kalian akan terus seperti ini?"
"Dia sudah tau risikonya menikah dengan saya Bi, jadi Bi Sri tidak perlu khawatir dengan hubungan kami"
Bi Sri hanya bisa membuang nafasnya dengan kasar karena jawaban yang ia terima dari Lingga. Pria itu tetap berpegang teguh dengan pendiriannya.
"Semoga Den Lingga tidak menyesal suatu saat nanti" Gumam Bi Sri yang pastinya didengar oleh Lingga.
sekarang lingga yg akan berjuang untuk mengejar cinta dari safa lagi
nyesekkkk akuuuu