Dijual oleh Ibu dan Kakak tirinya pada seorang CEO dingin demi untuk menebus rumah yang digadaikan oleh Ibu tirinya dan juga melunasi hutang judi Kakak tirinya. Diandra terpaksa menikah dengan laki-laki kejam bernama Erlangga.
CEO yang begitu terkenal dengan prestasi dan begitu diidamkan banyak wanita itu, selalu berlaku semena-mena pada Diandra, terutama saat diatas ranjang.
Diandra terpaksa bertahan, tetapi bukan karena mencintai Erlan, melainkan karena keluarga barunya yang begitu menyambut baik kedatangan Diandra sebagai menantu. Ditambah lagi, dia tidak punya tempat berteduh kecuali rumah suami kejamnya itu.
Akankah Erlan luluh dan mencintai istrinya Diandra saat kekasih Erlangga yang sesungguhnya datang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Delis Misroroh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Panggil Tuan
Selama lima tahun Erlan memang sering bercinta dengan Cherin, tetapi tidak pernah sekalipun dia menanam benihnya di rahim Cherin. Hanya dengan Diandra lah Erlan benar-benar kehilangan akal sehatnya sehingga tidak sadar telah menanam benih itu beberapa kali di rahim Diandra.
Erlan yang batuk-batuk membuat Diandra bangun. Diandra duduk dan menatap Erlan sayup karena memang dia masih sangat mengantuk. Tubuh yang tanpa sehelai benang itu kembali membangkitkan gairah Erlan saat dua buah benda kenyal terpampang jelas di matanya. "Tuan, kenapa?" tanya Diandra tanpa sadar jika setengah badannya tidak tertutup apa-apa bahkan selimut.
"Uhuk!" Erlan semakin merasakan sakit di tenggorokannya karena melihat Diandra yang begitu menggairahkan. "Sialann! Tutupi tubuhmu itu sebelum ada yang bangun lagi," Erlan membuang muka karena tiba-tiba moodnya hancur akibat pesan yang dia terima dari Cherin bahwa dia sedang hamil.
"Dia kenapa lagi? Mungkin urusan bisnisnya," gumam Diandra kemudian melanjutkan tidurnya.
Erlan benar-benar dibuat pusing. Entah sudah berapa kali dia mondar-mandir seperti setrikaan. Dia menatap jam di dinding ruang kerjanya yang menunjukkan pukul empat dini hari. "Sialann! Kalau dia hamil anakku, bagaimana dengan Diandra? Bagaimana dengan Mami dan Nenek? Cherin nggak bisa meluluhkan hati mereka berdua." Erlan hanya bisa menendang angin dan memukul dinding. Dia pun kembali mendapatkan pesan dari Cherin.
"Honey! Aku merasa mual dan sangat pusing. Sepertinya aku benar-benar hamil. Kamu bisa kesini? Tolong belikan aku tes kehamilan juga ya?"
Erlan mengehela nafas lega. "Syukurlah kalau dia ternyata belum benar-benar tes kehamilan. Bisa jadi dia hanya masuk angin atau terlalu capek," batin Erlan kemudian meraih kunci mobilnya dan kembali pergi ke apartemen menemui Cherin.
...***...
"Kenapa? Memang kamu telat datang bulan?" tanya Erlan dan memberikan paper bag yang berisi tes kehamilan juga obat masuk angin serta beberapa suplemen.
"Iya, Honey. Aku udah telat satu minggu. Makanya aku pikir aku hamil anak kamu. Tapi bagus dong kalau aku hamil, kita kan akan menikah dan memberikan pewaris untuk keluargamu," jawab Cherin kemudian beranjak ke kamar mandi untuk menguji alat tes kehamilan itu. Erlan tertegun. Cherin benar. Dia berjanji akan menikahi pacarnya itu, tetapi keadaannya berbeda kali ini.
Beberapa saat kemudian Cherin keluar dari kamar mandi dan memberikan alat tes kehamilan itu pada Erlan. Hasilnya garis satu. Erlan mengehela nafas lega. "Syukurlah!" gumam Erlan dan Cherin mendengar ucapan Erlan baru saja.
"Apa? Kamu bersyukur aku nggak hamil? Kamu ... kamu jadi nikahin aku kan?" Cherin memberikan tatapan sinis pada Erlan.
"Apa? Siapa yang bersyukur? Aku nggak bilang apa-apa. Kamu salah denger. Sekarang kamu minum suplemennya ya? Aku ambilkan air dulu," kata Erlan mengelak dan segera mengambil segelas air untuk Cherin. "Kamu mau aku antar ke rumah sakit?" tanya Erlan, tetapi dalam hatinya berharap Cherin tidak mau.
"Nggak! Aku mau coba tidur dulu. Kalau nanti nggak merasa baikan, baru antar aku ke Dokter," jawab Cherin yang kemudian kembali berbaring di tempat tidur.
"Baiklah. Kamu hubungi aku nanti kalau ada apa-apa. Aku akan pulang dan pergi ke kantor. Paman Sam marah karena pertemuan kemarin dengan Pak Davis terganggu. Dia lebih marah karena kamu yang datang mengganggu," ujar Erlan duduk di sisi tempat tidur.
"Honey!" panggil Cherin lirih.
"Hm? Kenapa?" tanya Erlan seraya mengusap pipi Cherin.
"Kapan kita akan menikah? Aku ingin diakui oleh keluargamu. Aku ingin punya keluarga juga, dan itu akan semakin bagus dengan karier ku di dunia model," tanya Cherin membuat Erlan bingung.
"Kamu tahu aku baru saja menikah, nggak mungkin aku langsung menikahi kamu, Sayang. Paling tidak harus tunggu satu tahun lagi," jawab Erlan cukup tenang.
"Kenapa begitu lama. Aku mau kamu selalu ada di sisiku, Honey. Kamu nggak mencicipi tubuh wanita kampungan yang jadi istrimu sekarang kan? Kalau iya awas aja, dia bakal aku kasih pelajaran karena merebut mu dariku," ancam Diandra dengan tangan yang mengepal.
"Astaga ... aku harus gimana? Apa yang harus aku katakan padanya?" batin Erlan.
"Honey!" bentak Cherin.
"Hah? Iya, Sayang? Eh aku harus cepat-cepat berangkat bekerja sebelum Paman Sam marah-marah dan memecat ku. Kamu hubungi aku segera kalau ada apa-apa ya?" Erlan mencium kening Cherin kemudian bergegas pergi.
Di dalam mobil, Erlan terus memukul kemudinya. Rasa yang berkecamuk membuat dia ingin sekali memukul bahkan makan orang sekaligus. "Sialann! Ini semua ide Jio. Bagaimana dengan Cherin. Argh!!!" Lagi dan lagi Erlan memukul kemudinya. Setelah beberapa saat dan mulai tenang, Erlan pun melajukan mobilnya untuk pulang.
...***...
"Tuan, dari ... ah maksudnya kebetulan saya sudah siapkan air hangat dan bajunya. Saya akan siapkan sarapan untuk, Tuan. Apa Tuan ingin sesuatu untuk sarapan?" tanya Diandra yang baru saja keluar dari kamar mandi. Awalnya ingin bertanya darimana suaminya itu, tetapi dia tentu paham itu bukan urusannya.
"Aku mau sandwich dan susu evaporasi hangat," jawab Erlan kemudian Diandra mengangguk paham. Setelah itu Diandra sedikit menundukkan badannya sebagai tanda permisi pada Erlan untuk pergi menyiapkan sarapannya. "Tunggu!" cegah Erlan.
"Iya, Tuan. Apa ada lagi yang harus saya lakukan?" tanya Diandra masih dengan nada lemah lembut dan sedikit menundukkan kepala layaknya seorang pelayan.
"Jangan panggil aku dengan sebutan Tuan. Cari panggilan lainnya. Aku nggak suka kamu terus memanggil aku Tuan, apalagi jika Mami dan Nenek tahu, bisa habis aku dihajar mereka," kata Erlan dan Diandra langsung menatap Erlan dengan senyuman manis. Erlan tertegun menatap senyum manisnya itu.
"Kalau begitu saya harus panggil apa, Tuan? Saya bingung karena Tuan bilang saya bukan Nyonya di rumah ini. Saya sadar diri kalau saya hanya wanita yang Tuan beli dan saya hanya menumpang disini sampai Tuan mengusir saya. Jadi saya tidak bisa memanggil anda dengan sebutan lain selain kata Tuan," jawab Diandra panjang lebar.
Erlan sangat ingat sekali saat dia akan menikahi wanita di depannya itu. Saat itu jelas dia tidak tahu keadaan akan seperti ini dan entah kenapa Erlan merasa risih Diandra memanggilnya Tuan dan juga berbicara dengan formal.
"Panggil apa saja yang pantas untuk posisi suami. Satu lagi, mulai sekarang jangan bicara dengan bahasa saya dan anda, terutama di depan Mami dan Nenek. Usahakan itu. Kalau kita berdua, itu terserah kamu," sahut Erlan masih dan matanya masih terpaku menatap wajah polos tanpa make yang begitu anggun dan ayu tersebut.
"Baik, Tuan. Akan saya ingat pesan, Tuan. Kalau begitu saya permisi menyiapkan sarapan, Tuan. Pakaian, sepatu dan tas sudah saya siapkan di walk in closet, semoga pilihan saya sesuai dengan selera, Tuan. Saya permisi, Tuan." Diandra pun keluar dari kamar itu.
Erlan penasaran dengan baju yang disiapkan istrinya kemudian masuk ke dalam walk in closet untuk melihatnya. "Hm, seleranya nggak buruk," batin Erlan seraya tersenyum.
........
𝐤𝐥𝐨 𝐚𝐪 𝐝𝐥𝐮 𝐡𝐛𝐬 𝐤𝐮𝐫𝐞𝐭 𝐭𝐝𝐤 𝐛𝐨𝐥𝐞𝐡 𝐡𝐦𝐥 𝐦𝐢𝐧𝐢𝐦𝐚𝐥 𝟑𝐛𝐥𝐧 𝐬𝐚𝐣𝐚
𝐲𝐠 𝐩𝐫𝐭𝐦𝐚 𝐤𝐫𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐞𝐥𝐚𝐡𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐪 𝐠𝐤 𝐧𝐠𝐫𝐭𝐢 𝐤𝐥𝐨 𝐡𝐦𝐥 𝐦𝐮𝐝𝐚 𝐭𝐮 𝐠𝐤 𝐛𝐥𝐡 𝐤𝐞𝐜𝐚𝐩𝐞𝐚𝐧 𝐚𝐩𝐚𝐥𝐠𝐢 𝐮𝐬𝐢𝐪𝐮 𝐣𝐠 𝐦𝐬𝐡 𝐦𝐮𝐝𝐚
𝐲𝐠 𝐤𝐞 𝟐 𝐚𝐝𝐚 𝐦𝐢𝐨𝐦𝐚 𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐣𝐞𝐧𝐢𝐬 𝐤𝐢𝐬𝐭𝐚
𝐲𝐠 𝐤𝐞 𝟑 𝐛𝐥𝐢𝐧𝐝 𝐨𝐯𝐮𝐦 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐣𝐚𝐧𝐢𝐧 𝐭𝐝𝐤 𝐛𝐞𝐫𝐤𝐞𝐦𝐛𝐚𝐧𝐠 𝐣𝐝 𝐝𝐢 𝐫𝐚𝐡𝐢𝐦 𝐪𝐮 𝐡𝐧𝐲 𝐚𝐝𝐚 𝐤𝐧𝐭𝐨𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐲𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐢𝐫 𝐤𝐞𝐭𝐮𝐛𝐚𝐧 𝐬𝐚𝐣𝐚