NovelToon NovelToon
NOT PERFECT MOTHER

NOT PERFECT MOTHER

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:3.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ibu Cantik

Karena bosan dengan kehidupan yang dijalani selama ini, Rania gadis cantik berusia 25 tahun yang telah menyelesaikan s2 di luar negeri ingin mencoba hal baru dengan menjadi seorang OB di sebuah perusahaan besar.

Tapi siapa sangka anak dari pemilik perusahaan tersebut justru menginginkan Rania untuk menjadi pengasuhnya.

Sedangkan Raka duda berusia 40 tahun ,CEO sekaligus ayah dari 3 orang anak yang belum move on dari sang mantan istri yang meninggal pasca melahirkan anak ke 3 nya.

Bagaimana perjalanan Rania dalam menghadapi tantangan yang dibuatnya?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibu Cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Amarah Raka

Di parkiran kantor, sopir Raka, Pak Harun, berdiri gelisah sambil terus melirik jam tangan. Ia sudah menunggu hampir setengah jam tetapi Rania tak kunjung datang

Pak Harun mencoba menelepon Zidane untuk memastikan dimana Rania karena Waktu penjemputan Zian sudah lewat jam nya,ketiga kalinya, tapi panggilan itu langsung masuk ke voicemail. “Kenapa nggak diangkat juga, ya? mungkin pak Zidane sedang rapat ,” gumamnya sambil mengusap peluh di dahi.

Zidane, asisten Raka, yang kebetulan berada di kantor bersama sang bos baru selesai melakukan rapat, iya mengaktifkan ponselnya, terlihat banyak panggilan masuk dari pak Harun.

"Ya ada apa pak Harun?." tanya Zidane Raka yang mendengar nama supirnya di sebut langsung mengalihkan perhatiannya.

"Baik pak Harun,saya akan menghubungi Rania." Zidane mematikan sambungan telepon.

Terlihat kecemasan di wajah Zidane,Raka yang terusik pikirannya akhirnya mengeluarkan pertanyaan.

"ada apa?" tanya Raka.

"pak Harun mengatakan bahwa Rania tidak datang,saya sedang menghubungi Rania tapi nomornya tidak aktif." Zidane merasakan aura Raka yang mulai tidak bersahabat.

"Telpon sekolah Zian!." Raka merasa cemas karena takut terjadi sesuatu kepada putranya.

Zidane selesai menelpon sekolah Zian," kata pihak sekolah Zian sudah di jemput pak." Pernyataan Raka membuat amarah Raka memuncak.

"Cepat cari wanita itu,aku tidak ingin sesuatu terjadi kepada putraku.!" terselip kekhawatiran yang mendalam dari nada bicara Raka.

Zidane terus menghubungi Rania lewat ponselnya. Namun, hasilnya nihil

"Kerahkan anak buah kita untuk mencari wanita itu!." perintah Raka.

Zidane mengangguk. “Baik,pak."

Raka terdiam sejenak, pikirannya penuh dengan berbagai kemungkinan. Namun, sebelum ia sempat memerintahkan sesuatu, ponselnya berbunyi. Ia langsung mengangkatnya.

Papa!” Suara Zian terdengar ceria di ujung telepon.

Raka langsung merasa lega, meski tetap bingung. “Zian, kamu di mana? Kenapa belum pulang?”

“Aku sama Tante Rania, Pa! Kami naik motor! Seruuu banget! Anginnya kencang, kayak di film!” jawab Zian penuh semangat.

Raka mengerutkan kening, emosinya campur aduk antara lega, bingung, dan kesal. “Naik motor? Rania bawa kamu naik motor? Dia ada di sebelah kamu sekarang?”

“Enggak, Tante Rania lagi beli es krim. Aku tunggu di sini,” kata Zian polos.

Raka menarik napas panjang, berusaha menahan amarah yang mulai memuncak. Setelah menutup telepon, ia menatap Zidane dengan pandangan tajam.

“Cari tahu di mana mereka sekarang. Saya tidak mau ini terjadi lagi,” katanya dengan nada rendah tapi tegas.

Zidane mengangguk, lalu segera mengambil langkah cepat untuk mencari informasi lebih lanjut.

Sementara itu, Rania yang tidak tahu apa-apa sedang duduk di bangku taman, menikmati momen sederhana bersama Zian. Namun, ia tidak menyadari bahwa keputusan spontan itu telah menyalakan api kecil dalam hati Raka, yang selama ini sangat protektif terhadap anak-anaknya.

Rania dan Zian tiba di kantor menjelang sore. Zian masih tersenyum ceria sambil memegang balon yang ia dapatkan dari taman. Ia tak henti-hentinya bercerita sepanjang perjalanan naik lift menuju ruang kerja ayahnya.

“ Tante, lain kali kita ke taman itu lagi, ya? Tapi naik motor lagi! Seru banget!” ujar Zian sambil tertawa kecil.

Rania tersenyum kecil, meski hatinya sedikit gelisah. Ia tahu keputusannya mengajak Zian naik motor tanpa izin bisa menimbulkan masalah, tapi ia tak menyangka apa yang menunggunya.

Begitu pintu lift terbuka dan mereka memasuki ruangan, sosok Raka sudah berdiri di depan meja kerjanya, dengan ekspresi dingin namun penuh kemarahan. Zidane berdiri di sudut ruangan, tampak canggung, seolah tak ingin berada di tengah-tengah ini.

“Papa!” seru Zian sambil berlari mendekat. “Tadi aku sama tante Rania ke taman, naik motor! Seruuu banget! Papa harus coba!”

Namun, Raka tak menjawab. Tatapannya langsung tertuju pada Rania, penuh dengan amarah yang tertahan. Suaranya keluar rendah tapi tajam. “Rania, bisa saya bicara sebentar?”

Rania mengangguk pelan, merasa jantungnya berdegup kencang. “Tentu, Pak.”

Zian melihat perubahan suasana itu dan langsung berdiri di antara ayahnya dan Rania. “Papa, jangan marah sama Tante Rania! Aku yang minta naik motor. Tante Rania nggak salah!” katanya dengan suara tegas, meski tubuh kecilnya mencoba terlihat berani.

Raka menatap putranya sejenak, lalu merendahkan tubuhnya. “Zian, masuk ke ruangan sebelah. Kita bicara nanti.”

“Tapi, Papa—”

“Zian,” ujar Raka dengan nada lebih tegas.

Zian mengerucutkan bibir, tapi akhirnya menurut. Sebelum pergi, ia menoleh ke arah Rania dan berbisik, “Maaf, Tante Rania.”

Setelah Zian keluar, Raka berdiri tegak dan menatap Rania. Kali ini nada suaranya tidak lagi ditahan.

“Bagaimana mungkin kamu membawa anak saya naik motor tanpa izin? Apa kamu sadar betapa berbahayanya itu? Apa yang kamu pikirkan?”

Rania, yang sepanjang hidupnya tak pernah menerima bentakan, hanya bisa terdiam. Matanya membesar, seolah tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Ia mencoba mencari kata-kata, tapi suaranya tertahan di tenggorokan.

“Saya mempercayakan anak saya kepada kamu, Rania. Tapi ini? Apa kamu tidak paham bahwa keselamatan Zian adalah prioritas saya?” lanjut Raka, suaranya semakin keras.

“S-saya… saya hanya ingin membuat Zian senang, Pak,” jawab Rania dengan suara kecil, mencoba menahan air matanya.

“Senang?” Raka menyipitkan mata. “Kesenangan tidak ada artinya jika nyawa anak saya jadi taruhannya!”

Kata-kata itu menusuk Rania. Ia merasa dadanya sesak. Sepanjang hidupnya, ia selalu dianggap sempurna oleh orang-orang di sekitarnya, tak pernah dikritik apalagi dibentak. Tapi kini, amarah Raka membuatnya merasa kecil.

“Maaf, Pak,” ucap Rania akhirnya, suaranya hampir bergetar. “Saya tidak bermaksud seperti itu. Saya hanya ingin memberikan sesuatu yang berbeda untuk Zian…”

Raka menghela napas panjang, emosinya mulai mereda, tapi tatapannya masih tajam. “Jangan pernah ulangi ini lagi, Rania. Kalau sesuatu terjadi pada anak saya, kamu akan bertanggung jawab.”

Tanpa menunggu jawaban, Raka berbalik dan berjalan menuju meja kerjanya. Rania hanya berdiri di sana, membatu, mencoba menenangkan dirinya. Di dalam hati, ia merasa terluka oleh kemarahan itu, tapi juga memahami bahwa semuanya adalah karena cinta seorang ayah.

Ketika ia meninggalkan ruangan, air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya jatuh. Namun, di lorong, Zian yang sudah menunggunya langsung menghampiri dan memeluknya erat.

“ Tante Rania, jangan sedih. Papa memang galak, tapi aku sayang tante,” ujar Zian polos, membuat hati Rania sedikit terasa hangat meski masih terselubung luka.

1
🎃SЯ ШłŁŁ🎃
Ceritanya bikin seru, terus lah menulis, author!
can: Terima kasih telah mampir di karya author.😍
total 1 replies
Nagisa Furukawa
Karakter keren! 😍
can: Terima kasih sudah mampir dikarya author 😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!