Eliza yang belum move on dari mantan tunangannya-Aizel- menikah karena dijebak oleh Raiyan yang merupakan ipar tiri Aizel , sedangkan Raiyan yang awalnya memiliki kesepakatan dengan adik tirinya yaitu Ardini, sengaja melanggar kesepakatan itu demi membalas dendam pada Ardini.
"Kesepakatan Kita hanya sebatas kau membuat nya jatuh cinta, lalu meninggalkannya setelah Aku dan Aizel menikah, Kau melanggar kesepakatan Kita Raiyan. " ~Ardini
"Tapi di surat perjanjian itu juga tidak ada larangan kalau Aku mau menikahinya."
~ Raiyan
akankah kisahnya berakhir indah? akankah Eliza kembali pada Aizel setelah mengetahui semua fakta yang selama ini Raiyan sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon erulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Kursus Merias Wajah
Aizel dan Ardini berangkat kerja bersama, mereka duduk bersebelahan tanpa sepatah katapun, begitulah setiap hari yang terjadi di belakang layar, hubungan romantis yang orang-orang lihat sangatlah tidak sesuai dengan kenyataan.
Aizel masih kesal atas fakta yang baru saja dia ketahui, ia merasa terjebak dengan pernikahan ini, jika bukan karena paksaan orangtuanya, mungkin saat ini Aizel sudah hidup bahagia bersama Eliza.
"Kau yang minta nasi goreng itu di buatkan untuk Eliza tadi pagi kan? Ardini tak tahan untuk tidak mengungkit hal yang tak seharusnya Aizel lakukan.
"Kalau sudah tahu kenapa masih bertanya?" Alih-alih membela diri, Aizel justru mengatakan yang sejujurnya pada Ardini yang membuat wanita itu naik pitam.
"Argh!" pekik Ardini, ia menarik kemudi dan berteriak-teriak sambil mengacak-acak apa yang ada di depannya.
Aizel panik saat mobil tak bisa ia kemudikan dengan benar, sebentar ke kanan sebentar ke kiri, untungnya jalanan sepi jadi tak ada pengendara lain yang akan tertabrak atas ulah Ardini.
"Hentikan Ardini! Kita bisa kecelakaan dan mati jika menabrak pembatas jalan!" Aizel masih sekuat tenaga mengendalikan kemudi.
"Biarkan saja Kita mati sama-sama! Aku lebih rela kita mati dari pada Kau kembali pada Eliza! Aku tidak akan berhenti sampai kau berjanji akan menjadi suami seutuhnya untukku!"
"Kau gila Ardini! Baiklah! Aku mengalah! Aku janji Ardini, sekarang tenangkan Dirimu dan biarkan Aku mengemudi dengan tenang, ya?" Aizel merendahkan volume suaranya. Ardini yang tadinya seperti orang kesetanan mulai luluh, ia terisak sendiri saat Aizel menepikan mobil.
"Tolong cintai Aku Aizel... apa susahnya membalas cintaku? Kau tahu kan Aku sudah lama mencintaimu? Aku tidak bisa dikalahkan oleh siapapun Aizel, apalagi kalau harus bersaing dengan wanita miskin itu, kastanya jauh di bawahku, lalu apa yang kau lihat darinya?" ujar Ardini sambil terisak, ia sudah putus asa untuk mendapatkan hati Aizel.
"Apa kelebihannya yang tak kumiliki? Katakan Aizel!" Ardini mengguncang pundak Aizel, lelaki itu hanya tertunduk frustasi.
"Kau memiliki segalanya Ar, tapi perasaan tak bisa dipaksa, jauh di lubuk hatiku, Aku masih mencintai Eliza." Sakit hati Ardini semakin menjadi-jadi atas penuturan Aizel, seolah Aizel tak memiliki alasan lagi atas cintanya pada Eliza, seakan mencintai Eliza adalah takdir yang paling tak bisa ia hindari.
"Dari dulu Aku terbiasa mendapatkan apa yang kuinginkan, asal kau tahu, menikah denganmu adalah pencapaian terbesar dalam hidupku Aizel. Aku bahkan rela memberikan sahamku pada Raiyan demi membuatmu move on dari wanita itu." Bahu Ardini terguncang, airmata nya luruh membasahi pipi. Di depan Aizel, Ardini menampakkan sisi wanitanya yang rapuh.
"Tolong cintai Aku sedikit saja Aiz." ucap Ardini pasrah, ia sudah kehabisan cara untuk membuat Aizel mencintainya.
"Maafkan Aku Ardini, bukannya Aku tak berusaha mencintaimu, tapi hatiku masih tertinggal pada Eliza." Ardini mengelap airmatanya, bagaimanapun ia memohon, Aizel tetap akan mengatakan hal yang sama.
'Jangan salahkan Aku kalau wanita itu lenyap untuk selama-lamanya!' batin Ardini.
...****************...
"Kita akan kemana?" tanya Eliza saat Raiyan memarkirkan mobil di depan sebuah salon kecantikan.
"Nanti kau juga akan tahu." jawab Raiyan tersenyum simpul.
Raiyan membukakan pintu mobil Eliza, mereka berjalan beriringan ke dalam salon, di dalam sudah ada wanita cantik dan modis yang menyambut kedatangan mereka, dia adalah Alona, salah satu kenalan Raiyan yang merupakan pemilik salon ini.
"Hai lona, kenalkan namanya Eliza." Kedua wanita itu bersalaman sambil menyebutkan nama masing-masing.
"Aku titip Eliza ya," ujarnya pada Alona "Sayang, Aku akan menjemputmu saat jam makan siang ya, baik-baik di sini dan jangan nakal."ucap Raiyan sambil mengecup pucuk kepala Eliza.
"Eh, Kau mau kemana? Kenapa meninggalkanku di sini?" Eliza tak terima begitu saja, ia ingin protes tapi Alona langsung mengajaknya masuk dan menjelaskan maksud Raiyan yang meninggalkannya di sini.
Ternyata Raiyan sengaja meminta Alona untuk mengajari Eliza dasar-dasar merias wajah. Memang pagi ini wajah Eliza selamat berkat keahlian dadakan Raiyan, tapi Raiyan juga tak mungkin kalau harus mendandaninya setiap pagi, jadi Raiyan sengaja membawanya ke sini bahkan tanpa persetujuan yang punya badan.
Alona melakukan tugasnya dengan baik, ia mengajari Eliza dengan pelan dan sabar. Bahkan setiap kali Eliza gagal memakai eyeliner Alona akan membantu Eliza untuk membersihkan eyeliner yang belepotan.
Sedangkan Raiyan tidak langsung ke kantor,ia melaju ke sebuah rumah sakit jiwa. Ada seseorang yang sangat penting di sana, seorang wanita yang sudah melahirkannya, seorang wanita yang teraniaya oleh ibu mertua dan suaminya sendiri.
Kegembiraannya karena mendapatkan saham sepuluh persen tentu ada sangkut pautnya dengan kerumitan keluarga mereka, dan Raiyan hanya ingin mendapatkan haknya.
Seharusnya dia lah yang memimpin perusahaan itu, tapi keadaan Benar-benar rumit untuk dikembalikan.
Raiyan masuk ke sebuah kamar yang tak lain adalah kamar yang ditempati ibunya sejak dua puluh tahun yang lalu. Ia melepas topi dan kacamata. Netranya menatap tubuh kurus sang ibu yang sedang tertidur sambil memeluk boneka jerapah. Ia mendekat ke tempat tidur, duduk di tepi ranjang dan menyibak rambut yang menutupi wajah ibunya.
Kesedihan adalah teman bagi Raiyan setiap kali ia berkunjung ke sini, dan airmata lah bentuk jamuan untuknya sebagai seorang tamu. Wanita tua itu terlihat lebih tua dari usianya yang baru empat puluh delapan. keriput di wajahnya semakin jelas ditambah lagi beberapa helai rambut putih mulai terlihat.
"Tunggulah sebentar lagi,Bu. Akan ku usahakan yang terbaik untuk mendapatkan apa yang sudah mereka rebut dari Ibu." Raiyan mengusap airmata nya,mencium lembut wanita itu hingga ia terjaga.
"Jangan sentuh Aku! Penghianat! Pergi!!" teriakan ibu nya melengking di telinga Raiyan. Dengan cepat ia meraih tangan wanita itu dan menciumnya, Raiyan juga memeluk tubuh kurus ibu nya walaupun sang ibu terus berteriak histeris.
"lepaskan Aku! Aku tak Sudi melihat wajahmu!"
"syut.... Syut... tenang lah bu, Aku Raiyan, bukan lelaki yang sudah mengkhianati Ibu." Raiyan mengelus punggung ibunya sambil sesekali menepuk-nepuk untuk menenangkan.
"Tidak! Kau bukan anakku! Kau Penjahat yang sudah memisahkan Aku dan anakku! Pergi!" ibunya meronta dan mendorong Raiyan, tapi Raiyan tetap bergeming,tubuhnya bergetar dalam tangis. Jika Raiyan sepuluh tahun yang lalu di dorong seperti itu mungkin akan langsung terpental ke belakang. Tapi ini Raiyan yang sudah berusia 27 tahun. Tubuhnya yang sekarang jauh lebih kekar dan tegap.
"kasih ibu... kepada Beta, tak terhingga sepanjang masa, hanya memberi tak harap kembali, bagai sang Surya menyinari dunia." Raiyan bersenandung lembut dengan posisi yang masih sama, hanya itu yang mampu ia lakukan setiap kali ibunya histeris. Lagu itu saja yang bisa mengingatkannya dengan Raiyan, selebihnya ia tak ingat apapun kecuali penghianatan suami dan mertuanya.
Ia longgarkan pelukan dan ia tangkup wajah ibunya dengan kedua tangan.
"Anak ibu?" tanya wanita itu sambil menangis dan Raiyan hanya mengangguk pelan.
"Kamu sangat mirip denganSurya ketika ia masih muda."
"Karena Aku anaknya, karena Raiyan adalah anak papa Surya dan anak Ibu." wanita itu memeluk Raiyan, ia sudah lebih tenang sekarang.
Raiyan mengajak ibunya berjalan di taman sambil menyuapi ibunya makan. Walaupun masih belum nyambung di ajak bicara, Raiyan tetap menunjukkan foto Eliza pada ibunya.
"Cantik tidak Bu? sekarang Dia sudah jadi menantu Ibu."
"Wah... Cantik sekali, ini anak Ibu?" Wanita itu menyentuh wajah Eliza yang kini terpampang di layar hp Raiyan.