Cassandra Magnolia Payton, seorang putri dari kerajaan Payton. Kerajaan di bagian utara atau di negeri Willems yang dikenal dengan kesuburan tanahnya dan kehebatan penyihirnya.
Cassandra, gadis berumur 16 tahun berparas cantik dengan rambut pirangnya yang diturunkan oleh sang ayahanda dan mata sapphiernya yang sejernih lautan. Gadis polos nan keras kepala dengan sejuta misteri.
Dimana kala itu, Cassandra hendak dijodohkan dengan putra mahkota dari kerajaan bagian Timur dan ditolak mentah-mentah olehnya karena ia ingin menikah dengan orang yang dicintainya dan memilih kabur dari penjagaan ketat kerajaan nya dengan menyamar menggunakan penampilan yang berbeda, lalu pergi ke kekerajaan seberang, untuk mencari pekerjaan dan bertemulah dengan Duke tampan yang dingin dan kejam.
Bagaimana perjalanan yang akan Cassandra lalui? Apakah ia akan terjebak selamanya dengan Duke tampan itu atau akan kembali ke kerajaan nya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon marriove, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB VII. Cemburunya Duke
“A-aku… hanya ingin memastikan tidak terjadi sesuatu. Kebetulan aku mendengar suara aneh dari kamarmu,” ucap Alaric dengan nada gugup. Matanya mencoba menyusun alasan yang cukup masuk akal untuk menyembunyikan kegelisahannya. Namun, di mata Cassa, penjelasan itu terdengar dibuat-buat.
“Jadi sekarang Anda tidak memiliki pekerjaan hingga harus berkeliling ke kamar para pelayan, ya?” balas Cassa dengan nada sinis, tatapannya malas tertuju pada sang Duke. Lampu di kamarnya kini menyala terang, jelas-jelas dinyalakan oleh Alaric tanpa izin.
Alaric hanya terdiam, menelan ucapan yang seharusnya ingin ia katakan kepada Cassa. "Aku sebenarnya hanya ingin bilang bahwa aku merindukanmu, terutama melihat tatapan kesalmu setiap kali aku mengganggumu," pikirnya. Namun, kata-kata itu tetap terkunci di dalam hati.
Tanpa sepatah kata, Alaric melangkah keluar dari kamar. Sebelum menutup pintu, ia sempat mematikan lampu. Suaranya terdengar tegas, “Lain kali, kunci pintu kamarmu jika tidak ingin sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.”
Cassa menatap pintu yang baru saja tertutup dengan bingung. Namun, ia enggan memikirkan lebih jauh. Segera, ia kembali berbaring. Besok adalah hari yang panjang, dan ia membutuhkan istirahat yang cukup.
...****************...
Cassa membuka matanya dengan perlahan, mulai melakukan aktivitas seperti biasanya. Sesudah mandi dan makan untuk dirinya sendiri, dia mulai melakukan kegiatan pertamanya seperti biasa. Membangunkan Alaric dan menyajikan kopi untuknya. Tapi ada yang aneh dengan hari ini, Duke jelek yang ia benci karena selalu mengganggunya ingin selalu dekat-dekat dengannya, membuat Cassa menjadi risih.
"Kenapa dengan Anda, Duke?! Saya merasa risih dengan Anda yang selalu membuntuti saya sedari tadi!, " ungkap Cassa tidak suka, menatap nyalang Duke jelek didepannya. Alaric yang ditatap hanya bisa tersenyum sendiri bak orang gila, dan Cassa menatap sinis lelaki yang menjabat Duke tersebut.
"Pertemuan singkat itu cukup untuk membuatku jatuh, aku baru tahu cinta tak butuh waktu lama untuk mengenal takdir, " Alaric berbicara dalam hati. Merasa bingung juga, kenapa dia bisa cinta dalam waktu yang dekat padahal banyak gadis bangsawan lainnya yang selalu mendekatinya tapi tidak ada yang membuatnya tertarik lebih jauh. Tapi Cassa nya?
"Salam kepada Yang Mulia Duke, semoga langit dan dewa melimpahkan berkah kepada Anda. Permisi, Duke.. Saya ingin menyampaikan pesan dadakan dari pihak Kerajaan. Bahwa 30 menit lagi Anda akan ada rapat dengan para Bangsawan lainnya, " kehadiran Nathanio yang tiba-tiba membuat Cassa terselamatkan, berbeda terbalik dengan Alaric. Seketika menjadi tidak bersemangat dan moodnya memburuk.
Alaric akhirnya meninggalkan Cassa. Ia harus menghadiri rapat penting bersama para bangsawan lain. Meski begitu, pikirannya sama sekali tidak tenang. Sepanjang perjalanan menuju ruang rapat, ia terus terbayang-bayang wajah Cassa—wajah kesalnya, tatapan sinisnya, hingga cara bicaranya yang selalu blak-blakan kepadanya. Ada sesuatu tentang gadis itu yang membuat Alaric tidak bisa mengalihkan pikirannya.
Di sisi lain, setelah Alaric pergi, Cassa kembali fokus pada pekerjaannya. Ia mulai membersihkan ruangan demi ruangan, memastikan kediaman Hexton tetap dalam keadaan rapi seperti biasanya. Sapu dan lap di tangannya bergerak cekatan. Namun, suasana tenang itu terusik ketika salah satu pengawal yang sedang berjaga mendekatinya.
“Laviora, bisakah bicara sebentar?” suara pengawal itu terdengar lembut. Cassa menoleh, sedikit bingung. Namun ia menghentikan pekerjaannya sejenak dan mengangguk. Pengawal itu mengajaknya ke taman depan yang terlihat agak sepi karena semuanya sedang sibuk dengan pekerjaannya.
“Ada apa?” tanyanya singkat. Sebenarnya dia malas meladeni lelaki didepannya, tapi dia yang sedang bosen menyetujui nya. Mungkin pengawal ini memiliki informasi penting untuk dikatakan kepadanya.
“Aku sudah lama ingin mengatakannya… Aku menyukaimu, Laviora. Sejak pertama kali menjadi pelayan, aku terpesona akan kecantikanmu. Aku ingin tahu, apakah kau mau memberiku kesempatan untuk membuktikan cintaku?” Pengawal itu berbicara dengan wajah serius, seolah sudah lama memendam perasaannya. Matanya menatap dengan penuh harapan, seakan menunggu jawaban yang begitu ia ingin dengar.
Cassa tertegun, tidak menyangka akan mendengar pengakuan seperti itu di tengah kesibukannya. Ada orang yang menyukainya? Ini tidaklah masuk akal, apakah walau berubah menjadi Laviora pesona kuatnya tidak akan pernah hilang? Sombong sedikit tidak apa-apa bukan? Namun sebelum ia sempat merespons, suara langkah kaki yang tegas terdengar dari arah pintu masuk.
Alaric baru saja kembali dari rapat dan pemandangan yang ia lihat membuatnya terhenti di tempat. Mata tajamnya menangkap momen itu—seorang pengawal tengah berdiri di hadapan Cassa, wajahnya menunjukkan ekspresi penuh harap. Tangan pengawal itu juga menggenggam erat kedua tangan Cassa, menunggu jawaban yang sepertinya sedang di tunggu-tunggu.
Amarah dengan cepat menjalar di dalam dirinya, meskipun ia sendiri tidak sepenuhnya memahami kenapa. Tanpa berpikir panjang, Alaric mendekat dengan langkah besar, tatapannya dingin dan menusuk. Tidak suka dengan pemandangan didepannya, apalagi pengawal itu juga menggenggam tangan gadisnya. Eh gadisnya?
“Lavie,” suaranya terdengar berat, memecah suasana. “Apa yang sedang terjadi di sini?”
Pengawal itu langsung mundur selangkah, dengan berat dia harus melepaskan genggamannya dari tangan gadis yang ia puja. Dengan jelas-jelas dia merasa terintimidasi oleh kehadiran sang Duke. Sementara itu, Cassa hanya bisa menatap Alaric dengan bingung. Dia tahu apa yang sedang terjadi—Alaric pasti akan membuat situasi ini menjadi rumit.
"Salam kepada Yang Mulia Duke, semoga langit dan dewa melimpahkan berkah kepada Anda, " ucap Cassa dan pengawal itu bersamaan. Alaric sudah tidak ingin mendengarkan basa-basi dan segera memerintahkan untuk pengawal itu pergi melanjutkan tugasnya. Kepergian pengawal itu membuat Alaric kembali menatap Cassa dengan tatapan datar.
"Baru sebentar bekerja sudah main cinta-cintaan saja! Tidak boleh, kau harus 3 bulan sudah bekerja disini, " tutur Alaric dengan angkuh. Saat ingin pergi ke kamarnya, ia dihentikan kembali dengan perkataannya yang membuat dirinya tertegun dan menggeram rendah.
"Jadi setelah 3 bulan bekerja, saya bisa menjalin kasih dengan siapapun itu?, " tanya Cassa penasaran, tapi siapa juga yang ingin menjalani hubungan. Bahkan dia juga tidak tertarik dengan lelaki manapun. Kakaknya juga pasti tidak akan terima, jika dia akan berpacaran dengan seorang pengawal saja.
Alaric berbalik dan berjalan dengan cepat ke arah Cassa, tangannya mencengkeram bahu Cassa dengan sedikit keras sehingga membuat Cassa meringis. Tangannya mencoba untuk melepaskan cengkeraman itu tapi tetap kalah telak dengan tenaga yang dimiliki oleh seorang lelaki, apalagi dikenal sebagai Jenderal Perang.
"Tatap mataku!, " titah Alaric tegas tapi lembut, bagaikan dihipnotis Cassa menurut langsung dengan apa yang dikatakannya. Kepalanya mendongak, menatap mata merah ruby yang menurutnya indah. Menunggu ucapan yang akan dikatakan oleh Duke didepannya.
"Kau boleh menjalin hubungan, tapi hanya denganku seorang!, " bisik Alaric tepat di telinga Cassa.
Suaranya begitu berat dan mengintimidasi hingga bulu kuduk Cassa meremang. Ia berusaha memahami maksud dari ucapan lelaki itu, tapi kepanikan yang tiba-tiba menyerangnya membuatnya hanya bisa mengeluarkan gumaman tak jelas bahkan tak bisa didengar oleh lawan bicaranya.
“A-apa?” suara Cassa terdengar nyaris tercekat, matanya membulat menatap Alaric. Alaric yang melihat respons gadis didepannya tersenyum, begitu menggemaskan.
Alaric tidak menjawab. Sebaliknya, ia menatap tajam ke pengawal yang tadi mengungkapkan perasaannya pada Cassa. Pengawal yang merasa jaraknya dengan sang Duke terbilang cukup jauh, tetap masih merasakan aura-aura yang tidak mengenakkan disekitarnya.
Sedari tadi, hanya ada Alaric dan Cassa di ruangan itu. Udara yang awalnya tenang seolah menegang. Alaric menatap Cassa dalam diam, sebelum akhirnya bersuara lagi, lebih pelan namun tetap tegas, dan tersirat nada lembut di dalamnya.
“Kau milikku, Cassa. Dan aku tidak akan membiarkan laki-laki mana pun mendekatimu.”
Cassa terdiam, kata-kata Alaric seperti belenggu yang mengikatnya. Alaric sekarang dengan beraninya mulai mengungkapkan perasaannya tanpa babibu. Dia bukanlah seorang yang munafik terlalu lama-lama menyangkut perasaannya, jika dia ingin itu maka harus itu juga yang ia dapatkan. Tapi dia harus mendapatkan kucing nakalnya dengan cara yang baik, meluluhkannya terlebih dahulu dan Alaric juga bertekad membuat dirinya sendiri jatuh cinta berkali-kali kepada gadis pujaannya. Dia harus tau lebih dalam tentang gadisnya, sepertinya dia harus menempeli dan tak lupa membaca panduan tentang gadis diperpustakaan kota karena di perpustakaan miliknya tidak ada yang berbau romantis sama sekali.
Namun, alih-alih takut, Cassa merasa bingung. Emosi dan ketidakpastian beradu di dalam dadanya. Ia ingin menjawab, tetapi suaranya terasa berhenti di tenggorokan. Dirinya sedikit merasakan perasaan yang berbeda, menegangkan tapi ada rasa senang yang sedikit muncul didalam dadanya.
Tanpa menunggu jawaban darinya, Alaric melangkah pergi, meninggalkan Cassa yang masih terpaku di tempatnya.
Cassa menatap punggungnya yang perlahan menghilang di balik pintu. Perasaannya bercampur aduk—antara marah, bingung, dan… sesuatu yang lain yang bahkan ia sendiri tidak mengerti.
Saat itu, ia sadar, hubungannya dengan Alaric tidak akan pernah sama lagi. Cassa menyandarkan tubuhnya ke dinding, memejamkan mata sejenak untuk menenangkan pikirannya. Namun di dalam hatinya, ia tahu. Ini baru permulaan dari badai besar yang akan datang. Apalagi Alaric yang mulai terang-terangan menempelinya, "Sialan kau, Duke."
...— Bersambung —...