NovelToon NovelToon
BETWEEN THE NUMBERS

BETWEEN THE NUMBERS

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / BTS / Cinta pada Pandangan Pertama / Office Romance
Popularitas:934
Nilai: 5
Nama Author: timio

Satu digit, dua, tiga, empat, lima, hingga sejuta digit pun tidak akan mampu menjelaskan berapa banyak cinta yang ku terima. Aku menemukanmu diantara angka-angka dan lembar kertas, kau menemukanku di sela kata dan paragraf, dua hal yang berbeda tapi cukup kuat untuk mengikat kita berdua.

Rachel...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon timio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Aku Yang Ngga Bisa

"Woahh... Yang tadi itu apa ya? ", pekik Rachel di kamarnya, kembali teringat Apa yang terjadi hari ini. Dia tersenyum menatap cermin yang merefleksikan dirinya yang masih ajak-acakan karena belum membersihkan dirinya sejak pulang dari seminar itu.

Ia merasa sangat terbebani sejak Vano menyatakan perasaannya, sudah tiga hari berlalu ia selalu berusaha menghindari Vano. Bayangkan bagaimana pusingnya ia bekerja disamping pria itu sepanjang hari.

Ia selalu berusaha datang lebih awal dan langsung mengerjakan pekerjaannya, setelah itu ia akan langsung kegudang Ws, ia tahu Vano akan mencarinya, jadi itu merupakan alibi yang paling pas, bahkan tidak jarang juga ia membawa laptop dan berkasnya agar ia kerjakan disana, ia bertahan disana padahal gudang sedang renovasi dan berantakan sekali. Paku barang-barang lainnya bertebaran di lantai.Rachel membersihkan meja dan kursi yang kebetulan ada dj gudang Ws. Lalu ia gunakan untuk bekerja. Begitu saja yang terjadi sudah tiga hari ini. Hal itu membuat Vano uring-uringan.

"Gua salah apa sih? Salah banget gitu kalo gua suka." Kesal Vano menatap ponselnya yang pesan terakhirnya hanya dibaca.

Pesan terakhir Vano benar-benar membuat Rachel ngeri. Apakah ini yang di maksud Rekan versi kulkas itu? Ia baru melihatnya padahal sudah hampir lima bulan bekerja. Ia lalu mengumpulkan semua peralatan yang ia bawa ke gudang ws, termasuk tumbler kopinya.

Supp....

"Akh.... Aduh.. Aaahh... Astaga.... ", pekiknya terduduk, bahkan ia tidak perduli lagi seluruh barangnya sudah berserakan di lantai kotor itu. Ia tidak sengaja menginjak paku tembok dan paku itu melubangi sepatu karetnya. Dengan ngeri ia menarik paku yang menancap itu lalu membuka sepatunya.

Currrr...

Untuk sejenak d4rah segar menyembur keluar, layaknya botol plastik yang berisi air lalu dilubangi, begitulah gambaran d4rah yang keluar dari telapak kaki Rachel.

Ia sangat tidak siap dengan situasi itu, ia sangat takut darah. Entah bagaimana awalnya ia juga tidak paham, intinya ia phobia akan darah.

"T-to-longh... To-loong... ", ia yakin ia teriak tapi sebenarnya suaranya tertahan. Ia merasa sesak dan ketakutan hanya karena melihat tetesan darahnya di lantai granit itu, ponselnya terlempar jauh darinya karena jatuh bersamaan dengan barang-barang yang dibawanya tadi. Hingga akhirnya seluruh badannya kaki menahan sakit dan juga takut. Perlahan semuanya gelap dan hening.

Skip

Vano terus menunggu gadis itu, mengingat Rachel akan kembali ke lantai 4 begitu pesan chat terakhirnya dan mustahil pula ia tidak menurut pada Vano, apalagi sudah di ancam seperti itu.

Vano sebenarnya tidak benar-benar marah, hanya saja ia kesal dihindari seperti itu. Bahkan hingga jam makan siang berakhir Rachel tak kunjung kembali.

"Apa beneran ngga mau ketemu gua ya, segitunya?", batin Vano mulai was-was. Ia kembali melirik jam tangannya, sampai jam makan siang berakhir pun Rachel juga tak kunjung kembali bahkan sudah lewat 30 menit.

📞 Vano : Halo, Mikha.

📞Mikha : Iya, Kak. Ada apa?

📞Vano : Rachel lagi bareng kamu kan? Suruh dia segera ke ruangan ku ya, telepon ku ngga di angkat.

📞Mikha : Lah? Kak? Aku kira dia bareng kak Vano, tadinya kita mau makan siang bareng, tapi telepon sama chatku juga ngga di jawab.

📞Vano : Tolong kamu cek gudang Ws ya, ngga biasa-biasanya dia gini.

📞Mikha : Bukannya gudang Ws lagi di renovasi ya kak? Buat apa Rachel kesana.

📞Vano : Hah? Cek dulu aja Mikha.

📞 Mikha : Baik kak.

Vano sama sekali lupa kalau gudang itu memang sedang di renovasi untuk menambah rak dinding dan lemari yang lebih besar.

📞 Vano : Gimana? ada?

📞 Mikha : Kak... Rachel pingsan digudang kak hiks.... Kakinya berdarah, gimana ini kak... Hiks...

Tanpa memperdulikan panggilan teleponnya sudah mati atau belum, ia segera berlari ke lantai, dimana gudang Ws berada. Benar saja, mungkin karena teriakan dan jeritan Mikha sudah ada beberapa orang disana. Vano menerobos masuk begitu saja, wajahnya yang sudah putih semakin putih pucat saking paniknya.

Ia merasa takut yang entah karena apa. Untuk pertama kalinya ia memperdulikan orang lain selain ibunya, Margareth. Ia takut sekali. Hatinya sakit melihat gadis itu pucat dan terluka.

"Hel... Rachel... Rachel... ", Vano memindahkan tubuh Rachel ke pelukannya dari pangkuan Mikha.

Tidak ada respon sama sekali, tubuh itu tidak ada perlawanan sama sekali. Degan sigap Vano menggendong Rachel ala bridal style.

"Mikhaela, kamu ikut aku! ".

"Baik, kak."

🍀🍀

Ia merasa cahaya yang menerpa matanya cukup terang, hidungnya mencium aroma asing seperti ethanol atau desinfektan, ah dia susah menjabarkannya. Seperti bau rumah sakit. Dan tangan hangat yang membungkus sebelah tangannya. Selain itu ia juga merasa sebelah kakinya seperti di dekap denga erat, dan ia juga menemukan presensi pria tampan disampingnya. YANG MENGGENGGAM TANGANNYA.

"asgsgsjsggshahabagfsgsgshdbg", batin Rachel memejam matanya, kupu-kupu di perutnya brutal sekali.

"Kak...", serunya sembari menarik pelan tangannya. Selain ia tidak nyaman, nanti dia jadi makin ingin salto.

"Hel...".

"Kenapa kita ada disini?".

"Kenapa? Kamu tanya kenapa? Kamu ngga ingat apa-apa di gudang penuh paku itu?", tanya Vano tidak habis pikir.

"Ah iya, aduh kak. D4rah kaki aku masih berceceran disana, ayo kita balik biar aku bersihin, ayo kak... ", panik Rachel.

Sementara Vano menatapnya kesal sekali, dan seketika juga rengekan Rachel untuk segera pulang itu berhenti.

"Gua salah ngomong kah?", batin gadis itu.

"Kenapa kak? A-ayo kak, aku mau bersihin bekasnya."

"Masih sempet mikirin itu kamu ya? Liat itu kaki kamu udah berlubang, Rachel. Wahh... ".

" Ma-maaf, kak. Aku benar-benar ngga liat ada paku disana. Aku yang teledor, maaf udah buat repot, Kak. Ma-maaf banget kalau mmmpph... ".

Permintaan maaf itu berhenti karena sesuatu yang hangat dan lembut membungkam bibirnya. Apalagi kalau bukan tiba-tiba di k0kop Vano. Pria tampan itu sudah tidak sabar lagi menghadapi kelakuan bodo amat gadis mungil itu,

bisa-bisanya ia tidak paham bagaimana panik dan kuatirnya dirinya sejak tadi, justru gadis itu malah lebih memikirkan darahnya yang tertinggal di gudang Ws.

Jangan tanya bagaimana ributnya otak Rachel, dan bagaimana brutalnya kupu-kupu pargoy didalam perutnya. Wangi manis mulut pria itu langsung masuk ke hidungnya. Perlahan Rachel menguasai dirinya kembali dan melepas Vano dengan lembut. Ia benar-benar tidak bisa mengimbangi pria didepannya ini.

"Kak... ", lirihnya menundukkan kepalanya, ia malu dan terpesona disaat yang sama.

"Aku kuatir banget, Rachel." ucapnya dengan tatapan sendu.

"Aku takut darah kak, mungkin panic attack ku muncul saat itu."

"Panic attack? ", Vano membulatkan matanya.

Klekkk brakk...

"RACHEL..... ".

"Untung aja udah selesai." Batin Rachel melihat Mikhaela masuk tergopoh-gopoh seperti itu.

"Dimana yang sakit, Hel? Aduh Rachel..."

"Udah ngga papa, aku baik-baik aja."

"Baik, apaan, perbannya tebel banget anjir. Eh.. Maaf kak... ".

Vano hanya tersenyum tipis.

"Kak, aku ngga mau di rawat, aku juga baik-baik aja. Aku mau pulang aja." Mohon Rachel.

"Iya sebentar aku urus dulu. Jagain ya Mikh." titah Vano.

"Iya, kak."

Seperginya Vano, kedua gadis itu langsung mengeluarkan setelan pabriknya masing-masing.

"Lu kok bisa-bisanya anjir pendarahan begitu." frontal Mikha.

Aku dan kamu hanya berlaku ketika di Numbers ya Yeorobun, mereka sekarang ada di luar Numbers. Jika di tempat kerja itu mereka adalah senior dan junior, diluar gedung itu mereka bestiean, bestodan, pokoknya bes besan lah. Dua gadis segila, se waras, se frekuensi.

"Ngga liat gua itu paku pake berdiri segala."

"Hel, jujur lu. Pacaran kan lu sama Kak Vano."

"Kaga."

"Serius, Hel?".

"Se giga rius. Aneh lu."

"Iya ya? Tapi kok kak Vano beda banget, tadi dia liat lu terkapar begitu paniknya udah kayak gendongin istrinya yang mau melahirkan tapi pendarahan dulu."

"Halah... Lu juga panik kan tadi? Maaf banget ya, sumpah maaf banget, Mikh. Gua teledor banget." Rachel benar-benar merasa bersalah.

"Udah lah, santai aja lu. Tapi gua balik duluan ya, gua udah izin sama Kak Vano, gua mau balik ke Numbers dulu. Masih ada yang mau gua kerjain."

"Iya, Mikh. Thanks udah anterin gua kesini."

🍀🍀

Seperginya Mikha, Rachel kembali disibukkan dengan kupu-kupu yang kembali pargoy di perutnya meski kali ini agak santai, ia masih belum bisa mengabaikan itu.

"Aduh... Lama-lama asam lambung gua begini terus." Gerutunya sendirian sembari menatap, bagaimana tebalnya perban di kakinya.

Dan ciuman yang tiba-tiba itu? Apa maksudnya?

Skip

Sepanjang perjalanan tidak ada yang bicara, keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Vano dengan rasa tidak percayanya, sementara Rachel dengan rasa rendah dirinya.

"Bisa-bisanya dia se tenang itu setelah gua kolop tadi, dia ngga perhitungkan gua gitu? Minimal basa basi kek apa kek? Gua di kacangin beneran anjir."

"Aduh, serba salah. Mau ngomong ajak ngomongin apa? Kak Vano tadi kok rasa mint ya? Gak mungkin begitu kan asw, oh Uranus Neptunus, Pluto... Sejak kapan gua se kosong ini?".

Mobil mahal itu masuk ke sebuah perumahan biasa, dan Rachel meminta diberhentikan di sebuah rumah minimalis, namun kelihatan asri dengan pagar kecil yang di cat putih.

"Kak, makasih udah nganterin aku. Umm... Kakak mau mampir?", tawar Rachel.

"Iya, mau." Jawabnya dengan senyum tipis, menghapus kekesalannya.

Rachel sudah bersiap memegang handle pintu, tapi Vano buru-buru keluar membukakannya dan menunggu Rachel dengan sabar menunggu Rachel menurunkan kakinya yang penuh perban itu perlahan.

Segera setelah gadis itu benar-benar keluar dari mobil, spontan Vano mengangkatnya ala bridal style, ini kali yang kedua. Bedanya, saat ini Rachel sadar.

Deg

Manik mereka bertemu.

"Waduh beneran asam lambung gua nih, bening banget ya dewa.... ", jerit Rachel dalam hati melihat bagaimana sempurnanya pahatan pria yang menggendongnya ini.

"A-aku bisa kak... ", cicit Rachel yang wajahnya sudah se merah kepiting rebus.

"Aku yang ngga bisa, Rachel."

.

.

.

TBC... 💜

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!