Dilahirkan sebagai salah satu tokoh yang ditakdirkan mati muda dan hanya namanya yang muncul dalam prologue sebuah novel, Axillion memutuskan untuk mengubah hidupnya.
Dunia ini memiliki sihir?—oh, luar biasa.
Dunia ini luas dan indah?—bagus sekali.
Dunia ini punya Gate dan monster?—wah, berbahaya juga.
Dia adalah Pangeran Pertama Kekaisaran terbesar di dunia ini?—Ini masalahnya!! Dia tidak ingin menghabiskan hidupnya menjadi seorang Kaisar yang bertangung jawab akan hidup semua orang, menghadapi para rubah. licik dalam politik berbahaya serta tidak bisa ke mana-mana.
Axillion hanya ingin menjadi seorang Pangeran yang hidup santai, mewah dan bebas. Tapi, kenapa itu begitu sulit??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razux Tian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7
Ballroom istana Kekaisaran Agung Alexandria yang megah penuh dengan para tamu yang hadir dalam balutan pakaian mewah dan indah. Musik mengalun dengan ringan di udara, makanan dan minuman lezat berkualitas tinggi tersedia. Di lantai dansa, beberapa pasangan menari dengan anggun—pesta yang sangat meriah. Senyum dan tawa memenuhi wajah para hadirin. Namun, mata mereka semua sesekali akan terus melihat ke arah pintu masuk ballroom, menanti kehadiran sang tokoh utama pesta yang belum juga hadir.
"Pesta sudah dimulai, tapi dia masih juga belum hadir," ujar seorang pemuda tampan berusia tujuh belas tahun dengan sinis. Berambut pirang dengan mata hijau, dia adalah Pangeran Kedua Kekaisaran Agung Alexandria, Edgar Vie Aural Alexandria. "Sepertinya dia tidak tahu tata krama."
"Tenang, Edgar," balas Ailara Vie Ethar Alexandria, Permaisuri Kekaisaran Agung Alexandria sekaligus istri pertama Owen. Menoleh sejenak menatap Edgar yang berdiri di belakangnya dari tempat duduk, dia adalah seorang wanita cantik dengan rambut hitam dan mata biru. "Bagaimanapun juga, dia adalah kakakmu."
"Cih," mencibir tidak suka, Edgar tidak mempedulikan ucapan ibu kandungnya yang duduk dengan tenang dan anggun. "Dia hanya lebih tua dua bulan dariku—pecundang itu tidak pantas menjadi kakakku."
Ailara tidak membalas perkataan Edgar lagi. Sebagai ibunya, dia tahu bahwa sikap Edgar sekarang dikarenakan kegugupan. Ya—gugup. Putranya bersikap arogan seperti itu hanya untuk menutupi kegugupan akan apa yang terjadi tiga hari yang lalu, tentang Axillion yang kembali muncul setelah dua belas tahun mengurung diri dalam kamar.
Axillion.
Ailara ingat dengan jelas anak tersebut. Anak yang sangat rupawan dan pintar. Anak yang lahir hanya berjarak dua bulan dari anaknya, tapi selamanya, anak itu akan menjadi putra tertua; Pangeran Pertama, sedangkan putranya menjadi putra kedua; Pangeran Kedua. Axillion adalah halangan bagi Edgar. Selama dia ada, Edgar tidak akan pernah bisa mendapatkan apa yang paling didambakannya—gelar sang Putra Mahkota; Kaisar masa depan Kekaisaran Agung Alexandria.
Tapi, Ailara cukup menyukai Axillion, karena dia dengan sendirinya mengundurkan diri dari hak suksesi tahta Kekaisaran Agung Alexandria dua belas tahun yang lalu. Hidup seperti tidak ada, mengurung diri dalam kamarnya menghindari semua orang—seorang pecundang. Walau Owen tidak mengangkat Putra mahkota setelah itu, Ailara percaya, cepat atau lambat gelar 'Putra Mahkota' dan tahta Kekaisaran Agung Alexandria akan menjadi milik putranya—siapa yang dapat bersaing dengan Edgar yang didukung olehnya, Sang Permaisuri Kekaisaran?
Bertahun-tahun, semua berjalan dengan lancar. Para bangsawan dan petinggi Kekaisaran menaruh perhatian pada putranya, hingga Gate muncul di samping Ibukota Agresia. Dirinya memilih mengungsi bersama Edgar, karena dia bisa melihat, Ibukota Agresia tidak akan bertahan. Bahkan sejujurnya, dia cukup senang. Jika Owen yang tinggal untuk mempertahankan Ibukota Agresia mati, putranya akan segera diangkat menjadi Kaisar. Namun, Axillion tiba-tiba muncul kembali dan merubah segalanya.
Anak yang selalu mengurung diri dalam kamar melangkah keluar dan melindungi Ibukota Agresia. Dengan kemampuan tidak terjelaskan, dia melawan ribuan monster sendirian dan menutup Gate—kisah yang selamanya akan dicatat dalam sejarah dan diceritakan bagaikan sebuah legenda.
Axillion sekarang bukanlah lagi Axillion dua belas tahun yang lalu, Ailara sadar akan kenyataan itu. Saat dia kembali ke Ibukota Agresia kemarin, anak itu telah menjadi pahlawan di hati seluruh rakyat Kekaisaran. Para bangsawan dan petinggi Kekaisaran menaruh perhatian penuh padanya, begitu juga dengan kerajaan-kerajaan lainnya, Magic Tower, Kerajaan Suci Elvia—seluruh dunia.
Penghalang yang dikiranya telah menghilang muncul kembali, bahkan menjadi sangat tinggi dan kuat. Ailara sungguh tidak dapat memprediksinya. Tapi, dia tidak akan menyerah begitu saja. Setelah apa yang dia lalui dan lakukan, dia tidak akan menyerahkan tahta kekaisaran pada siapapun kecuali Edgar, putranya.
"Uhuk-uhuk-uhuk."
Suara batuk yang terdengar membuat Edgar menjadi semakin kesal dan marah. Menatap sumber suara, yang tidak lain adalah Cedric Vie Astrid Alexandria, Pangeran Ketiga Kekaisaran Agung Alexandria, dia berujar kasar. "Bisa kau diam? Penyakitan sepertimu tidak seharusnya berada di sini!!"
"M-maaf.." Terbata-bata, Cedric segera meminta maaf. Pemuda berusia enam belas tahun yang berdiri tidak jauh dari Edgar itu berusaha mati-matian menahan batuknya. Wajah tampannya yang pucat menjadi semakin pucat, sedangkan ibu kandungnya, Ratu Kedua Kekaisaran Agung Alexandria, Olivia Vie Arthe Alexandria yang duduk di depannya tetap tidak bersuara untuk membela sang anak.
Olivia seakan menulikan telinganya mendengar hinaan Edgar. Dia tetap duduk tenang menatap ke depan di samping Ailara. Perlakuan seperti ini sudah biasa bagi pasangan ibu-anak tersebut. Diantara empat istri Owen, dirinya berasal dari keluarga dengan status dan derajat paling rendah, terlebih lagi, dia juga tidak menerima kasih sayang dari suami mereka seperti Lilia. Karena itu, dirinya tidak berani melawan Edgar ataupun Permaisuri Ailara.
Tidak jauh dari Ailara, Olivia, Edgar dan Cedric, Pangeran Keempat Kekaisaran Agung Alexandria, Hugh Vie Abrath Alexandria dan Putri Kekaisaran Agung Alexandria, Hebe Vie Abrath Alexandria menatap mereka dalam diam. Berdiri di belakang ibu kandung mereka, kedua saudara kembar berusia lima belas tahun tersebut memiliki rambut pirang dan mata hijau khas anggota keluarga Kekaisaran Agung Alexandria. Hanya saja, warna kulit mereka yang berwarna coklat membuat mereka tidak terlihat seperti anggota keluarga Kekaisaran.
Ratu Keempat Kekaisaran Agung Alexandria, Elizabeth Vie Turka Alexandria adalah Putri dari Kerajaan Turbah yang terletak di barat daya Benua Avelon. Pernikahannya dengan Owen merupakan pernikahan politik, karena itulah, meski merupakan seorang Ratu, dia kurang diterima oleh para bangsawan Kekaisaran. Elizabeth sendiri merupakan seorang wanita cantik dengan kulit coklat, berambut dan mata hitam—dia seorang wanita dengan kecantikan eksotis.
"Mulai lagi," mencondongkan badan kepada Hugh, Hebe berbisik pelan padanya. "Aku tidak mengerti, kenapa Cedric selalu meminta maaf? Padahal dia dihina seperti itu—dia sungguh tidak punya harga diri."
"Apa yang bisa dilakukannya? —dia lemah, begitu juga dengan Ratu Olivia." Menoleh menatap Hebe, Hugh membalas pelan.
Semuanya terlihat jelas dari susunan tempat duduk. Posisi tempat duduk Permaisuri Ailara adalah di kanan tempat duduk Kaisar Owen. Sebagai Ratu kedua, Olivia seharusnya duduk di sebelah kiri Kaisar. Tapi, kenyataannya tidak. Dia justru duduk di sebelah kanan Permaisuri Ailara. Posisi kiri dari tempat duduk Kaisar adalah milik Ratu Ketiga Lilia, dengan Ratu Keempat di samping kirinya lagi.
Permaisuri Kekaisaran berasal dari Keluarga Duke, Ratu ketiga berasal dari Keluarga Marquis—mereka adalah wanita dengan status tinggi bahkan sebelum menikah dengan Kaisar Owen. Hanya Ratu Kedua yang berasal dari Keluarga Viscount. Hugh dan Hebe bahkan pernah mendengar bahwa Olivia bisa menjadi Ratu Kedua hanyalah karena keberuntungan. Jadi, perlakuan seperti ini tidaklah aneh bagi semua orang.
"Kalian berdua," panggil Elizabeth yang duduk di depan Hugh dan Hebe. Suaranya pelan namun tegas. "—diam."
Hugh dan Hebe segera mengluruskan badan mereka mendengar perintah Elizabeth. Mereka berdua tidak berani bersuara lagi, karena takut. Ibu kandung mereka adalah seorang ibu yang sangat tegas dan displin, hukuman selalu dijalani mereka jika melakukan kesalahan.
"Yang Mulia Kaisar Owen, Yang Mulia Ratu Ketiga Lilia dan Yang Mulia Pangeran Pertama Axillion memasuki ruangan!"
Suara pengumuman tiba-tiba terdengar memenuhi ballroom. Seketika, musik yang mengalun di udara berhenti, begitu juga dengan mereka yang menari di lantai dansa. Mata semua yang ada terarah pada pintu masuk yang terbuka. Rasa terkejut memenuhi hati semua yang ada termasuk para anggota keluarga Kekaisaran—Kaisar Owen memasuki ruangan bersama Ratu Ketiga Lilia dan Pangeran Axillion? Apa maksudnya ini?
...****************...