Devon merasa ia jatuh cinta pada gadis sebatang kara, setelah perjalanan cintanya dengan berbagai jenis wanita. Gadis ini anak jalanan dengan keadaan mengenaskan yang ia terima menjadi Office Girl di kantornya. Namun, Hani, gadis ini, tidak bisa lepas dari Ketua Genknya yang selalu mengamati pergerakannya. Termasuk pada satu saat, kantor Devon mengalami pencurian, dan terlihat di cctv kalau Hani-lah dalang pencurian tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terancam
Jackson menatap tubuh Farid yang terkulai lemah, lalu ia membelai luka lebam yang berada di sekujur tubuh anak itu.
Dalam hatinya ia memaki,
Siapa yang melakukan semua ini?
Sejak awal selalu ada saja yang menganiaya Farid. Mengerjainya habis-habisan saat kakaknya tidak ada. Buntutnya, Hani malah menuduhnya. Padahal di sebagian besar kejadian, Jackson tahu belakangan.
Tapi karena misi Jackson memang membuat semua orang takut padanya, agar ia lebih mudah mengatur anak lain, jadi ia terpaksa berlagak melakukan semua hal buruk.
Pagi ini saat ia selesai bertugas shift malam, ia melihat Hani berjalan mengendap-endap dari pemukiman depan.
Jackson kaget, Hani dari arah depan jadi semalaman tidak pulang? Kalau begitu Farid semalaman sendirian?
Jackson berlari secepat kilat ke arah ‘rumah’ Hani mendahului cewek itu.
Dan ia melihat Farid terbaring di selokan.
Lututnya langsung lemas, tapi tak ada waktu. Ia harus segera bersembunyi karena Hani sudah datang.
Tak ada cara lain, selain menyusul Hani ke puskesmas, membuat Hani menuduh dirinya sembari ia mencari pelaku yang sebenarnya.
Kini Jackson tidak bisa menghubungi siapa pun karena ia tidak percaya siapa pun. Ia harus lakukan sendiri dan kalau bisa jangan ada yang tahu aksinya kali ini.
Sudah terlalu banyak anak-anak meninggal di kawasan ini karena pembully-an, Jackson tidak ingin terlibat dalam sesuatu yang ia tidak lakukan. Terakhir ia habis-habisan menguras tabungannya untuk mengobati Farid yang dilecehkan.
Ada seseorang atau beberapa orang di jembatan ini yang berbuat di luar batas. Mereka mengendap-endap untuk memfitnahnya. Kalau terlalu banyak kejadian seperti ini, anak-anak yang lain pasti akan melakukan kudeta pada Jackson.
Hani istimewa, ia asuh sejak balita. orang tua gadis itu dibunuh begal. Jackson sengaja mengancam siapapun untuk jangan menyentuh Hani karena keperawanannya mau dijual dengan mahal. Selama ini Hani sangat cantik dan polos, Jackson berusaha membuat Hani tampak jelek dan bau untuk penyamaran.
Mendengar hal itu, orang-orang merasa urung, karena uang itu pasti akan masuk juga ke kantong mereka.
Setelah semua orang tak ada, Jackson mengambil lagi kresek pancake.
ia ambil satu.
lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.
ia belum makan sejak kemarin, Bos-nya di restoran menambah CCTV di dapur jadi ia tidak bisa mengambil makanan sisa lagi untuk anggotanya.
Sementara semua gajinya untuk keperluan anak-anak Genk.
Kalau begini… ia harus ambil pekerjaan tambahan.
“Tante, saya butuh uang cepat. Bisa pakai saya hari ini?” ia berkata ke seseorang lewat telepon. “Iya, adik saya sakit.”
Setelah mengatakan jumlah uang yang ia butuhkan, ia memanggil beberapa anak buahnya.
“Nih makan, belum sarapan kan?” katanya membagi-bagikan pancake itu.
Maaf ya Farid, kalau kamu dibawa ke RS sekarang, aku akan terlihat lemah dan dianggap pilih kasih. Bertahanlah sampai anggota lain berhasil mencuri beberapa barang dari gedung itu.
Jackson membatin sambil mengganti kompres Farid.
**
Hani bekerja dengan mata sembab.
Ia masuk ke kantor pukul 10 pagi, sudah telat sekali sebenarnya. Bajunya juga bau selokan, tempat Farid ditemukan dan digendongnya ke punggung.
Beberapa pasang mata menatapnya dengan mimik tak suka, beberapa lain menutup hidungnya.
Hani memutuskan untuk ke basement, ke kamar mandi karyawan untuk mandi membersihkan kotoran di tubuhnya.
Sambil mandi, ia mencuci baju dan hoodienya.
“Yang bener aja, masa OG datang jam 10? Lagak ngalah-ngalahin direktur!” sembur supervisor dari luar kamar mandi.
“Harus dilaporkan ke HRD nih bu.”
“Kok bisa-bisanya yang beginian diterima? Nggak disiplin, bau pula. Kebersihan dirinya sendiri saja nggak dijaga mana bisa dia bersih-bersih gedung?”
Sayup-sayup ia mendengar rekan-rekannya berujar demikian di depan kamar mandi.
Hani hanya terisak. Kesal dengan dirinya sendiri.
Semua ini di luar kendali, ia begitu bingung sekarang.
Bagaimana kalau Farid tidak bisa bertahan sampai malam?
Siapa yang tahu apa yang akan dilakukan Jackson selama ini pada Farid, saat Hani susah payah mengais sampah dan menjualnya, mencuri barang sesuai arahan Jackson. Sementara adiknya sendirian dalam ketakutan di gubuk. Hani dilarang membawa Farid saat bekerja, karena bocah itu sakit-sakitan.
“Hani, kamu di dalam?” terdengar suara Evi, Si Kepala HRD, dari luar kamar mandi. Wanita itu memanggil sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi.
Hani ketakutan, “Duh, dipecat deh aku!” keluhnya.
“Hani, kata Pak Devon kamu dari pagi membersihkan rumahnya? Dia menitipkan pakaian ganti buat kamu nih. Saya letakkan di kursi depan kamar mandi yaaa,” kata Evi.
Hani diam.
Ia tertegun
Serius ini Pak Devon? Pak Devon yang galak itu? Yang kemarin malam mencekiknya sampai pingsan?!
“Buat apa dia membantuku? Ini semua kan salahnya...” gerutu Hani pelan.
“Baik bu, terima kasih.” Seru Hani dari dalam kamar mandi.
Biarlah Pak Devon beralasan begitu, yang penting Hani terhindar dari omongan jelek.
Tapi ia salah, karena beberapa saat kemudian, terdengar lagi sayup-sayup omongan julid.
“Dari pagi membersihkan rumah Pak Devon katanya, pulang dari sana langsung mandi. Waaaah, udah pasti habis berbuat ini sih, hihihihi!”
“Iya kayaknya, dia cantik dan masih muda, tipe kesukaan Pak Devon.”
Hani melempar bajunya ke lantai.
Ia kesal.
Walau pun Devon menyebalkan, tapi ia tidak suka kalau ada orang-orang yang membicarakan hal miring! Bagaimana pun Devon yang menerimanya bekerja di sana.
Lagi pula, orang-orang di depan itu, dijelaskan seperti apa pun pasti akan selalu berprasangka buruk.
Hani hanya bisa kesal saja, tapi tak berani keluar dan menghardik.
**
Setelah membersihkan dirinya, mengganti pakaiannya dengan seragam OG yang bersih, dan menjemur bajunya di bawah blower, Hani memeriksa schedule kebersihan.
Sedot debu dan bersih-bersih ia akan lakukan malam hari saat tidak ada orang, jadi siang ini ia akan mengosongkan isi sampah dan beres-beres pantry.
“Heh!” seorang wanita paruh baya dengan pakaian yang sama menghampirinya. “Anak baru, bersihin lantai 14 sana!”
Hani melirik bros di dada wanita itu.
Rosidah, Supervisor.
Begitu yang tertera di sana.
“Tapi tugas saya khusus di lantai 7 Bu,”
“Kamu ini posisinya di bawah saya, masuk ke manajemen building! Jadi saya bertanggung jawab atas kamu! Kita ini bertugas membersihkan seluruh gedung, bukannya 1 lantai doang! Kalau kamu datang lebih pagi seharusnya kamu sudah selesai membersihkan lantai 7, bukannya baru mulai! Jangan enak-enakan merasa istimewa ya!” seru Bu Rosidah.
Hani berpikir, kalau ia membersihkan lantai 14, pasti lantai 7 tak akan terurus. Padahal kata Bu Evi, tugas utamanya adalah lantai 7.
“Baik bu setelah membersihkan lantai 7 saya akan membersihkan lantai 14.” Kata Hani.
“Nggak bisa, itu tanggung jawabmu! Saya mau lantai 14 saat ini juga harus beres, soalnya Owner building akan datang siang ini!”
“Baik bu,” Hani hanya bisa menjawab begitu.
Hani menggeret troli peralatan Janitornya dan pergi menuju lift barang.
Lalu hal tidak nyaman mulai timbul di sekelilingnya saat lantai 14 terbuka. Ini ruang server dan training, rupanya.
Beberapa pria yang berpakaian sekuriti mulai bersiul saat menatap Hani.
Ada juga yang cengar-cengir, beberapa mengerling padanya.
“Wih, aslinya lebih cantik...” bisik seseorang yang berjaga di depan pintu masuk lantai 14.
Hani hanya menunduk karena tak mengerti. Walau pun ia memang risih juga mendengar semua bisik-bisik sambil menatapnya.
Gadis itu tahu, ia sedang dibicarakan. Tapi tak mengerti sebabnya.
“Hey cantik,” seseorang dengan lancang memeluk bahunya.
Ia tidak kenal pria ini.
Masih muda dan berpakaian sekuriti.
“Makan siang bareng yuk nanti?” kata pria itu.
“Heh, jangan pegang-pegang lu! Selir Pak Devon tuh!” seru seseorang yang lain, Hani tak berani mengangkat wajahnya. Jadi tidak tahu siapa mereka.
“Halah! Pak Devon nggak tahu!” sahut pria yang merangkul bahu Hani.
“Nama kamu siapa? Tinggal dimana? Kalo diajak jalan ada yang nyariin nggak?” pertanyaan demi pertanyaan tertuju ke arahnya. Tapi Hani hanya tersenyum tipis dan tetap berjalan menelusuri lantai 14.
“Permisi ya Bang, saya mau-“
“Bentar dulu,” si pria menarik lengan Hani.
Hani menatap ke arah si pria, lalu menyadari kalau di lantai itu ia adalah satu-satunya wanita di sana.
Hal itu sebenarnya tidak mengganggunya, kecuali kalau mereka mulai ‘mengerjai Hani’.
Seperti saat ini,
Mereka semua mengerubungi Hani, seakan gadis itu adalah objek tontonan, menatap Hani dengan pandangan mesum.
“Cantik banget di CCTV, aslinya lebih manis, pan tatnya sekel, tt-nya gede.” Bisik salah satu pria ke rekannya.
Saat itu Hani terperangah.
Devon sudah bilang tadi malam.
Kalau seharusnya ia tidak mandi di lantai atas.
Karena di sana banyak CCTV tersembunyi.
Pasti postur tubuh nu disnya sudah tersebar dan dilihat banyak orang!
emang ada ya pesugihan codot ngising 🤣🤣🤣
semuuuaaaa bab menyenangkan dan menghibur.makasih Madam 🥰🥰
semangat sehat selalu jeng septi....