NovelToon NovelToon
Endless Shadows

Endless Shadows

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Menyembunyikan Identitas / Slice of Life / Kultivasi Modern
Popularitas:153
Nilai: 5
Nama Author: M.Yusuf.A.M.A.S

Bayangan gelap menyelimuti dirinya, mengalir tanpa batas, mengisi setiap sudut jiwa dengan amarah yang membara. Rasa kehilangan yang mendalam berubah menjadi tekad yang tak tergoyahkan. Dendam yang mencekam memaksanya untuk mencari keadilan, untuk membayar setiap tetes darah yang telah tumpah. Darah dibayar dengan darah, nyawa dibayar dengan nyawa. Namun, dalam perjalanan itu, ia mulai bertanya-tanya: Apakah balas dendam benar-benar bisa mengisi kekosongan yang ditinggalkan? Ataukah justru akan menghancurkannya lebih dalam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon M.Yusuf.A.M.A.S, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Awal dari Amarah

Di hari selanjutnya, di malam yang dingin melingkupi kamar Ryan. Bayangan-bayangan di sudut ruangan tampak lebih hidup, seolah-olah menunggu perintah. Di tengah keheningan itu, pria berjubah hitam muncul kembali, seperti biasa tanpa suara. Kali ini, Ryan sudah menunggunya. Dengan mata penuh tekad, ia berbicara terlebih dahulu.

"Aku butuh bantuanmu," katanya, tanpa basa-basi.

Pria berjubah hitam tersenyum samar\, seperti telah menduga hal itu. **"Ah\, akhirnya kau menyadarinya. Kekuatanku memang bukan sesuatu yang bisa dikuasai hanya dengan niat baik. Kau memerlukan... bimbingan." **Ryan mengangguk\, mencoba mengabaikan rasa tidak nyaman yang ia rasakan setiap kali pria itu berbicara. "Ajari aku bagaimana mengendalikannya. Aku tidak ingin kehilangan kontrol saat membutuhkannya."

Pria itu mendekat, sorot matanya tajam. "Tentu saja, Ryan. Tapi ingat, kendali datang dengan harga. Kau harus siap mendorong dirimu melampaui batas." Tanpa menunggu jawaban, pria berjubah hitam mengangkat tangannya. Bayangan di sudut ruangan mulai bergerak, melingkar di sekitar Ryan. Rasanya seperti disentuh oleh kegelapan itu sendiri dingin, menusuk, tetapi juga memberdayakan.

"Fokus," perintah pria itu. "Rasakan emosi terkuatmu. Biarkan itu menjadi bahan bakar bagi kekuatanmu."

Ryan memejamkan mata, mencoba mengingat perasaan marah dan takut yang selama ini menghantuinya. Seketika, bayangan-bayangan itu menjelma menjadi bilah tajam di tangannya. Namun, bentuknya goyah, tidak stabil. "Tidak cukup kuat," pria itu mengomentari. "Kemarahanmu belum cukup dalam. Rasa takutmu masih terkendali. Kau harus membiarkan dirimu tenggelam dalam emosi itu."

Ryan menggertakkan gigi, mencoba lagi. Kali ini, bilah itu lebih kokoh, lebih tajam. Namun, sensasi aneh mulai menjalari dirinya. Seolah-olah ada sesuatu yang perlahan menghilang dari dalam hatinya, tetapi ia tidak tahu apa itu.

Pagi berikutnya

Ryan terbangun dengan tubuh lelah. Di luar, burung-burung bernyanyi, tetapi ia merasa tidak bisa menikmatinya. Ada sesuatu yang aneh. Biasanya, suara itu membawa ketenangan, tetapi pagi ini, ia merasa hampa. Saat sarapan, ibunya berbicara dengan lembut tentang toko roti kecil mereka yang baru saja dirusak. Ryan mendengarkan, tetapi tidak bisa merasakan marah atau sedih seperti sebelumnya. Ia hanya merespons dengan datar, "Aku akan memperbaikinya, Bu."

Ibunya memandangnya dengan heran. "Kau baik-baik saja, Nak? Kau terlihat... berbeda."

Ryan hanya mengangguk, tidak ingin membahas lebih jauh. Ia tahu bahwa ini ada hubungannya dengan latihan semalam, tetapi ia tidak bisa memikirkan alasan lain. Kekuatan itu dan pelatihan itu  membantunya menjadi lebih kuat, tetapi ada harga yang ia bayar, meskipun ia belum sepenuhnya menyadarinya.

Sore harinya

Di tempat lain, Hery duduk di sebuah ruang gelap, berbicara dengan salah satu anak buahnya. "Ryan sepertinya mulai bergerak. Kita harus membuatnya sibuk. Rusak tokonya lagi jika perlu, tetapi jangan menyentuh ibunya. Itu hanya akan membuat dia semakin gila."

Anak buahnya mengangguk. "Kami akan melakukannya malam ini."

Hery tersenyum dingin. "Biar dia tahu apa artinya melawan aku. Oh, dan satu lagi, pastikan toko rotinya habis terbakar. Itu akan menghancurkan semangatnya lebih jauh."

Anak buahnya terlihat ragu sejenak, tetapi Hery menatapnya tajam. "Kau tahu apa yang harus dilakukan. Jangan kecewakan aku."

Malam itu

Di toko roti kecil milik keluarga Ryan, bayangan sosok gelap menyelinap di antara rak-rak berisi roti. Salah satu anak buah Hery membawa sebuah botol berisi cairan mudah terbakar. Ia menyiramkan cairan itu di sekitar ruangan, lalu menyalakan korek api. Api mulai berkobar, memakan kayu dan barang-barang di dalam toko. Dengan cepat, api menjalar, menciptakan kobaran yang mengancam menghancurkan segalanya. Anak buah Hery segera pergi, meninggalkan pemandangan kehancuran di belakangnya.

Di kamarnya, Ryan yang tengah beristirahat tiba-tiba merasakan sesuatu yang tidak beres. Ia mendengar teriakan dari luar. "Kebakaran! Toko roti terbakar!" Ryan terbangun dengan kaget. Ia berlari keluar kamar, melihat ibunya yang juga panik mendengar kabar itu. "Bu, tetap di rumah! Aku akan pergi melihatnya!" Namun, ibunya memegang tangannya dengan kuat. "Tidak, Ryan! Itu toko kita. Aku harus melihatnya sendiri!"

Ryan ragu sejenak, tetapi ia tahu tidak ada gunanya berdebat. "Baik, tapi Bu harus tetap di belakangku. Jangan mendekati api terlalu dekat."

Keduanya berlari menuju toko roti mereka. Ketika mereka tiba, kobaran api sudah melahap sebagian besar bangunan. Ibu Ryan menangis tersedu-sedu, melihat toko yang telah menjadi sumber penghidupan mereka kini hampir rata dengan tanah.

"Ini tidak mungkin... siapa yang tega melakukan ini?" isaknya, menggenggam lengan Ryan dengan erat.

Suasana di sekitar toko langsung berubah. Tetangga-tetangga yang mendengar bunyi kaca pecah dan mencium bau asap keluar dari rumah mereka, beberapa berteriak memanggil bantuan. "Kebakaran! Ada kebakaran di toko roti!"

Seseorang berlari menuju hydrant terdekat, mencoba memompa air dengan panik, sementara yang lain menelepon petugas pemadam kebakaran. Anak-anak yang tadinya tertidur terbangun oleh suara keributan, menangis di pelukan orang tua mereka.

Pak Wawan, seorang pria tua yang tinggal di seberang jalan, mencoba mendekati toko dengan ember air seadanya. Namun, ia segera mundur karena panasnya api. "Cepat! Kita harus pastikan tidak ada orang di dalam!" teriaknya kepada warga lain.

Ibu-ibu saling membantu mengungsikan barang-barang dari rumah di dekat toko, khawatir api akan menjalar lebih jauh. Kepanikan melanda seluruh lingkungan, tetapi mereka tetap berusaha bahu-membahu meminimalkan kerusakan.

Beberapa saat kemudian, sirene terdengar dari kejauhan. Para warga dengan penuh harap menoleh ke arah jalan. Damkar akhirnya tiba di lokasi. Tim pemadam kebakaran segera bekerja dengan cepat, menyemprotkan air ke seluruh bagian toko yang terbakar. Polisi juga tiba, memulai investigasi untuk menyelidiki penyebab kebakaran tersebut.

Ryan yang masih terengah-engah karena berlari dari rumahnya menuju toko, berdiri bersama ibunya di dekat tempat kejadian. Mereka menyaksikan petugas pemadam yang berusaha keras untuk memadamkan sisa api yang masih menyala. Di tengah debu dan asap, polisi berbicara dengan beberapa saksi untuk mengumpulkan informasi.

Ryan mengepalkan tangannya. Ia tahu ini bukan kebetulan. Ini adalah peringatan dari Hery. Melihat ibunya yang terpukul, amarahnya semakin memuncak. Kali ini, ia tidak akan membiarkan semuanya hancur begitu saja.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!