Menceritakan tentang seorang gadis cantik yang bernama Lala, harus mengandung karena hubungan terlarang dengan seorang jin muda yang sejak kecil menyukainya.
Berawal dari kebiasaan jorok Lala, hingga sosok jin muda yang menyukainya dan merubah wujudnya menjadi tampan saat setiap bertemu Lala meskipun warna matanya merah dan memiliki tanduk di kepalanya.
Bagaimana kisah selanjutnya?ikuti kisah selanjutnya ya🙏
PERHATIAN!!
Jika ada bab atau paragraf yang berulang, mohon maaf sedang dalam proses perbaikan.mohon pengertiannya 🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cancer i, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sentuhan Nikmat
Tanpa aba-aba, Pangeran Firr mencium sudut bibir Lala. Ciuman singkat, tapi penuh makna. Sentuhan lembut bibir Pangeran Firr di kulit Lala terasa seperti aliran listrik yang mengalir di sekujur tubuhnya. Lala terkesiap, tapi bukannya menolak, ia malah membalas ciuman itu. Ia membalas ciuman itu dengan penuh gairah, menanggapi hasrat yang tiba-tiba muncul.
Ciuman mereka semakin dalam, semakin penuh gairah. Lala merasakan tubuhnya bergetar, merasakan sensasi yang luar biasa. Ia memejamkan mata, menikmati momen indah ini. Ia merasakan ketulusan dan kasih sayang yang terpancar dari ciuman Pangeran Firr.
Setelah beberapa saat, ciuman mereka berhenti. Keduanya terengah-engah, wajah mereka memerah. Lala memeluk Pangeran Firr erat-erat, menempelkan tubuhnya pada tubuh Pangeran Firr. Ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa, kebahagiaan yang selama ini ia cari.
"Aku mencintaimu, Lala," bisik Pangeran Firr, suaranya terdengar lembut namun penuh keyakinan. Ia menatap mata Lala, mencari jawaban dan kepastian.
Lala menatap mata Pangeran Firr, matanya berkaca-kaca. Ia merasakan kebahagiaan dan juga kesedihan yang mendalam. Ia mencintai Pangeran Firr, tapi ia juga menyadari bahwa hubungan mereka penuh dengan tantangan dan ketidakpastian. Ia harus membuat keputusan yang sulit, keputusan yang akan menentukan masa depan mereka berdua.
"Aku juga mencintaimu, Pangeran Firr," jawab Lala, suaranya sedikit bergetar. Ia memeluk Pangeran Firr lebih erat, mencoba untuk mengabadikan momen indah ini.
Lala mengalungkan tangannya ke leher Pangeran Firr, menariknya lebih dekat. Mereka kembali berciuman mesra, ciuman yang penuh gairah dan kasih sayang. Ciuman yang seolah ingin mengabadikan momen indah yang mungkin hanya akan terjadi sekali seumur hidup.
Kali ini, ciuman mereka lebih lama dan lebih dalam. Mereka saling merasakan debaran jantung masing-masing, merasakan kehangatan tubuh masing-masing. Mereka tenggelam dalam dunia mereka sendiri, lupa akan waktu dan tempat.
Setelah beberapa saat, ciuman mereka berhenti. Keduanya terengah-engah, wajah mereka memerah. Lala bersandar di dada Pangeran Firr, merasakan debaran jantung Pangeran Firr yang masih berdebar kencang.
"Aku tidak ingin kau pergi," bisik Lala, suaranya terdengar lirih dan penuh kesedihan. Ia memeluk Pangeran Firr lebih erat, takut akan perpisahan yang akan datang.
Pangeran Firr mengusap lembut rambut Lala. "Aku juga tidak ingin pergi," jawabnya, suaranya terdengar lembut namun penuh kepastian. "Tapi aku harus kembali ke duniaku sendiri suatu saat nanti. Itu adalah takdirku."
Ia memeluk Lala lebih erat, mencoba untuk memberikan kekuatan dan kenyamanan. "Tapi aku berjanji, aku akan selalu mengingatmu. Aku akan selalu mencintaimu, meskipun kita terpisah oleh jarak dan waktu."
Lala terdiam sejenak, mencoba untuk menerima kenyataan pahit ini. Ia tahu bahwa perpisahan adalah takdir mereka. Tapi ia juga percaya bahwa cinta mereka akan tetap abadi, meskipun mereka terpisah oleh jarak dan waktu.
Tanpa aba-aba, Pangeran Firr meremas buah dada Lala. Sentuhan tiba-tiba itu membuat Lala mendesah, merasakan sensasi nikmat yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Sensasi yang memabukkan dan tak terduga. Ia memejamkan mata, menikmati sentuhan Pangeran Firr yang semakin berani dan penuh gairah. Tubuhnya bergetar, merasakan aliran listrik yang mengalir di sekujur tubuhnya.
Namun, di tengah kenikmatan itu, seutas keraguan mulai muncul di benak Lala. Ia menyadari bahwa ia telah terbawa oleh suasana dan perasaan yang membuncah. Ia mulai mempertanyakan apakah ia benar-benar menginginkan ini, apakah ia benar-benar siap untuk melangkah lebih jauh.
Pangeran Firr, yang terbawa oleh hasratnya, tampaknya tidak menyadari keraguan Lala. Ia semakin berani dalam sentuhannya, membuat Lala semakin mendesah dan merintih. Namun, di balik desahan dan rintihan itu, tersimpan juga ketakutan dan keraguan.