Alpha Love Story : The Girl

Alpha Love Story : The Girl

Pencuri Hape

“Woi! Maling!!” seru Devon sambil berdiri lalu berlari mengejar seseorang yang baru saja menyambar ponselnya yang ia letakkan di meja. Ia sedang di sebuah restoran, dan mengambil tempat duduk di luar area bangunan karena di dalam sedang penuh.

Nahas, saat ia mengambil sendoknya yang terjatuh, seseorang mendekatinya dan secepat kilat menyambar ponselnya di atas meja.

Devon berlari menelusuri jalanan. Matanya fokus ke depan, ke arah tubuh kecil, hoodie abu, berlari dengan cekatan melewati orang-orang dan masuk ke gang sempit di antara bangunan.

Devon lumayan mengenali area ini, gang itu merupakan jalan pintas masuk ke perkampungan kumuh yang terletak di bawah jembatan, Jakarta memang memiliki kesenjangan sosial yang cukup kentara.

Di kawasan perkantoran Gatot Subroto macam begini saja, perkampungan yang diisi dengan rumah-rumah kecil yang sebenarnya tak layak huni menjamur dimana-mana. Semoga Presiden yang berikutnya bisa membawa Indonesia semakin sejahtera.

Kembali lagi ke Devon, ia termasuk tinggi dan tubuhnya terlatih baik, namun karena itu kawasan sempit dan padat penduduk, jadi ia masih kurang cekatan dibanding maling itu. Tak diragukan, si maling tampaknya hafal jalan tikus, jadi bisa saja dia termasuk warga sekitar sini.

Masalahnya, yang diambil adalah ponselnya. Di mana semua transaksi perbankan, media sosial, dan lain-lain yang penting ada di sana. Ia Memang masih bisa mengalihkan semuanya ke ponsel satunya, yang mana butuh effort lebih, tapi lebih baik mendapatkan ponselnya kembali, kan?

Juga... bayangan masa lalu keluarganya. Ayah, ibu dan adiknya...

Semua dibunuh oleh perampok yang masuk ke rumah mereka, tepat saat ayah memergokinya memasukkan ponsel ke ransel. Dan berikutnya si perampok bilang, “kumpulkan semua hape, masukan ke tas saya. Atau kamu mati!”

“Maling!!” seru Devon mencoba menghardik orang yang masih tetap berlari di depannya.

Saat maling itu naik ke arah pagar pembatas antara area umum dan pemukiman, ia agak kesulitan karena tinggi badannya. Ia terlihat mencoba meraih batas atas namun tidak sampai dan gerakannya tersendat di railing.

Sementara Devon sedang sibuk menenangkan seorang ibu-ibu yang dagangannya jatuh karena tersenggol tubuhnya yang tinggi besar. “Kalo hape saya balik, saya ganti!” seru Devon kesal.

Dan ia pun berhasil menarik kaki si Maling.

Sempat mengernyit karena merasa kaki si Maling kecil sekali ya ternyata di balik celana kargonya. “Kyaaa!!” seru si Maling panik sambil menendang-nendang wajah Devon.

Teriakan seorang anak laki-laki, atau seorang gadis? Suara yang menandakan kalau si pencuri adalah sosok yang masih remaja belum tumbuh jakun.

Whatever lah, gue pokoknya mau hape gue balik! Seru Devon dalam hati.

BRAKK!

Sebuah batu bata terlempar dari arah si maling dan mengenai pelipis Devon.

Wah, sudah kurang ajar nih, kelewat batas! Pikir Devon semakin kesal.

Maka ia tarik kaki kurus itu sekuat tenaganya, bodo amat itu badan mau kesangkut atau luka, atau gimana. Dalam hal ini si Maling cari gara-gara duluan. Dan ia cengkeram leher si Maling.

“Kembalikan!” geram Devon marah.

Hoodie si Maling terbuka.

Wanita...

Sangat cantik.

Wajahnya dengan khawatir menatap Devon, dengan bulir air mata yang belum kering di matanya.

“Am... pun Bang...” ia tercekat karena cengkeraman Devon di lehernya.

Tangannya merogoh kantong hoodienya dan mengeluarkan...

Sandwich daging.

Menu makan siang Devon hari ini.

Yang seingatnya ada di atas mejanya.

Baru saja diletakkan oleh waitress.

Devon terpana melihatnya.

“Hape saya?” desak Devon.

“Saya... hanya ambil ini Bang, Ampun Bang. saya lapar sekali, saya belum punya pekerjaan. Maaf Bang...”kata gadis itu dengan susah payah, karena jalur pernafasannya ditekan Devon. Ia pun sulit bicara.

Devon tidak percaya.

“Dengar ya brengsek!” Devon menjambak rambut gadis itu ke belakang sampai kepala gadis itu tersentak ke belakang, “saya punya trauma dengan pencuri hape, kalau terbukti kamu yang ambil, kamu mati. Dengar?!”

Ia turunkan gadis itu lalu ia tekan ke dinding. Sementara semua orang memperhatikan mereka.

Devon menggeledah semua pakaian gadis itu. Ia tidak peduli dikatai melanggar hak asasi. Ia tekan semuanya.

Ponselku termasuk ukuran besar. Tapi tidak terdeteksi di mana pun di pakaian gadis itu.

“Hape saya punya sensor pelacak.” Geram Devon. “Kalau kamu sempat memberinya ke teman kamu saat tadi lari, katakan saja sekarang sebelum saya temukan dan habisi semuanya. Jelas?” bisiknya.

“Sumpah Bang, saya hanya ambil roti. Adik saya butuh makan, saya juga lapar. Sejak kemarin malam kami belum makan Bang.” Gadis itu gemetaran karena takut. Devon menyadari gertakannya cukup mengena di hati si gadis karena celananya basah. Gadis itu mengompol dan mulai terisak.

Kenapa Devon jadi merasa ia seperti pihak yang jahat di sini? Jelas-jelas ia yang dirampas haknya. Memang perilakunya saat memperlakukan gadis itu begitu arogan, tapi semua di luar kontrol tubuhnya.

“Udah kali, orang kaya bisa beli lagi...” ia mendengar keluhan dari entah siapa di belakangnya.

“Ck!” decak Devon masih kesal.

“Oke, kali ini saya lepaskan. Tapi kalau kedua kalinya kamu tertangkap oleh saya... saya tidak akan segan. Walau pun kamu cewek ingusan, anak-anak, ibu-ibu. Ngerti?!” ancam Devon sambil mendorong gadis itu ke arah tembok dengan keras. Gadis itu tersungkur sampai terjatuh lalu mengangkat sandwich daging yang sudah koyak ke arah Devon, berusaha mengembalikan.

“Ambil saja!’ seru Devon sambil berbalik dan mendengus kesal. Tak lupa ia rogoh dompetnya dan ia berikan beberapa lembar merah untuk ibu-ibu yang dagangannya tadi rusak tersenggol olehnya.

Dengan kesal ia duduk kembali di kursinya di restoran.

Ia mendengus sambil menenangkan dirinya. Ia akan minum sebentar lalu mengambil ponsel satunya yang ia letakkan di kantor dan melacak ponselnya yang hilang. Ia juga akan memback-up semua aplikasi perbankan. Bikin tambah kerjaan saja sih. Gerutunya dalam hati.

“Bapak...” seorang Waitress menghampirinya.

“Hm?” ia melirik ke arah waitress dengan wajah masih kesal. Sang Waitress sampai menipiskan bibirnya karena takut dengan wajah Devon. “Ini, tadi jatuh ke lantai saat bapak ambil sendok. Saya amankan waktu bapak mengejar maling tadi.”

Ponsel Devon.

Pria itu sampai ternganga melihat benda di tangan Sang Waitress.

Jadi… bukan gadis itu yang mengambil hapenya?

“Ya Ampun...” gumamnya langsung blank.

**

Terpopuler

Comments

𝔯єαℓутα𒈒⃟ʟʙᴄ🍒⃞⃟🦅

𝔯єαℓутα𒈒⃟ʟʙᴄ🍒⃞⃟🦅

yg aku baca di berita perkampungan kumuh itu rata2 penghuninya org pendatang yg KTP bukan KTP asal Jakarta.. bahkan ada yg gk punya KTP.
mereka datang ke jakarta berharap dpt kerjaan yg lebih layak.. karena SDM yg kurang akhirnya jadi pen_curi pemulung dll.
semoga pemerintah sekarang bisa memeratakan ekonomi , jadi yg didesa gk harus keluar dari desanya buat jadi nafkah

2024-11-22

10

Gilang kardiwinata

Gilang kardiwinata

nanyain kbr ke madam ktny bru sembuh n dpt info lgsg ada crita baru. lgsg aq gas kkmari. sehat" author fav mak" di NT, jgn sakit" lg. kmi doakan sehat biar update trus...😋

2024-11-22

3

agustd

agustd

aku kira kisah mas altan ternyata mas devon...pokoee suwon mbk angspoer maljum lembur baca😁😁😁

2024-11-21

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!